top of page
Subscribe
Instagram
Facebook
Donation

139 results found with an empty search

  • Keberanian Seorang Pemimpin: Refleksi Ester 7-10

    Seorang dokter spesialis di sebuah rumah sakit milik pemerintah, melalui sebuah percakapan whatsapp bercerita sambil bercanda bahwa dia tidak tertarik menjadi pejabat di RS. Memang, harus diakui bahwa dalam sebuah jabatan akan ada banyak tanggung jawab, resiko, dan masalah yang harus dihadapi. Sebagai dokter yang terlibat di rumah sakit dengan bekerja maksimal dan baik menurutnya sudah cukup dan itulah bagian utama dari pengabdiannya, tanpa harus “njelimet “ dengan berbagai urusan yang membuatnya pusing kepala. Kita mungkin masih ingat slogan di waktu mahasiswa "Student today, Leader tomorrow" dalam banyak acara Perkantas. Visi pelayanan Perkantas adalah menghasilkan pemimpin-pemimpin yang membawa perubahan di berbagai bidang kehidupan. Namun, tantangan dalam hal kepemimpinan ini sangatlah berat. Sanggupkah alumni-alumni menjadi pemimpin sebagai garam dan terang di tengah dunia yang sudah rusak dan membusuk ini? Ada banyak permasalahan: korupsi di sana sini, berbagai kepentingan saling tarik menarik, cara-cara yang tidak sesuai dengan keyakinan iman kita, dan masih banyak lagi. Bahkan ketika seseorang sudah mengabdi memberikan yang terbaik, sering kali tidak ada penghargaan yang diberikan. Bukan hanya fisik yang lelah, hati kadang juga terluka karena kondisi kerja yang tidak kondusif. Bagaimana kita bisa memimpin dalam kondisi seperti ini? Di tengah kondisi dunia yang chaos ini, kehadiran para pemimpin yang berani membawa perubahan menjadi sebuah urgensi. Salah satu satu kualitas kepemimpinan yang saya angkat dalam tulisan ketiga tentang Ester adalah kepemimpinan yang berani. Kualitas ini bisa kita lihat dengan sangat jelas dalam diri Ester. Tanpa keberanian, tidak akan ada perubahan. Keberanian mengungkapkan permasalahan utama Ester dengan berani mengungkapkan permohonannya kepada raja Ahasyweros. Ia mengangkat titik permasalahan utama yang sedang dihadapinya: ia dan bangsanya menjadi target pemusnahan, pembunuhan dan pembinasaan. Dengan pendekatan mengadakan perjamuan bersama Raja, Ester mengajak bertemu langsung orang yang merencanakan pemusnahan itu. Ester dengan sangat berani berkonfrontasi langsung head to head dengan Haman. Tidak semua orang berani berkonfrontasi secara langsung dengan musuh. Dibalik kecantikan dan kelembutan hatinya, tampak bahwa Ester adalah seorang yang sangat pemberani. Mengapa harus ada Haman dalam perjamuan itu? Mengapa ia tidak membicarakannya secara pribadi saja kepada raja? Apakah ia tidak takut kepada Haman yang sudah mempersiapkan tiang gantungan setinggi 75 kaki untuk Mordekhai? Menurut saya, ini adalah strategi politik Ester untuk menuntaskan permasalahan itu secara terbuka dan langsung. Hasilnya jelas saat itu juga, tidak ada penundaan menuju kondisi yang berbelit-belit. Ini menunjukkan kualitas keberanian yang luar biasa yang ada dalam diri Ester. Keberanian menyatakan argumen, kebijakan dan rancangan Keberanian Ester bukanlah tanpa langkah-langkah antisipasi yang sudah dipersiapkan. Ester kemudian memikirkan dan mengajukan satu permintaan yang jelas-jelas mustahil dihadapan raja. Ia memohon agar raja mengeluarkan titah untuk menarik surat yang sudah dibuat oleh Haman yang sudah disebarkan di seluruh provinsi tanah Persia. Sudah sangat jelas bagi Kerajaan Media Persia bahwa surat yang dimateraikan oleh cincin raja tidak mungkin ditarik kembali, bahkan oleh raja sendiri (hal yang sama dengan Daniel ketika harus dibuang ke gua singa). Saya melihat keberanian yang luar biasa dari Ester untuk meminta permohonan yang sulit ini. Usahanya membuahkan hasil, ia diberikan wewenang oleh raja untuk membuat kebijakan lain yang bisa meng-counter kebijakan sebelumnya yang sudah dibuat Haman. Ia diberikan hak untuk menulis apapun surat keputusan yang dipandang baik dengan cincin raja sebagai materai. Otoritas kepemimpinan bisa menjadi alat yang membawa bencana besar dikarenakan kebijakan yang salah dan merugikan. Bencana itu merusak apa yang baik yang sudah dibangun sebelumnya dengan jerih lelah. Namun, otoritas kepemimpinan sejatinya adalah alat yang sangat luar biasa untuk membawa perubahan yang berguna bagi banyak orang. Di tangan orang-orang yang tepat, orang-orang benar, seharusnya otoritas kepemimpinan akan membawa kesejahteraan "shalom" bagi semua orang yang menikmati keindahan hasil buah dari sebuah kepemimpinan yang baik. Keberanian mengambil keputusan dan bertindak secara tegas Mordekhai merancang sebuah surat baru dengan materai cincin raja untuk mengantisipasi kebijakan sebelumnya yang membawa bencana terhadap seluruh orang Yahudi di Kerajaan Persia. Sebuah kebijakan yang tepat waktu, disusun dengan baik dan memperhitungkan semua konsekuensi yang ada akan membawa keselamatan bagi orang Yahudi. Mereka berhasil mengantisipasi dan menangani dengan baik dan tuntas hingga hari-H pelaksanaan surat perintah raja. Bahkan Ester meminta satu hari tambahan untuk pembersihan musuh-musuh orang Yahudi yang ada di puri Susan. Selain keberanian, satu kualitas lagi yang tampak dalam diri Ester adalah ketegasan. Ia menyelesaikan dengan rapi dan tuntas, menghindari permasalahan yang bisa muncul di masa yang akan datang. Relevansi kisah Ester dengan kehidupan kita Kadang situasi dan kondisi tertentu membawa kita kepada jabatan kepemimpinan. Bahkan kadang hal yang tak terduga kita dipilih menjadi seorang pemimpin. Kepemimpinan adalah sebuah instrumen yang kuat untuk membawa perubahan, sekecil apapun cakupannya. Kemampuan Ester dalam mengatasi situasi yang sulit ditopang oleh keberanian dan ketegasan yang memampukannya menghadapi masalah yang ada di depannya. Tentunya dilandasi oleh kebergantungan dan pengharapan kepada Allah yang terlihat dari doa puasa yang dilakukannya. Ester berani mengambil kesempatan emas ditengah resiko yang sangat tinggi yaitu nyawanya sendiri. Ia berani berhadapan langsung (head to head) dengan Haman dan membuat pengaduan tentang Haman di hadapan raja. Ester berani mengajukan permintaan yang sulit yang mustahil kepada raja. Ester berani mengambil keputusan yang tegas demi sebuah keamanan dan tuntasnya sebuah masalah. Tampaknya kualitas dan potensi seperti ini agak sulit tampak jika seseorang tidak berproses dalam posisi kepemimpinan. Ada banyak karunia-karunia dan talenta yang tidak muncul dan hanya terpendam saja oleh seseorang ketika dia tidak bersedia ikut serta ambil bagian dalam kepemimpinan. Melalui tulisan ini, dari lubuk hati, saya memanggil para pembaca Samaritan untuk berani mengambil bagian dalam kepemimpinan sekecil apapun untuk ikut berkontribusi dalam transformasi bangsa ini. Resiko yang dihadapi pastinya akan besar, dan tantangan yang ada juga tidak mudah. Namun, kesempatan juga belum tentu selalu ada. Mari menerima anugerah kepemimpinan (sekecil apapun) dengan sukacita, bahwa kita diberi kesempatan untuk berkarya sesuai talenta dan kemampuan kita. Mari kita memberi yang terbaik dan yang terindah untuk kemuliaan Tuhan. /stl

  • Ambisi dalam Profesi, Bolehkah?

