119 results found with an empty search
- Perawat Masa Kini: Tantangan dan Pergumulannya
Profesi perawat merupakan salah satu bagian dari tenaga kesehatan dengan proporsi terbanyak di Indonesia. Data Kementerian Kesehatan tahun 2022 yang diolah Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tenaga kesehatan di Indonesia mencapai 1,4 juta orang. Dari jumlah tersebut, paling banyak adalah perawat dengan jumlah 563 ribu orang. Hal ini mencerminkan bahwa perawat mempunyai peran yang penting terhadap peningkatan mutu pelayanan kesehatan baik di area pelayanan rumah sakit maupun di puskesmas. Ada beberapa tantangan yang dihadapi perawat saat ini, antara lain: Banyaknya pendidikan tinggi keperawatan yang tidak terstandar Hal ini mempengaruhi kemampuan perawat baru dalam memberikan pelayanan yang profesional dan mempengaruhi kemampuan adaptasi perawat di dunia kerja. Oleh karena itu pentingnya pemerintah memperhatikan standar berdirinya suatu Lembaga Pendidikan Kesehatan (Keperawatan). Saat ini mayoritas pendidikan perawat masih diploma, oleh karena itu pemerintah dan pihak rumah sakit memberikan kesempatan perawat dalam melanjutkan pendidikan ke jenjang Ners atau Magister Keperawatan sehingga perawat mampu bermitra dengan dokter dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Persepsi perawat adalah “pembantu” dokter hanya bisa dihilangkan dengan peningkatan pendidikan dan kompetensi perawat. Harapan pasien terhadap pelayanan yang lebih baik. Adalah harapan setiap pasien untuk menerima pelayanan kesehatan yang baik. Ketika mendapatkan tindakan atau terapi, yang pasien harapkan adalah perawat yang melayani memiliki kemampuan dan komunikasi yang baik. Sebagai contoh ada perawat yang ahli dalam memasang intravenous (IV) line tetapi tampak jutek atau tidak ramah tentu akan membuat pasien mengeluh. Demikian pula sebaliknya, perawat yang sangat ramah tetapi tidak mampu memasang IV line dengan baik juga akan menjadi pengalaman yang tidak menyenangkan bagi pasien. Aspek lain dalam pelayanan kesehatan saat ini adalah memberikan edukasi. Salah satu standar pelayanan rumah sakit adalah pasien dan keluarga pasien dilibatkan dalam semua aspek perawatan dan tata laksana medis mereka melalui edukasi. Pasien dan keluarga diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan mengenai kondisi medisnya, diagnosis pasti, serta rencana perawatan dan terapi. Dalam hal ini, individu yang memberikan edukasi diharapkan memiliki pengetahuan tentang topik yang akan diedukasikan dan keterampilan komunikasi untuk melaksanakan edukasi tersebut. Disinilah kemampuan perawat untuk memberikan edukasi kepada pasien menjadi sebuah tantangan. Hal ini karena pasien mengharapkan adanya penjelasan yang detail terhadap kondisi penyakitnya ataupun terkait rencana tindakan yang akan dilakukan setiap harinya. Disaat dokter tidak selalu ada di ruangan perawatan atau hanya mempunyai waktu yang terbatas saat visit pasien, perawat harus bisa hadir dan menjawab tantangan ini. Oleh karena itu perawat perlu meningkatkan kemampuannya terkait penyakit dan perawatannya sehingga bisa memberikan edukasi yang sejalan dengan program dokter yang merawat. Perawat juga harus mampu membuat rencana perawatan sesuai bidang pelayanan keperawatan yang mencakup bio, psiko, sosio dan spiritual pasien. Tantangan kuantitas dan kualitas pelayanan keperawatan. Masalah yang lain adalah beban Kerja perawat yang tinggi. Salah satu komplain pasien yang paling sering di sampaikan adalah respon perawat yang lama terhadap panggilan pasien. Hal ini bisa