top of page
Writer's pictureSamaritan PMDN

Apakah Bayi Tabung dapat Menjadi Pilihan bagi Orang Kristen?

dr. Kurnia Baraq, M.Med** dan Dr. dr. Lydia Pratanu, MS***



Pada tahun 1978, dunia digemparkan oleh kelahiran bayi Louis sebagai bayi tabung pertama. Kala itu, tuba fallopi yang tersumbat menjadi latar belakang utama In Vitro Fertilization (IVF) dilakukan – saat ini, hal tersebut tidak lagi menjadi satu-satunya motivasi, dimana perkembangan teknologi molekuler terjadi sangat pesat. Proses bayi tabung, sejak awal menjadi sarang dari berbagai isu etik yang memicu banyak perdebatan oleh berbagai kalangan termasuk orang Kristen.


Infertilitas bukanlah suatu hal yang asing dalam kekristenan. Alkitab cukup sering mencatat tentang infertilitas – simak saja Abraham dan Sarah, Hana dan Elkana, dan lain sebagainya. Pasutri Kristen yang rindu menggenapi mandat Allah untuk berkembang biak dan bertambah banyak namun menghadapi masalah infertilitas pada akhirnya diperhadapkan dengan opsi IVF bilamana berbagai opsi lainnya terbukti tidak berhasil. Sebagian dari kita mungkin akan langsung berkata tidak. Tapi, penulis ingin mengajak kita belajar beberapa proses dari IVF yang sarat dengan berbagai isu etik sebelum mengambil keputusan.


Pasangan yang akan melalui proses bayi tabung terlebih dahulu harus menjalani pengobatan untuk memperbaiki kualitas sperma bagi laki-laki dan super ovulasi untuk menghasilkan lebih banyak telur bagi perempuan. Selanjutnya, sampel sperma dikeluarkan dengan cara masturbasi dan sejumlah telur yang dihasilkan akan diambil secara langsung melalui proses ovum pick up. Proses fertilisasi di laboratorium mulai terjadi di tahap selanjutnya. Untuk meningkatkan angka keberhasilan terjadinya pembuahan, satu sperma hidup disuntikkan ke pusat sel telur (sitoplasma) yang telah matang (Intracytoplasmic Sperm Injection (ICSI)) dan dikulturisasi sampai mencapai tahapan blastocyst yang terdiri dari 50 – 200 sel untuk dilakukan pre-implantation genetic screening (PGT) yang bertujuan untuk mengidentifikasi terjadinya aneuploidy (PGT-A) yaitu keadaan kekurangan ataupun kelebihan kromosom seperti down syndrome, monogenic disease (PGT-M) yaitu keadaan seperti thalassemia, dan structural abnormalities (PGT-S). Tahapan ini dimungkinkan ketika teknologi sequencing merambah masuk ke dunia kesehatan. Sampel yang digunakan adalah trophectoderm yang merupakan lapisan terluar blastocyst dancikal bakal plasenta. Bila tidak ditemukan masalah dalam screening tersebut maka embrio akan diimplantasi ke dinding rahim dan perkembangan kehamilan secara normal akan dilewati oleh calon ibu tersebut. Sebaliknya, bila ditemukan masalah, menghancurkan embrio menjadi pilihan.


Lalu, bagaimana perspektif kita sebagai orang Kristen?

Kita percaya bahwa setiap individu merupakan mahakarya unik yang diciptakan Tuhan, tetapi kemudian rusak akibat dosa dan akhirnya sangat rentan mengalami berbagai penyakit serta kecacatan. Dalam hal ini, penggunaan teknologi medis dapat dianalogikan dengan restorasi seni yang menggunakan teknologi canggih dan terkadang invasif untuk mengembalikan sebuah mahakarya. Yang perlu digarisbawahi adalah hasil akhir dari restorasi seni adalah dikembalikannya mahakarya tersebut sesuai dengan niat seniman aslinya. (Wyatt, John. Matters of life and Death, IVP, 2014)


Pemanfaatan teknologi reproduksi IVF untuk memulihkan fungsi reproduksi seorang perempuan yang merupakan sebuah mahakarya yang ‘rusak’ akibat infertilitas dapat dilihat sebagai pemulihan suatu ciptaan. Teknologi IVF tidak diperkenankan mengubah desain asal dari the genetic mother, the carrying mother, and the social mother – sebagai desain yang kita percayai dalam iman Kristiani. Dengan kata lain, anak yang lahir melalui teknologi IVF adalah buah persatuan kasih yang secara genetika berasal dari sel sperma dan sel telur kedua orangtuanya sebagai pasangan suami istri dalam pernikahan yang saling mengasihi, dan kemudian dikandung dan dilahirkan oleh ibunya sendiri. Proses bayi tabung pada akhirnya merupakan alat bantu saat organ reproduksi mengalami ketidakmampuan untuk menghasilkan keturunan.


Teknologi IVF, perubahan desain, dan nasib embrio

Kecanggihan teknologi reproduksi telah membuka peluang terhadap keinginan berdosa manusia untuk mengubah desain Sang Pencipta. Penggunaan donor sel telur, donor sperma, dan bahkan ibu pengganti atau yang kita kenal sebagai surrogate mother telah benar-benar mengubah desain Allah sebagai Pencipta. The God given system of a person dimulai dari pertemuan sperma dan sel telur, sehingga perubahan terhadap esensi pernikahan pria dan wanita yang mencerminkan ikatan hubungan Allah Tritunggal bukanlah ide yang benar.


Selain itu, seleksi embrio, pembekuan embrio cadangan untuk reinsertion bila terjadi kegagalan implantasi, dan screening embrio terhadap berbagai kondisi patologis juga menjadi dilema etik yang tidak bisa diabaikan. Kebanyakan nasib akhir dari embrio-embrio tersebut hanya seputar: tetap dipertahankan untuk berkembang atau dimusnahkan (tentunya dengan persetujuan pemilik embrio tersebut). Alkitab sangat jelas mengajarkan kita untuk menghargai kehidupan sejak dalam kandungan. Menghargai setiap jiwa manusia yang telah diciptakan segambar dan serupa dengan Allah dimana Allah-lah sebagai sumber hidup dan Pencipta, bukan manusia. Mazmur 139:13, “Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku”.


Penutup

Bagi orang Kristen, bayi tabung tidak terbatas tentang boleh atau tidak. Sudah seharusnya sebagai pasangan yang bergumul untuk mempunyai keturunan ataupun kita sebagai tenaga medis dan juga seorang Kristen untuk mempunyai pengetahuan yang komprehensif terkait teknologi reproduksi ini. Tentu, iman kita kepada Kristus dan pengetahuan tidak boleh dipisahkan. Karena itu, setiap kemajuan teknologi harus berpedoman pada prinsip memuliakan Allah termasuk teknologi IVF yang kita percaya merupakan anugerah Allah sebagai teknologi restoratif yaitu pemulihan ciptaan sesuai dengan desain Sang Pencipta.


*Ditulis dr. Kurnia Baraq, dari seminar “Bayi tabung dan perspektif Kristen” pada 6 Maret 2023 oleh Dr. dr. Lydia Pratanu, MS

**Penulis bekerja di NGO bidang HIV di Jabodetabek

***Penulis bekerja di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta


/stl


1,402 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


Hubungi Kami
bottom of page