    ”Dia sangat ambisius” atau ”Ambi banget sih” begitulah mungkin ungkapan yang sering terdengar saat membicarakan orang lain yang sangat bersungguh-sungguh meningkatkan dirinya dalam profesinya dan kerap kali diucapkan dengan nada negatif. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ambisi adalah keinginan (hasrat, nafsu) yang besar untuk menjadi (memperoleh, mencapai) sesuatu atau melakukan sesuatu. Jika kita menelaah kisah Lukas 5:17-19 - kisah seorang lumpuh yang digotong oleh empat temannya – terlihat contoh dari empat orang yang berupaya dengan penuh ambisi: sungguh-sungguh berkeinginan besar membawanya ke hadapan Yesus. Mereka tidak menyerah ketika ada rintangan, berani mengambil segala risiko, dan bersedia berkorban segala sesuatu untuk membawa si lumpuh tersebut memperoleh kesembuhan. Berkorban dengan tidak saja berlelah-lelah tetapi juga mengesampingkan keinginan mereka untuk turut bersama yang lain mendengarkan Yesus mengajar di rumah itu. Tanpa ambisi keempat orang ini, si lumpuh akan sulit bertemu Yesus dan memperoleh kesembuhan. Ambisi Menjadi yang Terbaik atau Melakukan yang Terbaik? Tidak bisa tidak, ketika merenungkan kisah ini membawa ingatan pada kisah bagaimana dr. Paul Brand berjuang untuk menghilangkan stigma pada penderita kusta di India. Ketika dr. Paul pertama bertugas di Velore, India, dia hanyalah dokter bedah biasa. Kala itu awal tahun 1900an penyakit kusta masih menjadi momok yang menakutkan, tidak saja bagi orang awam tapi juga bagi para petugas kesehatan. Penderita kusta diusir oleh keluarganya, dikeluarkan dari sekolah dan tempat kerjanya, hidup menggelandang dan mengemis dengan luka-luka di tangan dan kakinya. Bahkan tidak ada satu bis pun yang bersedia mengangkut penderita kusta. Begitu juga dengan rumah sakit, termasuk rumah sakit misi sekalipun ada keengganan untuk menerima penderita kusta karena takut rumah sakitnya akan dijauhi oleh masyarakat lain. Konon walaupun penderita kusta ini sudah memiliki sertifikat sembuh, tetap saja mereka tidak bisa kembeli ke komunitas semula karena penyakit ini meninggalkan cacat di wajah, tangan, dan kaki mereka. Apalagi kecacatan ini akan membuat mereka tidak mampu berkarya sebagai mana mestinya di masyarakat. Keprihatinan akan hal ini mendorong dr. Paul dan teman-temannya berjuang untuk meminta diberikan ruang perawatan khusus untuk penderita kusta di rumah sakit tempatnya melayani sebagai dokter misi. Mendapat pertentangan dari para dokter senior dan manajemen rumah sakit,t etapi berkat kegigihan mereka, akhirnya mereka pun diberi tempat di bagian belakang rumahs akit dengan nama ”Unit Penelitian Tangan”. Dia dan timnya melakukan penelitian lewat otopsi jenazah penderita kusta, yang bagi kepercayaan Hindu dan Muslim tidak diijinkan, sehingga sangat sulit mendapatkan jenazah untuk dipelajari dan diteliti. Meneliti patologi yang terjadi di tangan, kaki, dan wajah yang rusak karena kusta. Belajar dan mencoba teknik transfer tendon dan rekonstruksi tangan pada jenazah di ruang jenazah setiap sore sebelum jenazah tersebut dimakamkan. Melatih dan mencoba berulang-ulang berbagai teknik operasi korektif untuk kecacatan yang ditimbulkan kusta. Membuat sepatu khusus bagi penderita kusta yang berulang-ulang, berhari-hari selama bertahun-tahun diujicoba dan sampai akhirnya menjadi bentuk yang lebih sempurna. Belajar dna mendatangi para ahli bedah tangan, ahli patologi, dan ahli neurologi di Amerika dan Inggris untuk mendapatkan teknik dan ilmu yang lebih baik lagi. Hasil ketekunan mereka menghasilkan ribuan penderita kusta yang dapat kembali ke masyarakat dan berkarya seperti semula. Ribuan penderita kusta berhasil mengalahkan stigma yang puluhan tahun mereka sandang. Hidup tidak saja terlepas dari kusta tetapi kembali menemukan citra dirinya semula dan beberapa mereka dapat bertemu dengan Kristus. Ambisi dr. Paul Brand tidak pada keinginan untuk dikenal sebagai ahli bedah terbaik atau dokter terpandang. Ambisinya bukan untuk mendapai berbagai gelar penghargaan, bukan juga untuk mendapatkan kelas tertinggi di dunia kedokteran, tetapi ambisinya semata hanya untuk melakukan panggilannya yaitu memperjuangkan penderita kusta untuk menghilangkan stigma dalam hidup mereka dan kembali bertemu dengan citra dirinya semula di hadapan Tuhan. Tetapi Allah akan Melihatnya Max Lucado mengisahkan tentang pemahat Michelangelo dalam bukunya Temukan Sweet Spot Anda. Michelangelo, seorang pemahat besar dan sangat terkenal di masanya bahkan sampai saat ini. Karya-karya besarnya dihasilkan justru pada usia yang relatif muda. Dia pernah diminta oleh Paul Julius II untuk melukis dua belas figure di langit-langit kapel Vatikan. Sebagai pemahat besar dan bukan pelukis, Michelangelo semula berniat untuk menolaknya, apalagi hanya untuk sebuah kapel bukan gedung pertemuan besar tetapi akhirnya dia menerima tawaran tersebut. Selama empat tahun dia mengerjaan ratusan karya lukisan di kapel tersebut. Dia tidak hanya membuat kapel itu menjadi indah tetapi melalui karya-karya lukisannya di kapel itu dia mengubah perjalanan gaya lukisan Eropa di masa itu. Sebagai pemahat, dia melakukan pekerjan melukis tidak dengan terpaksa tapi penuh gairah dan dengan segenap kekuatannya sampai-sampai dia merasa sangat lelah dan tua setelah empat tahun berlalu. Ketika seorang bertanya padanya mengapa dia menaruh perhatian khusus pada detil-detil di sudut kapel tersebut, dimana tidak seorang pun yang akan memperhatikannya, Michelangleo menjawab ”Allah akan melihatnya”. Ya, Allah melihatnya. Apa yang terjadi jika semangat ”Allah akan melihatnya” ini menjadi semangat setiap kita dalam berprofesi? Seorang perawat akan berusahan menyediakan cairan handsrub dan berulang-ulang mengigatkan dirinya dna teman-teman kerjanya untuk tidak lupa mencuci tangan ketika dia melihat angka infeksi nosokomial sangat tinggi di ruang perawatan tempatnya bekerja. Dia akan berusaha mencari dan menelaah jurnal yang membahas tentang pencegahan infeksi nosokomial. Sang perawat ini mungkin tidak akan pernah mendapat gelar tambahan untuk itu, mungkin pula tidak akan naik jabatannya karena tindakan ini, tapi jika ia melakukannya karena ia tau Allah akan melihatnya, ia akan tetap melakukannya dengan senang hati. Demikian pula bila seorang dokter dengan semangat meningkatkan kompetensi dirinya untuk terus dapat melayani pasien-pasiennya dengan baik. Dia akan membaca banyak jurnal, mengikuti pelatihan, berkonsultasi dengan para ahli, agar pasien-pasien yang dia layani dapat mendapat pengobatan yang terbaik. Bisa saja tidak ada gelar tambahan di belakang namanya yang dia dapatkan setelah segala usahanya. Dia tidak pula mendapatkan penghasilan tambahan, bahkan pengeluarannya mungkin meningkat. Mungkin namanya pun tidak akan semakin dikenal. Namun, lagi-lagi, dengan semangat ”Allah akan melihatnya”, ia akan bersungguh-sungguh mengerjakan panggilannya. Karena kita bekerja untuk Allah maka kita harus menjalankan profesi ini dengan ambisi melakukan yang terbaik. Ya, karena Allah, berambisilah! ”Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia dengan takut dan gentar, dan dengan tulus hati, sama seperti kamu taat kepada Kristus, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan hati orang, tetapi sebagai hamba-hamba Kristus yang dengan segenap hati melakukan kehendak Allah, dan yang dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia.” – Efesus 6:5-7 *)Penulis adalah seorang konsultan ginjal dan hipertensi di RSUD Tarakan, Jakarta Diadaptasi dari Majalah Cetak Samaritan Edisi I/2014 /stl

  • Pada Dasarnya Baik

    Judul Buku: Business for the Glory of God: The Bible’s Teaching on the Moral Goodness of Business Penulis: Wayne Grudem Halaman: 96 halaman Penerbit: Crossway, 2003 Pekerjaan adalah panggilan mungkin sudah cukup familiar bagi kita. Tidak ada dikotomi antara pelayanan gereja dengan pelayanan vokasi karena profesi kita adalah alat yang dapat memuliakan Allah. Buku ini menegaskan bahwa setiap komponen yang berhubungan dengan pekerjaan kita (dalam hal ini adalah bisnis) adalah baik. Kepemilikan, produktivitas, ketenagakerjaan, transaksi komersial, laba, uang, pinjam-meminjam, bahkan ketidakmerataan kepemilikan serta kompetisi, semuanya adalah baik. Dalam setiap bab yang membahas masing-masing elemen tersebut, Grudem selalu mengawali bahwa komponen tersebut pada dirinya sendiri bahkan tidaklah netral, melainkan pada dasarnya baik (fundamentally good). Cukup menarik membahas salah satu komponen tersebut. Mungkin mengejutkan ketika sekilas membaca bahwa kompetisi adalah baik. Kompetisi membawa banyak kesempatan untuk memuliakan Tuhan. Tentu ada pengecualian bagi mereka yang tidak dapat melakukan pekerjaan produktif karena disabilitas fisik/mental atau tanpa bantuan orang lain. Dalam mayoritas populasi, sistem kompetitif dapat menguji kemampuan kita dan melihat apakah kita melakukan sesuatu lebih baik dari orang lain. Sistem ini berjalan baik ketika kita mengganjar pekerjaan yang lebih baik dengan reward yang lebih baik pula tentunya. Dengan demikian kompetisi mendorong kita semakin baik dalam mengerjakan sesuatu. Grudem berpendapat bahwa Tuhan telah memberi kita hasrat berjuang untuk kesempurnaan (strive for excellence), sehingga kita sendiri pun semakin mendekati meniru Allah yang sempurna. Grudem menjelaskan ketika Salomo menulis: “Dan aku melihat bahwa segala jerih payah dan segala kecakapan dalam pekerjaan adalah iri hati seseorang terhadap yang lain…” (Pkh. 4:4, TB) Kata “iri” pada ayat tersebut berasal dari kata Ibrani qin’āh, yang dapat berarti baik maupun buruk, sama seperti “jealousy” dan “zeal” yang belum tentu bermakna buruk. Kata ini memiliki arti yaitu “memiliki jiwa kompetitif”. Kata pada ayat ini tidak bermakna baik atau buruk; intinya adalah bahwa hal ini terjadi. Lain halnya dengan kata “mengingini” pada salah satu Sepuluh Perintah Allah “Jangan mengingini…”. Kata chamād dalam “mengingini” di sana sudah pasti berkonotasi negatif. Dalam menafsirkan Pengkhotbah 4:4 tersebut Grudem menjelaskan bahwa orang melihat apa yang orang lain miliki, dan mereka memutuskan untuk bekerja lebih keras atau untuk memperoleh keterampilan yang lebih baik. Dalam hal ini kompetisi membuat orang bekerja lebih baik: mereka makmur, masyarakat pun makmur. Mekanisme kompetisi membuat orang menemukan peran yang sesuai talentanya, di mana dia dapat memberi kontribusi positif kepada masyarakat sehingga memuliakan Tuhan. Melalui kompetisi, kita dapat mendemonstrasikan keadilan dan kebajikan kepada orang lain, bahkan termasuk kepada kompetitor kita. Dalam dirinya sendiri yang baik, kompetisi juga dapat menjadi cobaan/godaan kita jatuh dalam dosa. Yang perlu diwaspadai adalah ketika kita menggunakan cara yang tidak baik dalam berkompetisi, misalnya kita mencelakakan orang lain dan menghambat mereka memperoleh nafkah. Tidak salah menjadi dokter yang berpraktik lebih baik dari dokter lainnya. Namun, sangat keliru jika kita berbohong mengenai dokter lain kepada pasien kita. Meski buku ini berbicara dalam konteks bisnis, tentu kita dapat tarik ke hal yang lebih luas ke dalam jenis profesi kita masing-masing. Apapun profesi kita, bagi yang mempekerjakan karyawan, kita diminta untuk berlaku adil dalam memperlakukan karyawan kita. Memperoleh laba juga memenuhi mandat Alkitab sepanjang tidak mengeksploitasi orang lain. Dalam ketidakmerataan kepemilikan harta, tidak pula kita perlu merasa bersalah ketika memiliki harta yang lebih banyak dari orang lain selama kita menatausahakannya untuk kemuliaan Allah dan berbagi kepada yang membutuhkan. Pada akhirnya, satu kutipan paragraf pada buku ini kiranya memotivasi kita dalam berbisnis/bekerja. Saya membiarkan mengutip dalam dalam bahasa aslinya demi membiarkannya bergaung maksimal bagi kita semua, termasuk penekanan oleh penulis berupa kata bercetak tebal. “If attitudes toward business change in the ways I have described, then who could resist being a God-pleasing subduer of the earth who uses materials from God’s good creation and works with the God-given gift of money to earn morally good profits, and shows love to his neighbors by giving them jobs and by producing material goods that overcome world poverty, goods that enable people to glorify God for his goodness, that sustain just and fair differences in possessions, and that encourage morally good and beneficial competition? What a great career that would be! What a great activity for governments to favor and encourage! What a solution to world poverty! What a great way to give glory to God!” Tuhan memberkati. /stl