diakibatkan karena perawat yang memiliki beban kerja yang tinggi serta perbandingan perawat dan pasien yang tidak sesuai sehingga perawat harus melakukan beberapa tugas dalam satu waktu. Belum lagi perawat masih harus melakukan tugas-tugas non keperawatan seperti tugas administrasi, mengantarkan pasien untuk pemeriksaan diagnostik dan yang lainnya. Oleh karena itu pemerintah atau rumah sakit harus membuat regulasi terkait perbandingan pasien dan perawat dan membuat job desk perawat. Hal ini akan membuat perawat mampu fokus dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Tantangan untuk tetap menjadi Garam dan terang. Perawat merupakan profesi yang sering sekali Tuhan ijinkan melihat pribadi manusia dari lahir sampai menutup mata. Melihat pribadi yang mengalami kesakitan dan ketidakberdayaan, marah, putus asa dan mencari pertolongan Tuhan. Oleh karena itu, kita sebagai perawat harus meningkatkan pengetahuan kita, ketrampilan dan komunikasi kita yang baik sehingga bisa menjadi berkat bagi pasien-pasien yang kita rawat. Menjadi perpanjangan kasih Tuhan. Mengisi diri dengan Firman Tuhan adalah dasar yang penting karena kita tidak akan mampu memberikan pelayanan yang baik jika tanpa pertolongan-Nya. Firman Tuhan dalam Kolose 3: 23 berkata “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia”, kiranya menguatkan kita dalam memberikan pelayanan yang terbaik, tidak menjadi “hambar” atau “marah” ketika berhadapan dengan pasien yang terkadang menjadi kasar atau tidak sabar dalam “penderitaan” mereka. Kiranya Tuhan memampukan kita menjalankan panggilan sebagai perawat. /stl *Penulis saat ini bekerja sebagai perawat
- Tak Ada Dikotomi dalam Pelayanan Misi: Misi Integral (bagian 2)
Misi Integral – Misi Allah “Sebab Ia telah menyatakan rahasia kehendak-Nya kepada kita, sesuai dengan rencana kerelaan-Nya, yaitu rencana kerelaan yang dari semula telah ditetapkan-Nya di dalam Kristus sebagai persiapan kegenapan waktu untuk mempersatukan di dalam Kristus sebagai Kepala segala sesuatu, baik yang di sorga maupun yang di bumi.” (Efesus1:9-10) Rencana Allah adalah membawa kesembuhan dan kesatuan pada semua ciptaan di dalam dan melalui Yesus Kristus. Misi Allah adalah menebus seluruh ciptaan yang dirusak oleh dosa kepada suatu kumpulan ciptaan baru yang di dalamnya adalah seluruh ciptaan yang telah ditebus melalui salib dan kebangkitan Kristus. Rencana Allah tersebut tampak sebagai suatu metanaratif Alkitab yang dimulai sejak Kejadian hingga Wahyu yaitu penciptaan, kejatuhan, penebusan dan ciptaan baru yang terpusat dan disatukan di dalam Kristus. Penciptaan: menyatakan manusia yang diciptakan segambar dengan Allah, potensi bersekutu dengan Allah yang hidup dan yang mempunyai misi / mandat melipatgandakan dan memenuhi bumi. Kejatuhan dalam dosa: memerosotkan manusia ke dalam realitas bumi yang telah dikutuk serta kefasikan manusia dan iblis sehingga secara jasmani berada di bawah kehancuran dan kematian, secara intelektual menggunakan kekuatan rasionalitas untuk memberi alasan dan menormalkan kejahatan yang manusia lakukan dan secara sosial relasi manusia terpecah dan secara rohani manusia terasing dari Allah Penebusan: Allah memilih untuk tidak menghancurkan ciptaan-Nya melainkan menebusnya dan melakukannya dalam sejarah melalui beberapa orang dan peristiwa yang dimulai dari panggilan Abraham hingga pada kedatangan Kristus kedua kalinya. Tindakan Allah yang tunggal dan menyelamatkan merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari perjanjian lama dan perjanjian baru. Perjanjian lama menunjukan