top of page

Kebebasan Melalui Self-Forgetfulness


Judul : The Freedom of Self-Forgetfulness: The Path to True Christian Joy

Penulis : Timothy Keller

Halaman : 48 pages

Penerbit : 10Publishing, 2012


Cukup sulit mencari padanan kata “self-forgetfulness” dalam bahasa Indonesia yang singkat tanpa mengurangi maknanya. Self-forgetfulness menekankan pentingnya orientasi pada apa kata Tuhan daripada opini orang lain bahkan opini kita sendiri. Dalam buku ini, Tim Keller mengulas self-forgetfulness sebagai tanda hidup yang telah bertransformasi.


Kita sebagai manusia dihadapkan pada dua potensi cara pandang ekstrim yang perlu diwaspadai. Cara pandang yang terlalu tinggi terhadap self esteem (umumnya diterjemahkan sebagai “harga diri”), merupakan penyebab dari banyak permasalahan. Di jaman kuno, jemaat Korintus saling membanggakan diri sebagai murid dari Apolos, sebagian membanggakan Paulus, sehingga berpotensi perpecahan dan konflik horizontal yang akhirnya memicu teguran dari Paulus. Begitu juga sebaliknya, cara pandang yang terlalu rendah terhadap self esteem juga problematik. Kita dapat melihat orang melakukan kriminalitas, melakukan penganiayaan, kecanduan, yang jika ditelisik disebabkan oleh rasa tidak puas atas citra dirinya. Membangun identitas di atas cara pandang yang keliru, baik terlalu tinggi maupun terlalu rendah memandang citra diri, adalah ibarat balon. Meski tampak berisi, balon hanya kosong berisi angin; ia juga “membengkak” yang menyakitkan; serta “mudah meletus” alias rapuh.


Dengan demikian, cara pandang yang tepat terhadap self-esteem menjadi kunci. Ini akan menjauhkan kita dari overthinking sehingga membuat kita terbebas dari intimidasi pikiran yang tidak perlu. Paulus menunjukkan bagaimana Injil telah mengubahkan caranya memandang harga dirinya dan identitasnya. Egonya berubah total setelah mengalami perjumpaan dengan Kristus. Cara pandang Paulus mengenai dirinya tidak terikat pada penilaian orang lain terhadap Paulus. Namun sebaliknya juga tidak lantas Paulus mengikuti opini dirinya sendiri. Adalah jebakan juga jika kita hidup menurut standar pendapat kita sendiri, yang menjadikan kita keras kepala dan menghalangi diri menjadi pribadi yang lebih baik. Paulus hanya peduli terhadap penilaian Tuhan atas dirinya. Perlu diperhatikan bahwa hal ini tidak ada kaitannya dengan dosa. Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa, dan di antara mereka akulah, kata Paulus, yang paling berdosa. Dosanya dan identitasnya tidak saling berhubungan. Paulus menolak mencampurkannya. Dia tidak ingin naturnya sebagai orang berdosa menghancurkan cara pandangnya terhadap citra dirinya.


Ini tesnya: orang yang self-forgetful tidak akan sedemikian sakit hati karena kritik. Kritik tidak akan menghancurkannya, tidak akan mengganggunya. Orang yang hancur karena kritik menandakan bahwa ia menaruh terlalu banyak kepeduliannya pada pikiran orang lain. Demikian sebaliknya, orang juga bisa hancur justru karena orang tidak mau mendengar kritik sama sekali. Mereka tidak belajar dari kritik karena tidak peduli. Orang yang self-forgetful mendengarkan kritik dan melihatnya sebagai peluang untuk perbaikan. Terdengar idealis memang, namun sebetulnya ini merupakan akibat logis dari pengenalan akan Tuhan. Semakin kita mengerti Injil maka sudah sepantasnya kita semakin ingin berubah ke arah yang lebih baik.


Paulus memberikan teladan dan menunjukkan cara mengalami transformasi cara pandang terhadap diri sendiri. Paulus, dan semestinya kita juga, meyakini ultimate verdict bahwa kita berharga di mata Tuhan dan hanya penilaian Tuhanlah yang berarti bagi kita. Tidak seperti worldview lain dimana kita berbuat baik demi memperoleh perkenanan Tuhan. Dalam kekristenan perkenanan Tuhanlah yang terlebih dahulu menuntun kita pada pertobatan dan buah yang baik dalam hidup kita. Tuhan terlebih dahulu mengasihi dan menerima kita, sehingga kita tidak perlu mempesona siapapun untuk membuat kita nampak lebih baik. Self-forgetfullnes menjadi tanda transformasi hidup dan cara pandang terhadap citra diri, sehingga kita tidak perlu membangun identitas kita di atas kekosongan, yang kemudian menjadikan hidup kita dapat seturut dengan kehendak Allah.



/stl



121 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page