  • Alasan untuk Terus Berjuang: Eksposisi Yohanes 15:18-16:33

    Yohanes 15:18-16:33 Dalam pertemuan KTB Pasutri yang saya pimpin, seorang anggota berbagi pergumulannya dalam mengembangkan pembinaan keluarga lewat Instagram. Dia sering kali dilanda kecemasan karena takut apa yang ditampilkan akan diresponi dengan hujatan-hujatan kejam dari para netizen. Ini hanyalah salah satu contoh “pertempuran-pertempuran” yang harus kita hadapi sebagai murid Kristus yang mau sungguh hidup mengerjakan misi-Nya. Lalu bagaimana kita harus harus menghadapinya? Pada Perang Dunia II, Jerman dapat dengan cepat menguasai Eropa barat dengan serangan-serangan menggunakan metode perang “Blitzkrieg”, perang kilat. Salah satunya adalah serangan terhadap kompleks perbentengan terkuat Belgia, yaitu Benteng Eben-Emael. Benteng ini diperkuat dengan begitu banyak kubah semi-otomatis yang diperlengkapi dengan banyak meriam besar, senjata anti tank dan senapan mesin. Jumlah total pasukan Belgia yang ditempatkan di benteng ini bisa mencapai 1200 orang. Berapa banyak pasukan Jerman yang tiba untuk menyerang benteng ini? Hanya 80 orang pasukan komando penerjun payung, Fallschirmjäger, yang mendarat di atas benteng Eben-Emael dengan pesawat glider (pesawat kayu tak bermesin, yang terbang ditarik oleh pesawat bermesin kemudian dilepaskan untuk melayang dan mendarat). Jumlah itu pun berkurang 8 orang, sebab 1 pesawat glider dilepaskan terlalu cepat, sehingga tidak bisa mencapai benteng Eben-Emael. Ketika pasukan komando Jerman itu mendarat di atas benteng Eben-Emael, mereka segera menyerang dan menghancurkan banyak pos pertahanan pasukan Belgia yang kaget dan bingung, karena sama sekali tidak menduga akan diserang dengan cara seperti itu. Tetapi kemudian pasukan Belgia, yang jumlahnya sepuluh kali lebih banyak, berhasil balik menyerang pasukan Jerman itu. Tetapi pasukan komando itu berhasil bertahan, bahkan kemudian menang. Sebanyak 780 orang pasukan Belgia berjalan keluar benteng mereka dengan kedua tangan di atas. Sementara hanya 6 orang Fallschirmjäger yang tewas, dan 15 orang lainnya terluka. Apa yang membuat pasukan Fallschirmjäger itu dapat terus bertahan dan bahkan menang atas serangan balik pasukan Belgia yang jumlahnya 10 kali lebih banyak? Mereka memiliki jaminan, yaitu pasukan induk mereka, Pasukan Keenam Jerman, akan mengirimkan Divisi Panzer Keempat, yang kekuatan armada tank serta prajuritnya jauh lebih besar dari pasukan Belgia, akan datang mengalahkan pasukan Belgia yang melakukan serangan balik itu. Saudaraku, kita yang adalah murid-murid Kristus memiliki jaminan yang jauh lebih kuat, bahkan yang paling kuat yang bisa dimiliki manusia, dalam menghadapi “pertempuran-pertempuran” saat kerjakan misi yang Tuhan beri. Pada pasal 14 dan paruh pertama pasal 15 Injil Yohanes, kita bisa melihat Yesus telah menjanjikan Roh Kudus, yang akan menolong murid-murid-Nya melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pekerjaan-pekerjaan yang Ia lakukan. Ia juga mengutus mereka untuk mengerjakan misi menghasilkan buah-buah bagi-Nya. Lalu Ia membukakan kepada mereka, yang berarti juga kepada kita, bahwa sebagai murid-murid-Nya akan menghadapi pertempuran-pertempuran yang sengit, melawan dunia yang tidak mengenal Dia. Simak ayat-ayat di bawah ini: “Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu.” (Yohanes 15:18). “Ingatlah apa yang telah Kukatakan kepadamu: Seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya. Jikalau mereka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya kamu; jikalau mereka telah menuruti firman-Ku, mereka juga akan menuruti perkataanmu.” (Yohanes 15:20) “Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah.” (Yohanes 16:2) Jelas, Yesus menyatakan bahwa sebagai murid-murid-Nya, kita akan dibenci, dianiya, dikucilkan, bahkan dibunuh! Inilah pertempuran-pertempuran yang pasti setiap kita telah, sedang, atau pun akan hadapi, dalam beragam varian. Dan bisa saja Tuhan mengizinkan kita mengalami banyak ragam sekaligus. Seorang anak KTB saya sering mengalami kecemasan tingkat tinggi, yang membuat dia bisa tiba-tiba pingsan, mimpi buruk dan tidak bisa tidur, hingga ingin bunuh diri. Hal-hal itu disebabkan oleh saat kecil dia mengalami kekerasan dan pelecehan seksual, kini ia dituntut memberikan banyak hal dan dimusuhi oleh mertua, difitnah dan diskriminasi oleh rekan-rekan kerja, serta tuntutan tugas-tugas pekerjaan yang sangat tinggi dan hampir tak kenal kompromi. Saya sendiri harus menghadapi pertempuran-pertempuran berat dalam pelayanan sebagai staf mahasiswa PERKANTAS Jakarta, sebab persekutuan-persekutuan mahasiwa harus dibangun kembali setelah porak-poranda pasca pandemi Covid. Sementara saya juga harus mendukung isteri dan anak saya dalam pertempuran-pertempuran mereka di pekerjaan dan studi. Belum lagi saya juga harus hadapi pertempuran-pertempuran dengan kondisi fisik karena faktor usia yang sudah mencapai 50 tahun. Dan saya yakin, teman-teman sendiri, pasti juga menghadapi pertempuran-pertempuran yang sengit, entah yang serupa atau berbeda. Tetapi syukur kepada Allah, bila kita perhatikan bagian akhir pasal 16 Injil Yohanes, kita semua telah Dia berikan jaminan yang jauh lebih kuat dibanding yang dimiliki oleh pasukan Fallschirmjäger itu. Terkuat dari semua jaminan serupa, yang pernah atau pun yang akan bisa dimiliki manusia. Di ayat 33, Yesus berkata, “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia." Pertama-tama Yesus menyatakan bahwa semua yang telah Ia katakan di ayat-ayat sebelumnya, yaitu tentang kebencian, aniaya, pengucilan dan pembunuhan yang akan dialami oleh murid-murid-Nya dan petunjuk-petunjuk praktis bagaimana mereka harus menghadapinya, sengaja Ia beritahukan dengan tujuan murid-murid-Nya beroleh damai sejahtera di dalam Dia. Bagaimana bisa mendapatkan damai sejahtera bila nanti akan dibenci, dianiaya, dikucilkan dan dibunuh? Jawabannya ada di penghujung pernyataan berikutnya, “Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia”. Inilah jaminan yang lebih kuat dan sekaligus terkuat itu. Dunia yang sudah, sedang dan akan membenci, menganiaya, mengucilkan dan membunuh murid-murid Kristus, sudah Kristus kalahkan! Perhatikan baik-baik. Bukan akan dikalahkan nanti, tetapi sudah dikalahkan. Jadi berbeda dengan pasukan Induk dari pasukan Fallschirmjäger tadi, yang menjamin nanti akan datang membantu dan akan mengalahkan pasukan Belgia yang telah menyerang balik. Yesus sudah mengalahkan dunia! Saat itu, dan hingga kedatangan-Nya kembali, Yesus dan murid-murid-Nya sedang berperang dengan dunia yang tidak mengenal Bapa yang telah mengutus Yesus (Yohanes 15:21). Tetapi, secara prinsip dunia ini telah dikalahkan. Kedatangan Yesus, Sang Firman dan Sang Terang itu, telah menginagurasi kekalahan dunia. Yohanes menulis, “Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya” (lih. Yoh.1:5). Dan kemudian dunia ini secara total dikalahkan oleh kematian dan kebangkitan Yesus, yang akan terjadi beberapa waktu kemudian setelah percakapan Yesus dan murid-murid-Nya ini. Dan bila kita perhatikan teks bahasa aslinya, yaitu bahasa Yunani, kata “telah mengalahkan dunia” yang Yesus gunakan adalah νενίκηκα (nenikeka), bentuk perfect tense dari νικάω (nikao). Bentuk perfect tense ini menunjukkan bahwa itu adalah sebuah kemenangan abadi. Yesus telah mengalahkan dunia untuk selamanya. Dunia tidak lagi punya kesempatan untuk menyerang balik dan menang. Itulah sebabnya saya bilang ini adalah jaminan yang lebih kuat, bahkan paling kuat. Camkan benar-benar dan pegang erat-erat hal ini, saudara-saudaraku. Dan jangan lupa, Yesus tak hanya memberikan jaminan, melainkan Ia memerintahkan kita untuk memberikan sebuah respon, “…kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia”. Kata yunani yang diterjemahkan sebagai “kuatkanlah hatimu” itu adalah yang artinya, “jadilah berani”, “bergembiralah” . Demikianlah Tuhan Yesus menghendaki kita semua yang adalah murid-murid-Nya menghadapi “pertempuran-pertempuran” dalam jalani hidup kerjakan misi-Nya. Kita harus terus berjuang dengan berani, dan bahkan dengan gembira, karena Dia telah mengalahkan dunia secara total! Kemenangan sudah pasti dan terjamin abadi, meski masih banyak musuh menyerang dengan ganasnya, dan tampak seakan kita akan, atau bahkan sudah, kalah. Tapi bukan begitu fakta yang sebenarnya. Ingatlah dan pegang selalu, Dia telah mengalahkan dunia! Mungkin saudara bertanya, “Bagaimana jika kita sukar untuk berjuang dengan berani dan gembira?” Tuhan Yesus memberikan beberapa petunjuk praktis yang dapat membantu kita. Pertama, lihat di 16:3, Yesus berkata, “Tetapi semuanya ini Kukatakan kepadamu, supaya apabila datang saatnya kamu ingat, bahwa Aku telah mengatakannya kepadamu." Kita harus selalu siap hadapi pertempuran-pertempuran yang akan datang. Prajurit-prajurit yang tidak siap ketika serangan musuh datang, akan kaget dan mudah ditaklukkan. Kedua, simak 16:13, “Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang”. Seperti prajurit-prajurit di medan tempur perlu mengikuti arahan komandannya agar beroleh kemenangan, kita perlu tunduk kepada pimpinan Roh Kudus, menaati setiap kebenaran-kebenaran firman Tuhan yang dibukakan kepada kita. Ketiga, perhatikan 16:20, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya kamu akan menangis dan meratap, tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita.” Kita harus terus paham dan sadar bahwa pertempuran-pertempuran yang kita hadapi pasti menimbulkan kesulitan bahkan kerugian besar, yang menimbulkan dukacita bagi kita, dan dunia akan bergembira karena itu. Tetapi dukacita itu hanya sementara. Ada akhirnya. Karena akan diganti dengan sukacita, sebab kita sadar untuk siapa kita berperang, dan Dia, yang bagi-Nya kita telah berperang, adalah Sang Pemenang yang telah mengalahkan dunia. Keempat, tinjau 16:27, “sebab Bapa sendiri mengasihi kamu, karena kamu telah mengasihi Aku dan percaya, bahwa Aku datang dari Allah”. Tanamkan dalam-dalam di hati dan pikiran kita, bahwa kita dikasihi Bapa. Dia tidak akan membiarkan kita jadi bulan-bulanan dunia. Nah saudaraku, Kristus sudah membukakan segala yang kita perlukan untuk menghadapi pertempuran-pertempuran dalam jalani hidup kerjakan misi-Nya. Teruslah berjuang, sebab Dia sudah memenangkan peperangan. Terus berjuang dengan berani dan gembira, selama hayat dikandung badan, hingga kita semua nanti ikut dalam arak-arakan kemenangan-Nya dalam kekekalan nanti. *Penulis merupakan staf Perkantas Jakarta /stl

  • Tuhan dan Isi Dompetku: Manajemen Keuangan bagi Tenaga Kesehatan

    To study money is to study a very large part of what we are - Jacob Needleman Any amount of wealth is enough to destroy a family - Philip Marcovici “Punya banyak uang pusing, tidak punya uang apalagi”. Mungkin kita setuju dengan ungkapan ini, karena lebih baik pusing tapi punya uang daripada pusing karena tidak ada uang. Banyak alumni dokter atau dokter gigi yang pusing karena hal yang pertama (uang yang banyak), tak sedikit pula yang pusing dengan kondisi uang yang terbatas. Kepusingan itupun bertambah ketika kita dituntut untuk memberi perpuluhan, ”Kok rasanya banyak sekali”. Uang adalah masalah serius yang kerap dibicarakan dalam Alkitab. Ada lebih dari 2350 ayat yang bicara mengenai uang, jumlah yang lebih banyak dari ayat tentang kasih, dosa, keselamatan dan hal penting lainnya. Perumpamaan yang diucapkan Tuhan Yesus pun banyak bicara tentang keuangan. Cara kita menggunakan uang juga berhubungan dengan keselamatan. Ketika Zakheus akan menyerahkan setengah dari hartanya dan mengganti empat kali lipat kalau ada orang yang diperas, Tuhan Yesus berkata bahwa hari ini telah terjadi keselamatan (Lukas 19:8-9). Demikian juga dalam cerita seorang muda kaya yang pergi dengan sedih karena banyak hartanya, Tuhan Yesus pun berkata bahwa sukar sekali bagi orang kaya untuk masuk dalam kerajaan sorga (Matius 19:23). Orang yang punya uang tidak akan pernah puas dengan uangnya, ia akan terus mencari. Pengkhotbah 5:9 menegaskan bahwa siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Orang-orang yang memiliki uang hanya akan selalu mencari lebih banyak uang untuk memenuhi hasrat materi mereka, tetapi tak pernah benar-benar puas dengan jumlah yang mereka miliki. Padahal bagi orang Kristen menjadi kaya adalah anugerah dari Tuhan, susah payah tidak akan menambahinya (lih. Amsal 10:22). Jadi, berhubungan dengan uang memang bukan perkara mudah. Mengelola hati Pertanyaan ”Bagaimana sebaiknya kita mengelola uang?” sebenarnya adalah pertanyaan yang keliru. Seharusnya kita bertanya, bagaimana kita mengelola hati kita dalam hubungannya dengan uang. Kalau hati kita terpaut pada uang dan segala kenikmatan yang dapat diberikannya, maka kita akan terus tergoda untuk mencarinya dan melupakan hal lain yang sebenarnya lebih penting. Kita tidak mungkin mengabdi pada dua tuan (Mat. 6:24). Pengelolaan uang yang benar harus berdasarkan pengelolaan hati yang benar. Dalam hubungannya dengan persembahan perpuluhan, memang sangat ideal kalau kita memberi dengan sukacita perpuluhan dari apapun yang kita peroleh (bukan hanya gaji take home pay). Namun, kalau saat ini kita sudah punya banyak kewajiban sehingga memberi perpuluhan menjadi sulit, mulailah memberi secara bertahap sampai kita punya hati yang sejahtera memberikan perpuluhan, bahkan lebih dari itu. Sebagai orang Kristen sebaiknya kita menggunakan prinsip 10 – 50 – 20 – 20. Artinya 10% perpuluhan (disisihkan diawal, bukan sisanya), 50% untuk kebutuhan pokok, 20% untuk investasi dan 20% untuk keinginan pribadi. Kalau pendapatan pas-pasan pengeluaran untuk kebutuhan pokok mungkin lebih besar, tetapi ketika pendapatan meningkat, maka persembahan yang perlu ditingkatkan. Banyak dokter di Indonesia punya harta melimpah, tapi kurang memberi persembahan, khususnya perpuluhan. Setelah mengetahui betapa berbahayanya uang, kiranya hati kita makin terpaut pada Tuhan sehingga kita tidak ‘sayang’ memberi kepada Tuhan karena semua yang kita miliki adalah milik Tuhan. Ingatlah bahwa kekayaan kita itu dari Tuhan (Ulangan 8:18). Maria menuangkan minyak narwastu yang mahal di kaki Yesus (Markus 14:3), kiranya kita juga termotivasi untuk ‘boros’ bagi Tuhan. Di sisi lain, memiliki sedikit uang sebenarnya lebih aman bagi pertumbuhan rohani, karena kita dapat lebih banyak fokus pada hal-hal penting dan dapat menggunakan waktu kita lebih maksimal. Tantangan terbesar kalau kita punya uang banyak adalah bahwa kita harus menyediakan waktu untuk mengelolanya, dan tergoda untuk mempunyai lebih banyak lagi. Bagaimana dengan investasi? Apakah perlu menginvestasikan uang kita? Jelas perlu. Kita harus bertanggungjawab atas apa yang Tuhan percayakan pada kita. Bukan hanya uang tapi seluruh talenta yang Tuhan berikan. Kita harus mengembangkannya untuk menjadi manfaat bagi banyak orang, karena itulah yang Tuhan inginkan ketika kita diberikan talenta. Prinsip investasi yang penting adalah kita menginvestasikan harta kita pada aset yang yang kita mengerti dan dapat kita pertanggungjawabkan. Banyak orang ingin mendapatkan keuntungan besar dalam waktu singkat, akhirnya jatuh pada produk investasi bodong yang berakibat fatal. Dalam menatalayan materi yang Tuhan anugerahkan pada kita, kita perlu mengingat bahwa kita bukan sekedar belajar untuk mengatur keuangan dan memberi bagi Tuhan, tetapi lebih dari itu kita sedang belajar untuk mengasihi Tuhan dan memberi seluruhnya dari diri kita kepada Tuhan. Dalam upaya kita mengelola materi yang Tuhan berikan, ingatlah akan salib Kristus, dimana Dia sendiri sudah memberikan seluruh diriNya untuk menebus dan menyelamatkan kita. Kiranya Tuhan menolong kita untuk mempersembahkan hati kita seluruhnya pada Tuhan sehingga uang tidak menguasai kita. /stl

  • Aku, Kamu, dan Kesalehan Kristus

    “Saya tertarik kepada dia pertama-tama karena iman dan keseriusan spiritualitasnya yang tampak dari karakter, value, dan takut akan Tuhan yang jelas. Saya juga merasa Tuhan begitu murah hati memberikan pasangan yang menarik secara fisik”. Begitulah ungkapan salah seorang pembina pelayanan mahasiswa di kota Jakarta saat diwawancara terkait pasangan hidup. Melihat fenomena banyaknya anak muda Kristen yang tak kunjung berpasangan meski tampaknya dalam banyak sisi sudah cukup mapan, timbul pertanyaan: apakah muda-mudi Kristen tak lagi menarik bagi lawan jenisnya saat ini? Ketertarikan fisik = tidak rohani? Dari kutipan di atas, menarik untuk disorot bahwa ketertarikan fisik juga menjadi suatu hal yang penting dan hal ini wajar. Allah menciptakan manusia memiliki sex, laki-laki dan perempuan diciptakanNya mereka. Seksualitas pun diberikan sebagai anugerah yang baik di dalam pernikahan. Banyak orang yang mengklaim dirinya sebagai orang yang rohani, memiliki ketertarikan fisik pada lawan jenis seakan terasa tabu. Hal-hal yang berbau fisik dianggap seperti duniawi dan kurang mulia, bahkan ekstremnya dipandang sebagai dosa. Namun, sejatinya Allah menciptakan kita bukan hanya jiwa, tapi juga tubuh yang berdaging. Pandangan bahwa tubuh ini bagian dari keberdosaan, sedangkan jiwa adalah lebih mulia serta kekal. Seringkali, konsep ini dibumbui sedemikian rupa hingga terkesan rohani. Nyatanya, konsep ini sebenarnya salah dan bukan pengertian yang Alkitabiah. Lebih cocok dengan pandangan Plato, yang mengatakan bahwa tubuh adalah penjara jiwa. Sebaliknya di dalam kekristenan, pribadi Allah kedua berinkarnasi menjadi manusia yang berdaging. Dalam narasi besar Allah pun nantinya di dalam langit dan bumi yang baru, manusia pun diberikan tubuh yang baru. Bukan hanya fisik Ketertarikan fisik, meskipun punya andil dalam relasi, tentu bukanlah segalanya. Christ-like character menjadi daya tarik yang begitu kuat, suatu keindahan yang tidak dapat ditahan bahkan dengan menutup mata. Ribka tidak hanya elok parasnya, tapi juga memiliki karakter yang begitu menarik. Hati yang mudah digerakkan oleh belas kasihan, dan ditopang oleh kesungguhan menolong orang membuat Eliezer yakin untuk memilih Ribka bagi anak tuannya. Mengapa? Menimba air untuk 10 ekor unta minum bukan pekerjaan mudah. Satu unta diperkirakan dapat minum 30-50 galon air, atau setara dengan 115-200 liter air. Memberi minum 10 ekor unta jelas bukan pekerjaan mudah bagi seorang gadis muda seperti Ribka. Namun, seorang ramah, pekerja keras, tidak mudah mengeluh, tangan yang ringan membantu didorong oleh hati yang berbelas kasihan, itulah pesona utama Ribka. Tidak berbeda jauh dari deskripsi perempuan ideal menurut Amsal 31. Dalam berbagai interview dengan pembina-pembina persekutuan mahasiswa pun, banyak pria/suami yang mengaku bahwa ia sangat menghargai istrinya karena kebaikan hatinya, karena perjuangan sang istri di dalam keluarga. Nilai dari kebaikan hati seorang perempuan itu melebihi kecantikan parasnya. Petrus dalam suratnya yang pertama bagi orang-orang Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia kecil dan Bitinia juga mengajarkan bahwa perhiasan seorang perempuan janganlah hanya dari perhiasan lahiriah, tetapi hendaklah ia mempercantik dirinya secara batiniah juga, yaitu dengan roh yang lemah lembut dan tenteram, sebagai perhiasan yang sangat berharga di mata Allah. Dalam terjemahan bahasa Inggrisnya, kata yang dipakai adalah ”the unfading beauty of gentle and quiet spirit”. Quiet spirit bukan berarti seorang yang pendiam, namun seorang perempuan yang dapat mendengar. Kelembutan hati yang terpancar dari pribadi yang tidak mementingkan diri sendiri, namun di dalam kerendahan hati mau mendengar orang lain ketika berbeda pendapat, berbeda kepentingan, bahkan ketika dikoreksi. Dan hal yang paling ultimate dari gentle and quiet spirit ini adalah untuk dapat tenang, lembut hati, dan mau mendengar Allah. Kekuatan seorang perempuan ditemukan dalam kekuatannya untuk bergumul, bergelut bersama Allah dalam tenang dan anggunnya sikap hidupnya. Tidak dikuasai oleh kegelisahan hatinya, atau dorongan untuk mengontrol segala sesuatu, namun sikap yang mau berdiam, menunggu di kaki Allah, dan mengharapkan pertolonganNya. Dalam banyak masalah ia tidak menjadi kasar, but to wait upon the Lord, adalah kekuatan seorang perempuan yang mengagumkan bahkan untuk seorang laki-laki. Demikian juga halnya laki-laki yang memancarkan karakter Kristus menjadi begitu menarik bagi perempuan yang saleh. Seorang laki-laki yang bekerja keras, menyatakan kasih dalam sifat rela berkorban, rela memikul salib – bahkan demi pertumbuhan orang lain, bersabar dengan kelemahan orang lain, merupakan benih-benih dari karakter Kristus yang nampak dari sikap hidupnya sehari-hari. Lelaki yang demikian jauh lebih menarik, dibandingkan yang hanya menonjolkan rupa, harta, maupun tahta. Dalam naik turunnya badai pernikahan, banyak istri mengaku diyakinkan kembali akan cinta sang suami ketika melihat bukti nyata dalam ia menyangkal diri demi mengasihi istrinya. Bukankah ini adalah refleksi dari peristiwa salib? Ketika Kristus karena kasihNya akan gerejaNya, rela menempuh jalan salib demi menembus, dan memimpin GerejaNya kepada kekudusan. Bagi seorang perempuan yang sungguh-sungguh mencintai Kristus, ketika melihat bayang-bayang dari karakter Kristus dalam diri seorang manusia yang tidak sempurna pun, menjadi daya tarik yang tidak dapat dipungkiri dan kunci dari kebertundukan diri. Ketika seseorang mengasihi Kristus sedalam hatinya, ketika ia sungguh-sungguh memiliki mata rohani yang memandang kepada keindahan yang sejati, maka kesalehan menjadi hal yang begitu menarik bagi hatinya. Godliness is attractive for Godly people. Jebakan bagi para kaum muda adalah sering kali menganggap kesalehan itu sebagai natur bawaan. Padahal kesalehan adalah perpaduan antara anugerah Allah yang disambut dengan ketaatan kita. Artinya, ada perjuangan melawan natur awal kita yang berdosa. Artinya, wajar jika kita maupun orang lain belum sempurna. Artinya, kita pun perlu bersabar akan proses pertumbuhan orang lain, sebagaimana kita juga telah menerima kesabaran demi kesempatan. Tidak ada kesalehan yang instan. Selain itu, kesalehan yang sejati tidak dapat dipalsukan. Tindak tanduk di luar tentu dapat dikondisikan, bahkan dalam jangka waktu yang cukup panjang. Tetapi kerinduan hati bagi Allah yang tidak dapat dipadamkan, air mata pertobatan, juga hati yang pedih ketika kita kembali jatuh dalam dosa, atau secara singkat - respon hati kita di hadapan kebenaran, bukanlah suatu hal yang dapat dibuat-buat. Lihatlah akan hal yang sedemikian dalam diri calon pasangan kita. Kapan dan dimana kutemukan pasangan hidup? Pertanyaan selanjutnya, kapankah kita menemukan orang yang sedemikian? Bukankah selama ini kita telah menanti, berdoa, berusaha, dan tidak menemukannya? Benar bahwa “kapan” menjadi pertanyaan yang lebih sulit dijawab. Namun, sebagai orang beriman kita percaya bahwa rencana Tuhan akan indah pada akhirnya. Sementara itu, pertanyaan “di mana” mungkin menjadi hal yang lebih dapat didiskusikan. Di manakah kita dapat menemukan orang yang tepat bagi kita? Belajar dari kisah-kisah Alkitab, ternyata sumur pada zaman perjanjian lama bukan hanya tempat menimba air, tapi juga pusat peradaban, tempat perkumpulan, tempat bertemu, berkenalan, bersosialisasi, bahkan tempat orang mencari jodoh. Ribka ditemukan bagi Yakub di sumur. Menarik garis merah sampai ke zaman ini, kita bisa menerapkan strategi yang sama. Jika kita ingin bertemu dengan orang lain, datanglah ke tempat di mana orang-orang berkumpul. Percakapan singkat dengan para pembina mahasiswa pun menyatakan hal yang serupa. Sebagian besar dari mereka bertemu pasangan hidupnya di gereja, retret, pelayanan kampus, atau ladang pelayanan lainnya. Di zaman sekarang ini, apakah “sumur” ini masih menjadi tempat orang-orang berkumpul? Apakah gereja, pelayanan mahasiswa, retret, dll masih menjadi prioritas bagi anak-anak Tuhan di zaman ini? Sangat memprihatinkan bila kita melihat gereja mulai kosong dan anak-anak muda justru ditemukan di club, bar, café, atau lapangan olah raga. Beberapa wejangan penting yang dapat diperhatikan adalah, pertama, it is okay to ask for help, it is okay to be helped. Kadang kita membutuhkan pertolongan orang lain dalam fase perkenalan, itu adalah suatu hal yang normal. Tidak perlu malu atau ragu. Fokuslah pada memperluas pergaulan, memperdalam relasi dalam komunitas dengan visi yang telah Tuhan nyatakan kepada setiap kita. Kadang kita ditolong orang lain, kadang kita menolong orang lain. Tidak ada yang salah ataupun aneh dengan itu. Kedua, kita hidup di jaman yang dipenuhi dengan cynicism and suspicion. Namun, kasih mengharapkan yang terbaik, kasih melihat yang terbaik dalam diri orang lain. Love sees the best in people. Sulit bagi kita untuk memulai relasi, ataupun menjalin relasi jangka panjang saat jiwa kita dipenuhi kecurigaan dan ketidak percayaan. Kita menjadi manusia yang sulit untuk dihadapi bagi orang lain, bahkan diri sendiri. Karenanya, kita perlu mengasah kasih dalam hidup sehari-hari, bahkan dalam internal practice di dalam komunikasi dengan diri. Mewarnai hati dan sudut pandang dengan kasih itu perlu terus dilakukan dari hari ke hari, hingga akhirnya kita sendiri semakin serupa Kristus yang penuh kasih. Banyak anak muda bergumul akan pasangan hidup, tetapi kiranya pergumulan ini diarahkan dan membawa kita kepada pertumbuhan yang benar. Jangan mencari jalan pintas yang akhirnya menghantar pada penyesalan. Dalam setiap langkah, isilah dengan komitmen untuk menghargai dan memuliakan Tuhan yang telah mati dan bangkit bagi kita. /stl

  • Tuhan Tetap Memegang Kendali: Eksposisi Ester Bagian Kedua

    Kepedihan atas vonis kematian Sebuah pesan di Whatsapp muncul dari seseorang yang pernah kami kunjungi. Pesannya singkat, “Kak, ibu saya masuk Rumah Sakit”. Beberapa waktu kemudian saya baru punya waktu berkunjung setelah ibu itu kembali dari RS. Kondisinya melemah, hanya bisa berbaring, dan tubuhnya sangat kurus berbalut tulang yang menyusut setiap harinya. Di rumah itu, suaminya juga terbaring di kamar yang lain, sambil terkadang berteriak-teriak kesakitan, karena sedang menderita sakit ginjal. Kondisi mereka tergolong tidak mampu. Anaknya bercerita, untuk membeli makanan saja mereka sangat kesulitan. Saya menitipkan beras dan sedikit bahan makanan untuk mereka, sembari memasukkan data mereka ke sebuah aplikasi bernama Jangkau yang digunakan untuk mengajukan permohonan kursi roda dan beras secara gratis. Seminggu kemudian, saya mendapat kabar ibu itu meninggal dunia. Ester 4-7 Kepedihan atas kematian adalah salah satu kepedihan yang tidak bisa terelakkan. Air mata menetes tak terbendung ketika orang yang kita kenal atau kasihi meninggal dunia. Kematian adalah sesuatu yang menakutkan. Dalam kitab Ester, ketakutan mencekam akan vonis kematian juga membayang-bayangi seluruh orang Yahudi di tanah Persia di zaman Ester. Haman, orang kedua setelah Raja Artahsasta di Kerajaan Persia memerintahkan untuk memusnahkan, membunuh, membinasakan semua orang Yahudi dari yang tua hingga yang muda, termasuk anak-anak dan perempuan, dalam satu hari saja di tanggal 13 bulan Adar. Seluruh harta benda mereka juga akan dirampas. Haman memberikan 10.000 telenta perak kepada raja untuk memuluskan rencananya. Mordekhai yang mendengar titah Raja itu, mengoyakkan pakaiannya, memakai kain kabung, keluar berjalan di tengah kota sambil melolong dengan suara nyaring dan pedih. Perintah raja yang disusun oleh Haman itu telah disahkan dengan cincin materai raja yang tidak bisa dibatalkan bahkan oleh raja sendiri. Kegemparan, kepedihan dan ketakutan terjadi di kalangan semua orang Yahudi di semua provinsi kerajaan Persia pada masa itu. Mereka berpuasa, berkabung, menangis dan meratap, ada yang mengenakan kain kabung dan abu. Redemptive Action Disisi yang lain, disinilah sebuah “puzzle” dalam hidup Ester perlahan mulai menampakkan bentuknya. Ester saat itu menjadi ratu di Persia, namun identitasnya sebagai orang Yahudi tersembunyi. Ada sebuah kesempatan untuk menolong, tetapi pintu kesempatan itu sangat sempit dan mungkin harus dibayar mahal dengan nyawanya sendiri. Ester bersedia maju untuk menyelamatkan orang Yahudi. Aksi Ester ini bisa termasuk dalam aksi redemptive yang didefinisikan oleh Praxis Lab sebagai “Wherever there is loss, brokenness, unfairness, injustice, waste, or harm—and someone willingly enters into the situation by bearing a cost or taking a risk to help the person, resource, or system to be restored or repaired—that’s redemptive action.”1 Banyak orang yang bertanya: “Mengapa saya ada di dunia ini?”, “Apa tujuan hidup saya?”. Belajar dari kitab Ester ini, yang dikenang pada diri Ester bukanlah statusnya sebagai ratu Persia dengan segala kemewahannya. Yang dikenang dalam diri Ester adalah keberanian dan pengorbanannya untuk menyelamatkan bangsa Israel dari sebuah genosida pemusnahan. Saya yakin, salah satu hal yang dikenang dalam hidup seseorang setelah ia mati adalah tindakan Redemptive yang dia lakukan selama hidup, bagaimana ia berkorban untuk menolong orang lain. Kita juga menarik refleksi kita kepada klimaks pelayanan Kristus di bumi melalui pengorbananNya di atas kayu salib untuk menebus orang berdosa, mengangkat kita dari kuasa maut dan membawa kita kepada hidup yang kekal. Karya penebusan-Nya (Redemptive work) adalah menebus kita menjadi anak-Nya, memulihkan kita dari kondisi yang mati dan rusak, menjadi ciptaan yang baru dan terluput dari kematian dan kengerian kekal. Dari sinilah kita bisa berefleksi tentang apa makna dari hidup. Doa puasa dan komunitas Di dalam kitab Ester, tidak ada nama Tuhan Allah disebut. Dalam kitab ini, kita juga tidak menemukan malaikat Tuhan yang membawa pesan atau Allah yang berfirman secara langsung. Tuhan tampaknya absen. Tetapi dalam kitab ini kita melihat Allah yang mengatur dan memegang kendali atas umat-Nya. Kondisi seperti ini juga bisa terjadi dihidup kita. Tetapi jika kita renungkan, ada banyak pekerjaan dan pimpinan Tuhan yang terjadi dalam hidup kita di tengah kondisi yang tampaknya Tuhan tidak hadir. Tuhan tetaplah memegang kendali. Cobalah mengambil waktu untuk mengingat kasih dan tuntunan Tuhan itu di masa-masa krisis anda itu! Di masa krisis, Ester meminta kepada Mordekhai agar semua orang Yahudi di puri Susa berpuasa tiga hari lamanya untuknya. Berpuasa bersama, berdoa dan meminta kepada Allah. Tiga hari yang cukup untuk berdoa, berkabung, tetapi juga untuk memikirkan langkah-langkah yang harus dilakukan. Bagaimana menyelesaikan sebuah yang permasalahan rumit ini? Tentu membutuhkan sebuah rencana, strategi yang hati-hati namun tepat. Bagaimana cara Ester menyampaikan kepada raja kondisi yang sesungguhnya? Menyelesaikan masalah dengan cara yang bijak Ester menunda hingga 3 kali perihal menyampaikan permohonannya kepada raja. Dia tidak tergesa-gesa, namun menunggu momentum yang tepat. Hingga pertanyaan ketiga kalinya, baru Ester menyampaikan isi hatinya. Kehati-hatian Ester dalam menyelesaikan masalah ini adalah hal yang penting, ia mengeksekusi apa yang sudah ia rencanakan dengan hati-hati. Poin yang penting dari permintaan Ester kepada raja adalah ia meminta perlindungan atas nyawanya, setelah itu ia meminta perlindungan atas bangsanya. Ester menyuarakan kebenaran atas apa yang sedang terjadi. Ia berdiri membela dan melindungi bangsanya. Tentulah raja tidak mau kehilangan permaisuri untuk keduakalinya karena sebuah “kesalahan” kebijakan yang ia buat sendiri. Ini akan membahayakan kerajaannya. Di saat itu raja meninggalkan anggurnya dan pergi ke taman untuk menenangkan hatinya. Dari kitab ini setidaknya kita belajar, serumit-rumitnya masalah, kita masih bisa mencari jalan keluar. Mungkin kita bisa ambil waktu seperti Ester untuk berpuasa dan berdoa, bersama orang percaya lainnya, untuk mencari penyelesaian atas masalah kita. Memang sangat penting bagi kita untuk mengambil waktu berdiam, berpuasa, berdoa, berefleksi dan mencari jalan keluar untuk permasalahan-permasalahan rumit yang sedang kita hadapi. Terlebih ketika kita ada di tengah dunia yang tidak mengenal Allah, ada banyak permasalahan yang muncul yang diluar kendali kita. Mungkin ada upaya-upaya yang berusaha untuk menekan bahkan menjatuhkan kita. Kita melihat Ester menggunakan cara pendekatan yang lembut, dialog, negosiasi untuk mempengaruhi sebuah kebijakan yang tidak bisa dirubah. Dia tidak menggunakan cara kekerasan, tetapi dia menggunakan seluruh potensi yang ada pada dirinya secara tepat. Penutup Tenaga medis adalah salah satu pekerjaan yang selalu diperhadapkan dengan situasi sulit antara hidup dan mati, sembuh dan sakit. Saya teringat sharing seorang adik dokter yang waktu itu baru masuk ke spesialis jantung bertahun-tahun yang lalu. Saya mengenalnya sebagai seorang yang sangat cerdas dan nilainya tertinggi di antara teman-temannya. Dia menceritakan bagaimana dia harus belajar membuat keputusan yang cepat ditengah emergency, padahal butuh waktu untuk menganalisis dengan hati-hati. Dan ini membutuhkan hikmat dan latihan. Salah satu dosen saya di Fuller Seminary, Michaella O’ Donnell, dalam bukunya menuliskan tentang pentingnya “action and reflection”. Ia mengatakan “the only way to keep moving forward is to reflect on where you’ve been.”2 Karena itu ia menekankan pentingnya ritme “action, reflection, action”.3 Di tengah kondisi yang sangat kacau setiap harinya kita tetap membutuhkan ritme untuk bekerja, beristirahat, waktu tenang, refleksi dan aksi agar kondisi kerohanian dan jiwa kita tetap terjaga. Selain itu, tetap penting bagi kita alumni untuk punya komunitas orang percaya yang ikut menjaga kita. Di tengah tantangan di kehidupan dunia sekuler yang kejam ini, kiranya kita bisa tetap mengambil peran menjadi pemimpin-pemimpin yang mengubah keadaan, ikut menjadi solusi atas berbagai permasalahan, dan membawa semakin banyak orang mengenal Tuhan lewat kesaksian dan pelayanan kita. /stl Referensi: Praxis, https://www.praxislabs.org/redemptive-entrepreneurship Michaela O'Donnell. Make Work Matter: Your Guide to Meaningful Work in a Changing World, (Grand Rapids: Baker Books, 2021), 113 Ibid, 114

  • RUU Kesehatan Omnibus Law: For Better or Worse

    Dunia ini bersama-sama mengalami pandemi COVID-19 selama lebih dari tiga tahun. Kesehatan dan ekonomi merupakan dua sektor yang menjadi perhatian pemerintah dalam menentukan kebijakan di tengah pandemi. Pada akhir tahun 2020 pemerintah Indonesia telah menerbitkan Omnibus Law Cipta Kerja untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menciptakan iklim investasi yang baik. Saat ini ketika kita memasuki era post pandemi, pemerintah sedang fokus membahas Omnibus Law di bidang Kesehatan. Omnibus Law merupakan metode pembuatan regulasi yang menghimpun sejumlah aturan dengan substansi yang berbeda-beda dalam satu paket hukum. Diharapkan produk yang dihasilkan dapat memberikan pengaturan yang lebih baik dan tidak bertentangan satu dengan yang lain. Proses pembentukan Omnibus Law Cipta Kerja maupun Omnibus Law Kesehatan tidak lepas dari gejolak di berbagai lapisan masyarakat yang saat ini memiliki interkonektivitas yang baik. Kedua hal tersebut memiliki tujuan yang baik; Omnibus Law Cipta Kerja menciptakan iklim investasi yang kondusif, sementara Omnibus Law Kesehatan berusaha menciptakan pemenuhan hak atas kesehatan yang merata di seluruh wilayah Indonesia. Seorang penulis dari Inggris, Arnold Bennett, mengungkapkan sebuah kalimat yang menjadi prinsip dasar konflik dalam perubahan, “Any change, even a change for the better, is always accompanied by discomforts.” Artikel ini berfokus pada Omnibus Law Kesehatan. Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, khususnya di bidang kesehatan, tentu kita semua merasa berkepentingan terhadap terbitnya Omnibus Law Kesehatan. Aturan ini akan menjadi dasar bagi kita untuk bertindak, memberikan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan, dan mengatur kehidupan profesi kita. Sebagai negara hukum dapat dikatakan bahwa Omnibus Law Kesehatan akan menjadi dasar kehidupan setiap profesi di bidang kesehatan dan payung bagi masyarakat Indonesia untuk mewujudkan hak atas kesehatannya. Saat ini dengan keyakinan penuh bahkan tanpa data kuantitatif, kita pasti sepakat bahwa kondisi berikut terjadi di Indonesia: 1) Distribusi sumber daya kesehatan, khususnya sumber daya manusia, tidak merata dan terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Bali serta kota-kota besar seperti ibu kota Provinsi; 2) Tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu di bidang kesehatan, baik pada jenjang sarjana, profesi, spesialis, maupun subspesialis; 3) Aturan hukum dan substansi yang seringkali tidak selaras di bidang yang berbeda; 4) Feodalisme, tribal culture, dan diskriminasi masih terjadi dalam bidang kesehatan. Tidak semua orang mendapatkan perlakuan yang sama dan adil dalam hal akses kesehatan maupun pendidikan kesehatan. Bila kita yakin dan sepakat terhadap permasalahan tersebut, maka kita juga harus meyakini bahwa pemerintah, organisasi profesi, dan masyarakat juga memiliki harapan untuk menciptakan ekosistem kesehatan yang lebih baik. Apa yang menjadi isu penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Kesehatan? Menyatukan perbedaan pendapat dari berbagai golongan masyarakat, organisasi profesi, dan pemerintah bukanlah hal yang mudah. Pada 28 November 2022 lima organisasi profesi yang terdiri dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Peratuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengajukan beberapa tuntutan: 1) menolak liberalisasi dan kapitalisasi di bidang kesehatan; 2) mendesak agar RUU tersebut dikeluarkan dari program legislasi nasional prioritas dan menolak adanya RUU Kesehatan; 3) menolak penghilangan dan pelemahan peran organisasi profesi yang ada. Dengan mengesampingkan ego setiap pihak, politik kepentingan, perebutan kekuasan, dan dampak finansial pribadi atau organisasi, maka apapun latar belakang kita seharusnya kita memiliki visi yang sama untuk perbaikan di bidang kesehatan. Dalam teori manajemen perubahan terdapat empat langkah yang perlu dilakukan untuk menginisiasi sebuah perubahan yang berhasil: 1) Meningkatkan keadaan yang mendesak (urgency), pada bagian sebelumnya kita telah mengetahui bahwa ada permasalahan besar di bidang kesehatan yang perlu segera diatasi; 2) Membangun tim pemandu (guiding coalition), artinya setiap pihak harus dapat berkolaborasi dengan baik dan adanya transparansi; 3) Mengembangkan visi, kepentingan dan keahlian setiap kelompok perlu diarahkan pada satu tujuan akhir yang memberikan manfaat terbaik bagi masyarakat; dan 4) Komunikasi untuk dukungan (buy-in), perlunya komunikasi yang baik khususnya di era interkonektivitas yang tinggi. Bagaimana sikap kita sebagai anak Tuhan dalam menanggapi isu tersebut? Kita perlu mengetahui bahwa setiap orang dan setiap kelompok memiliki kepentingan politik tertentu yang berguna untuk kebaikan bersama (political interests can never be separated in the long run for moral right- Thomas Jefferson). Atas dasar hal tersebut, maka sebelum menentukan posisi politik atau pendapat yang kita yakini, kita perlu mempelajari dan mengetahui dengan jelas latar belakang serta dampak dari pilihan yang kita ambil. Dalam dunia sekuler Plato pernah menyampaikan, “if you do not take an interest in the affairs of your government, then you are doomed to live under the rule of fools.” Bila kita tidak ikut ambil bagian dalam pembentukan regulasi yang ada, maka kita akan hidup dalam regulasi dan pimpinan orang bodoh. Mungkin saja kita tidak terlibat langsung dalam politik praktis, tetapi kita masih dapat berperan dalam memberikan opini, argumentasi, pendapat melalui media sosial, forum diskusi, maupun berbagai saluran lainnya. Tidak semua orang memiliki kesempatan untuk berkecimpung langsung dalam bidang politik dan pembentukan regulasi seperti Yusuf dan Daniel. Namun, setiap kita dapat menjadi orang yang mengambil bagian dalam menentukan keputusan Pilatus seperti saat kita memilih untuk membebaskan Barabas dan menyalibkan Yesus. Apakah kita tahu siapa Barabas dan Yesus? Apakah kita tahu konsekuensi dari pilihan kita? Sejak jaman Adam dan Hawa manusia telah diberikan kesempatan untuk memilih dengan bebas, kiranya Roh Kudus senantiasa menyertai kita dalam menentukan pilihan, khususnya dalam pembentukan regulasi yang mendasar bagi bidang kesehatan di Indonesia. *)Penulis saat ini bekerja sebagai dokter manajerial di RS UKRIDA /stl

  • Nutrisi bagi Jiwa

    “You are what you eat”, Anda tentu sering mendengar perkataan ini atau bahkan mungkin kerap mengatakannya saat mengedukasi pasien. Secara sederhana, kalimat tersebut mengandung pesan untuk bijak memilih dan memilah makanan yang Anda konsumsi karena nutrisi adalah salah satu faktor penting penentu kondisi tubuh kita. Sebagai tenaga kesehatan, kita tahu bagaimana mengatur pola makan yang sehat dan bergizi seimbang, bahwa kita harus membatasi asupan ultra-processed foods untuk mendapatkan tubuh yang tetap sehat. Namun, bagaimana dengan jiwa kita? Sudahkah kita memperhatikan asupan nutrisi bagi jiwa kita? Intake seperti apa yang kita berikan bagi jiwa kita – penuh nutrisi, lebih banyak junk food, atau justru kita sedang membiarkan jiwa kita kelaparan? Layaknya makanan secara fisik, ada makanan sehat dan makanan ”cepat saji” yang tersedia bagi jiwa kita. Makanan cepat saji menawarkan rasa puas dan memberikan energi sesaat, tetapi dapat merugikan bila dikonsumsi terus menerus. Dunia di sekitar kita penuh dengan hal ini dan kita dapat mengaksesnya dengan mudah, bahkan dalam genggaman tangan. Mari mengevaluasi diri, saat kita membuka ponsel, apa yang biasanya kita baca, dengar, atau tonton? Apakah kita kerap melarikan diri dari kesibukan, kebosanan, rasa penat dengan scrolling media sosial tanpa henti atau melihat video/film/konten hiburan sampai lupa waktu? Tentu bukan berarti konten-konten tersebut salah dan tak boleh sama sekali dinikmati. Namun, hal-hal tersebut kerap kali hanya memenuhi pikiran dan jiwa kita dengan janji dan pengharapan palsu. Saat melihat kehidupan orang lain atau selebriti yang begitu sukses dan penuh pencapaian, kita mungkin saja berpikir bahwa kesuksesan dan pencapaianlah yang membuat hidup seseorang jadi lebih berarti dan bahagia. Dan jika kita mengisi pikiran kita dengan hal tersebut terus menerus, pada akhirnya kita akan berakhir dengan kekosongan dan hati yang semakin hampa. Tak hanya itu, terlalu banyak mengonsumsi junk food bagi jiwa juga akan perlahan-lahan mengurangi hasrat untuk menikmati makanan sejati yang sebenarnya diperlukan jiwa kita. Makanan bernutrisi bagi jiwa Dalam Alkitab tertulis, ”Manusia hidup bukan dari roti saja, melainkan dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah” (Matius 4:4, Ulangan 8:3). Jiwa kita diciptakan sedemikian rupa untuk bertumbuh dan disegarkan oleh janji-janji Allah sendiri. Dan di dalam Yesus Kristus, Sang Firman yang menjadi daging (Yohanes 1:1), semua janji Allah tersebut digenapi (2 Korintus 1:20). Kebenaran inilah yang menjadi makanan bernutrisi bagi jiwa kita, menjadi antidotum melawan paham-paham dunia yang merasuki pikiran kita. Di dalam Kristus, kita menemukan identitas diri, siapa kita di hadapan Allah – pendosa yang telah ditebus oleh darah Kristus sendiri, diselamatkan dari murka Allah (Roma 5:9) untuk masuk ke dalam anugerah-Nya. Kristuslah kebenaran kita dan harta yang paling berharga, bukan materi, karier, gelar, pencapaian, seperti yang dipertontonkan dunia ini. Di dalam Kristus, ada pengharapan sejati dan sukacita penuh yang ditawarkan bagi kita (Yohanes 15:11). Segala kebenaran yang indah ini dapat kita temukan di dalam Alkitab. Diet starts now Kita mungkin sering berkelit ”Diet mulai besok” saat memulai komitmen untuk makan lebih sehat. Namun untuk jiwa kita, diet sehat harus dimulai saat ini juga. Jika Anda merasa hambar saat membaca firman Tuhan, tak ada hasrat untuk bernyanyi lagu-lagu Kristiani yang baik, atau khotbah hari Minggu berlalu begitu saja, akuilah di hadapan Tuhan dan mintalah pertolongan Roh Kudus untuk membangkitkan hasrat jiwa Anda akan Dia. Kemudian, ambillah langkah konkrit dengan mulai rutin kembali membaca Alkitab, bacalah buku-buku rohani yang baik, dan dengarkan lagu-lagu himne Kristen. Bersabarlah dalam prosesnya dan jangan berhenti meski terasa lambat atau sulit. Dia adalah Allah yang bersedia untuk ditemui dan setia pada janji-Nya. Dalam anugerah-Nya, Dia sendiri yang akan menolong kita untuk pada akhirnya dapat mengecap dan melihat kebaikan serta kesetiaan-Nya (Mazmur 34:8). *Penulis adalah seorang ibu rumah tangga penuh waktu /stl

  • Kasih yang Terlupakan

    Sedang bingung menentukan pilihan hidup selepas lulus kuliah? Anda tak sendiri! Ketika kita sudah menyelesaikan masa studi, kita diperhadapkan dengan berbagai pilihan. Kita bisa memilih: apakah melanjutkan studi, menjadi peneliti, bekerja di kota atau pedalaman, bekerja di bagian fungsional atau struktural, dan pilihan lainnya. Keputusan yang kita ambil itu, dipengaruhi harapan dari keluarga, kondisi ekonomi, pasangan hidup, atau situasi lainnya yang tentu akan berbeda antara satu orang dengan yang lain. Kalau ditanya oleh teman atau keluarga tentang apa langkah selanjutnya yang akan diambil, mungkin kita familiar dengan jawaban, “sedang menggumulkan”. Pertanyaannya, ke manakah kecenderungan hati kita, saat bergumul mengenai pilihan hidup kita? Apakah kepada pilihan yang lebih menguntungkan karir kita, zona nyaman kita, atau kepada ketaatan kita untuk menjalankan kehendak Allah dalam hidup kita, karena kita mengasihi Dia dan umat-Nya? Ketika memasuki dunia pekerjaan, kita diperhadapkan dengan berbagai pandangan dunia melalui orang-orang di sekitar kita. Tak dimungkiri, lingkungan kerja dan rutinitas dapat mempengaruhi cara pandang kita juga, termasuk cara pandang terhadap pekerjaan kita. Kita bisa terjebak melihat pekerjaan atau yang kita lakukan saat ini sebagai batu loncatan untuk mencapai ambisi pribadi kita, sehingga jatuh ke dalam kompromi untuk mencapai tujuan pribadi. Di sisi lain, kita akan menjumpai tantangan dalam pilihan yang sedang kita jalani, seperti kendala dalam studi, tempat praktik yang tidak ideal, merasa mengerjakan hal yang tidak sesuai dengan passion, berbenturan dengan rekan kerja atau regulasi di tempat kita bekerja, situasi yang berlawanan dengan hati nurani, berkurangnya waktu untuk beribadah, dan tantangan lainnya. Kesulitan yang kita hadapi membuat kita berpikir apakah langkah yang kita ambil adalah benar atau sebuah kesalahan, sehingga kita tergoda untuk berhenti berjuang. Kita menjadi lupa akan peran kita sebagai saksi Allah untuk menyatakan kasih-Nya di tengah dunia ini. Mungkinkah tantangan tersebut merupakan cara Allah untuk menguji kembali motivasi kita, dalam mengambil pilihan dalam hidup dan bagaimana kita menjalaninya? Apakah rutinitas, kesibukan, dan ambisi mengalahkan kasih kita kepada Allah dan sesama kita? Padahal. kasih kepada Allah dan sesama merupakan hukum yang terutama yang Tuhan Yesus ajarkan (Matius 22:34-40). Yesus sendiri telah memberikan teladan bagaimana ditengah kesibukan-Nya mengajar di berbagai tempat, Ia mau melihat dan hati-Nya tergerak oleh belas kasihan untuk menolong orang-orang yang terlantar, orang-orang buta, orang sakit kusta, dan janda. Namun, lebih daripada itu, karena ketaatan-Nya terhadap kehendak Bapa dan kasih kepada manusia, Ia memberikan diri-Nya untuk menebus kita dengan mati di atas kayu salib. Bagaimana dengan kita? Apakah kita juga mau taat kepada kehendak Allah, melihat apa yang menjadi kebutuhan sekitar kita, dan tergerak oleh belas kasih untuk menolong? Apakah pilihan-pilihan yang kita ambil dalam hidup yang singkat ini telah digerakkan oleh kasih ataukah oleh ambisi pribadi kita? Kiranya kasih yang sudah kita terima dari Allah, terus menggerakan kita untuk semakin mengasihi Dia dan yang dikasihi-Nya. *Penulis saat ini bekerja di sebuah rumah sakit swasta di Bandung /stl

  • Pahlawan di Tengah Kerapuhan: Eksposisi Ester bagian 1

    Kemewahan yang berakhir pahit Kitab Ester diawali dengan pertunjukkan kemewahan yang sangat luar biasa. Ahasyweros, raja Persia ke-lima, menguasai 127 daerah dari India hingga Etiopia. Setelah tiga tahun berkuasa, ia memamerkan semarak kemuliaan dan kebesaran kerajaannya berhari-hari hingga enam bulan lamanya. Raja Ahasyweros melanjutkan dengan tujuh hari perjamuan secara khusus untuk seluruh rakyatnya di puri Susan. Pesta taman itu didekor dengan tirai kain-kain halus terbaik berwarna putih, biru, ungu di tiang-tiang marmer putih. Tempat tidur dari emas dan perak ditempatkan di atas lantai pualam dan marmer putih, dengan mutiara dan batu-batu permata. Piala emas beraneka bentuk dan warna digunakan untuk menyajikan anggur yang berlimpah-limpah, semua orang bisa minum anggur dengan bebas. Masih dalam pengaruh anggur, raja meminta ratu Wasti untuk mengenakan mahkota kebesaran dan memamerkan kecantikannya kepada seluruh rakyat di puri Susan. Namun, Ratu Wasti menolak. Pesta pora yang berlimpah itu harus berakhir menyakitkan dengan perintah ratu Wasti dibuang. Sebuah tragedi pahit di ujung festival perayaan yang besar. Ester menjadi Ratu Persia Ester, nama aslinya Hadasa, salah satu orang buangan keturunan Yahudi kehilangan kedua orang tuanya ketika ia masih kecil. Ia diadopsi, diangkat menjadi anak dan dipelihara oleh sepupunya sendiri, Mordekhai. Mordekhai dan Ester lahir di tanah Persia, mereka adalah keturunan orang-orang Yahudi yang dibuang ke Babel di zaman raja Nebukadnezar. Siapa sangka, Ester, seorang yatim piatu yang dibesarkan oleh sepupunya sendiri ini di kemudian hari terpilih menjadi ratu Persia menggantikan Wasti. Siapa sangka Ester juga menjadi pahlawan penyelamat bagi orang Yahudi pada masa itu. Ester terpilih diantara banyak gadis tercantik dan terbaik dalam seleksi ratu Persia. Kecantikan dan karakter, inilah yang dimiliki Ester. Tangan kasih karunia Tuhan menghantarkannya masuk ke dalam istana raja Persia. Situasi Politik Bisa Cepat Berubah Haman orang Agag merupakan orang kedua setelah raja dalam kerajaan Persia, ia diberikan posisi paling tinggi diantara semua pembesar raja (Ester 3:1). Haman ingin memusnahkan seluruh orang Yahudi karena Mordekhai, orang Yahudi, satu-satunya yang tidak berlutut menyembah ketika ia melewatinya. Bukan hanya ingin memusnahkan, ia juga ingin merampas harta benda semua orang Yahudi di seluruh Kerajaan Persia. Raja mengabulkan permintaan Haman bahkan memberikan cincin materai kerajaan, yang keputusannya tidak bisa ditarik oleh siapapun termasuk raja sendiri. Namun, kondisi politik bisa cepat terbalik. Posisi Haman kemudian menjadi orang yang dieksekusi dengan hukuman gantung karena arogansi dan kesalahannya. Ester menang dengan menggunakan seni politik yang cantik. Bangsa Israel, bangsa buangan yang sangat rapuh, tidak punya kekuatan, namun bisa menjadi kuat dan mengalahkan musuh-musuhnya melalui kepahlawanan seorang wanita: Ester. Cerita penyelamatan Ester ini dirayakan oleh seluruh kaum Yahudi di seluruh dunia sampai hari ini dalam hari raya sukacita “Purim”. Rabi Meir Soloveichik menuliskan di New York Times bahwa perayaan Purim menandakan betapa rapuhnya keamanan orang-orang Yahudi, tetapi juga menggambarkan hadirnya kepahlawanan ditengah kerapuhan. “For such time like this” Seringkali, “For such time like this..” (Ester 4:14, NIV), dibutuhkan orang-orang yang bersedia keluar dari zona nyaman dan aman dirinya untuk berkorban bagi orang lain, seperti Ester. Jika dipikir, kemewahan kerajaan Persia yang dinikmatinya sebagai ratu bisa menjadi alasan yang cukup untuk mengambil posisi aman. Identitasnya tidak dikenal sebagai orang Yahudi. Sangat besar kemungkinan Ester lolos dari maut. Dalam kondisi bangsanya yang sangat terjepit, antara hidup dan mati, Ester meminta kepada Mordekhai agar semua orang Yahudi di Susan berkumpul dan berpuasa untuknya (tidak makan dan minum selama tiga hari). Ester tidak egois. Dia tetap ingat identitasnya, jati dirinya, dan bangsanya. Dia bertekad untuk maju menyelesaikan keadaan krisis itu: ”If I perish, I perish” (”Kalau terpaksa aku mati, biarlah aku mati” (Ester 4:16)). Kitab Ester mengingatkan kita tentang pentingnya doa dan puasa khususnya dalam situasi-situasi dan keputusan yang sulit. Bisa saja kondisi seperti ini juga kita alami. Ketika kondisi terancam, keadaan yang sangat sulit, keterpurukan yang belum pernah kita alami sebelumnya, bahkan dalam kondisi antara hidup dan mati. Doa menjadi bagian yang sangat penting diiringi dengan perencanaan yang matang dan eksekusi yang hati-hati. Saya teringat satu beberapa bulan yang lalu ada kabar seorang adik KTB, seorang dokter yang sedang bertugas di sebuah rumah sakit, sedang kritis karena terserang virus tertentu. Dari jarak jauh lewat telpon kami membuat sebuah persekutuan doa kecil dengan teman-temannya beberapa hari selama masa kritisnya. Saya ingat kadang saya berdoa sambil menggendong keponakan saya yang berusia enam bulan yang dititip di rumah kami. Sambil berharap suatu waktu saya bisa bertemu kembali dengan adik yang sedang kritis ini. Tuhan menjawab doa kami, adik ini berangsur pulih. Pengorbanan Ester mengingatkan kita pada gambaran Karya Keselamatan dalam Kristus yang datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia berdosa dari hukuman kematian kekal. Penghakiman kekal itu akan dihadapi oleh seluruh umat manusia, tidak ada yang terluput. Kemenangan Kristus atas maut ini kita rayakan dengan sukacita. Namun, tidak ada satupun kemewahan perjamuan manusia yang bisa menggambarkan sukacita dalam diri kita akan Karya Keselamatan melalui pengorbanan Kristus di Kayu Salib. Satu perjamuan yang diajarkan Kristus untuk mengenang Karya Penebusan-Nya adalah perjamuan sangat sederhana, roti dan anggur, melalui Perjamuan Kudus. Dari Kitab Ester, ada beberapa pelajaran penting yang dapat kita petik: Tetap memberikan yang terbaik di tengah kerapuhan dan keterbatasan Menggunakan setiap kesempatan yang terbuka di depan kita dengan sebaik mungkin Berdoa dan puasa untuk mencari pimpinan Tuhan Membuat perencanaan dan eksekusi yang matang dan hati-hati Terbuka terhadap pimpinan Tuhan meskipun hal itu berarti kita harus keluar dari zona aman dan nyaman kita Bersedia mengambil resiko untuk kebenaran Bersedia berkorban demi kepentingan orang lain Tetaplah sederhana. Kiranya di tahun yang baru ini, tahun politik 2023, kita bisa mengingat hal penting dari kitab Ester: meskipun kita rapuh, bersama Tuhan masih ada kesempatan bagi kita untuk berkemenangan. Amin. /stl Referensi: NIV Life Application Study Bible; Zondervan: Grand Rapids Michigan, 1997 Bechtel, C. M.; Bechtel, C. M. Esther; Interpretation, a Bible Commentary for Teaching and Preaching; Westminster John Knox Press: Louisville, Ky., 2002. https://www.nytimes.com/2020/03/08/opinion/queen-esther-purim.html

  • Bertahan, Jangan Kasih Kendor!

    Tahun 2022, bukan menjadi tahun yang mudah untuk di jalani. Tantangan bahkan kesulitan selalu ada dan setiap hari kita selalu berjuang untuk bertahan. Mungkin kita mengharapkan lebih sedikit kesulitan dan air mata di tahun yang baru. Namun, tidak ada jaminan juga tahun 2023 akan menjadi tahun yang lebih mudah. Kondisi dan situasi seringkali tidak menentu. Pandemi masih belum dituntas, sudah muncul isu resesi yang menambah kegelisahan hati. Entah dimana fase kita berada saat ini, namun kita masih bisa selalu berpegang pada satu pengharapan yang pasti. Alkitab pun diisi dengan kisah orang-orang yang mengalami rasa sakit, penderitaan, kesulitan, bahkan kehilangan yang luar biasa. Mereka tetap bertahan karena mengetahui bahwa Allah selalu memegang janji-Nya. Ibrani 11 telah memberikan kita rekam jejak para saksi iman yang mendorong kita untuk bertahan bahkan maju bukan untuk berhenti atau menyerah. Kita perlu bertahan dalam iman kepada Yesus Kristus, bahwa sekalipun ada rasa sakit, kesedihan, kekecewaan, Tuhan dapat mengubahkan menjadi suatu kebaikan. Sekarang pertanyaannya, bagaimana agar bisa bertahan? Belajar dari Abraham: Ketaatan Tanpa Kompromi Kita dapat belajar sperti Abraham yang taat ketika Tuhan memintanya untuk pergi tanpa ia tahu tujuannya. Tidak sampai disitu, Abraham juga memilih untuk percaya ketika Tuhan berjanji akan memberikan banyak keturunan walau sudah menua. Bayangkan apa yang Abraham pikirkan ketika suatu hari Tuhan memintanya untuk mempersembahkan putra yang telah dia nantikan selama bertahun-tahun sebagai korban. Namun, Abraham tetap taat bahkan percaya bahwa Tuhan akan menyediakan seekor anak domba pengganti. Terkadang, kita cenderung memilih untuk meratapi dan mengasihani diri ketika menghadapi sebuah kondisi. Tak jarang pula kita ragu-ragu dan takut melangkah. Kita memerlukan iman yang beresiko seperti Abraham. Iman sekalipun tidak ada dasar atau bukti kasat mata dari kisah sebelumnya tentang kebangkitan orang mati. Abraham tetap taat dan bersiap untuk menyembelih Ishak. Pada akhirnya Tuhan memang menyelamatkan Ishak dan menyediakan anak domba sebagai gantinya. Tuhan menginginkan ketaatan penuh Abraham. Iman Abraham adalah iman yang tidak menyerah, berani mengambil tindakan, dan bergerak maju. Iman karena sungguh-sungguh percaya kepada janji Tuhan. Iman yang membuahkan ketaatan tanpa kompromi. Belajar dari Yusuf: Tidak Berhenti Percaya Yusuf merupakan anak kesayangan Yakub dan anak satu-satunya yang diberikan jubah indah. Namun kemudian, berturut-turut Yusuf mengalami kepahitan dan kekecewaan oleh orang disekelilingnya. Dia di jual, menjadi budak di Mesir, difitnah, dikhianati, bahkan dipenjara. Tetapi, tidak peduli apa yang dia alami, Yusuf tidak pernah berhenti mempercayai Tuhan dan Tuhan tidak pernah berhenti menunjukkan kebaikan dan cinta kepadanya. Yusuf pun mendapat promosi jabatan di Mesir dan pada akhirnya, dia menyelamatkan ribuan orang dari kelaparan selama tujuh tahun, termasuk saudara-saudaranya. Setiap pengalaman menyakitkan dari masa lalu Yusuf, mempersiapkan dia untuk tujuan masa depan yang akan berdampak pada kehidupan banyak orang. Setiap fase hidup kita ini hanyalah kepingan puzzle. Kita tidak bisa melihat gambaran utuh, kita bahkan tidak bisa tahu apa rencana Tuhan berikut. Beberapa pengalaman hidup Yusuf mungkin pernah kita alami. Dikhianati oleh seorang yang dipercaya atau mungkin kita bertanya-tanya mengapa hidup kita dipenuhi dengan kekecewaan dan kesulitan. Apa pun yang kita hadapi, Tuhan tidak pernah berhenti bekerja dalam hidup kita untuk mendatangkan kebaikan. Kita tidak bisa melihat dengan jelas apa yang ada di depan, tetapi kita bisa berjalan selangkah demi selangkah bersama Firman Tuhan yang menjadi pelita kaki kita. Sesulit apa pun yang akan kita hadapi, Tuhan akan terus menunjukkan kebaikan dan kasih sayang saat kita terus berjalan bersama-Nya. Taat dan percaya adalah kunci untuk kita bertahan. Belajar dari Daud: Jujur Kepada Tuhan Daud menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk melarikan diri dari Saul yang berulang kali mencoba membunuhnya. Selama waktu ini, Daud meratap kepada Tuhan: dia berbicara jujur ​​tentang situasinya sambil berpegang pada harapan bahwa Tuhan akan memulihkannya. Ketika kita mulai merasa terjebak dalam situasi sulit, bersedih hati atau berduka, mulailah untuk mengakui dan mengungkapkan semua kepada Tuhan. Seperti Daud yang mengungkapkan kesedihannya, disitulah Daud menemukan kesetiaan Tuhan. Berfokus pada kesetiaan Tuhan mengingatkan Daud akan karakter Tuhan, dan mengetahui karakter Tuhan membantunya berpegang pada harapan. Tuhan yang sama yang menolong Daud, juga akan menolong kita. Pengalaman Daud menjadi seorang buronan sebenarnya melatihnya untuk menjadi pemimpin dan pejuang yang dibutuhkan Israel. Kemunduran yang dialaminya memperkuat karakternya. Itulah sebabnya, apa pun yang dihadapi, berpegang lah pada harapan ini: Yesus dapat mengubah kemunduran dan kesedihan kita menjadi kebaikan untuk kemuliaan-Nya. Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Roma 8:28 (TB) Akhir kata, tetap lah jaga perspektif kita. Jangan menyerah. Jalani selangkah demi selangkah. Buanglah mentalitas korban yang selalu menggerutu dan mengeluh. Lihatlah hal yang bisa kita syukuri, dan seperti ayat dalam FIlipi 4 “…semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” Bertahan, jangan kasih kendor! Cukuplah kasih karunia itu buat kita. Pilihannya ada pada kita, mau ditaklukan atau menaklukan kesulitan? Selamat memasuki tahun yang baru! *Penulis bekerja dalam bidang manajemen di salah satu grup rumah sakit swasta /stl

Hubungi Kami

Dapatkan update artikel SAMARITAN terbaru yang dikirimkan langsung ke email Anda.

Daftar menjadi Samareaders sekarang!

Instagram
Facebook
Media Samaritan
Media Samaritan

 Media Samaritan 2022

bottom of page