cakupan maksud penebusan Allah yang dijabarkan dalam sebuah konteks sejarah dan budaya dan memberikan model bagi kita dalam detail yang menajubkan tentang rencana keselamatan sedangkan Perjanjian Baru menunjukan proses penebusan dimana segala sesuatu diperdamaikan dengan Kristus, proses inkarnasi yang menghadirkan Allah tepat di samping kita melalui melalui salib dan kebangkitan Kristus. Ciptaan baru: kedatangan kembali Kristus menyatakan penggenapan terakhir dari keseluruhan maksud sejarah yaitu penebusan dan pembaruan seluruh ciptaan Allah Dengan melihat metanarasi di atas maka sangat jelaslah bahwa keseluruhan isi Alkitab tersebut telah dengan tegas menyatakan misi Allah pada dunia ini yaitu membawa segala sesuatu di surga dan di bumi menjadi satu di dalam Kristus, merekonsiliasinya melalui darah-Nya di kayu salib, mentransformasikan ciptaan-Nya yang telah rusak oleh dosa kepada ciptaan baru dan memberkati seluruh bangsa melalui Injil Yesus. Mentransformasikan dunia yang retak dan berserakan di bawah penghakiman Allah menuju umat yang baru yang diperdamaikan oleh darah Kristus dari semua suku bangsa, bangsa-bangsa, semua lidah dan bahasa akan bersama sama memuji Tuhan. Ia juga menghancurkan kuasa kematian dan kejahatan saat Yesus datang kembali membentuk pemerintahan-Nya yang kekal, penuh dengan keadilan dan kedamaian, dan akhirnya Ia akan tinggal bersama sama kita dan kerajaan dunia akan menjadi kerajaaan milik Allah dan Yesus akan memerintah selamanya. Dengan demikian mendegradasi makna misi Kristen menjadi hanya suatu pesan yang dikomunikasi secara oral dalam bentuk pengabaran Injil saja, dapat berkembang menjadi suatu kesalahpahaman mengenai rencana Allah, bahwa Dia hanya ingin “ menyelamatkan jiwa” dan bukan dalam rangka mendamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya baik yang ada dibumi maupun di surga (Kolose 1:20) dan bahwa manusia hanya memerlukan pendamaian dengan Allah dibanding menikmati pengalaman kesempurnaan hidup. Misi Umat Allah: Misi Gereja Tuhan mengundang dan memanggil kita untuk bersama-Nya memenuhi rencana besar-Nya untuk semua ciptaan-Nya. Misi Allah haruslah menjadi misi umat Allah, misi itulah yang menjadi misi gereja. Dengan demikian misi gereja adalah kelanjutan dari tindakan penebusan Allah, kelanjutan dari tindakan penyelamatan Allah, ini adaah otoritas terbesar dan amanat tertinggi yang diberikan kepada gereja. Ada banyak upaya untuk mendefinisikan dan menggambarkan misi gereja. Salah satu yang definisi yang banyak diadopsi oleh banyak gereja adalah yang dibuat oleh Dewan Konsultatif Anglikan pada tahun 1984. Dewan tersebut menyusun pernyataan misi untuk Persekutuan Anglikan sedunia yang kemudian diadopsi oleh konferensi pada uskup Lambeth pada tahun 1988 sebagai ’Lima Tanda Misi’. Lima tanda misi tersebut meliputi Penginjlan : Menyatakan kabar baik Pengajaran : Mengajarkan , membaptis dan pemeliharaan orang percaya baru Belas kasihan : Merespon kebutuhan manusia dengan pelayanan kasih Keadilan : Mencari dan mentransformasikan ketidakadilan Peduli ciptaan : Memperjuangkan dan melindungi ciptaan dan mempertahankan kehidupan di bumi Lima tanda misi tersebut kemudian diringkas menjadi suatu 3 misi gereja: Membangun gereja (melalui penginjilan dan pengajaran), membawa orang kepada pertobatan, iman dan ketaatan sebagai murid Yesus. Melayani masyarakat ( melalui belas kasihan dan keadilan) sebagai respon atas pengutusan kita “ kedalam dunia” untuk mengasihi dan melayani, menjadi garam dan terang , melakukan hal baik dan memberikan kesejahteraan bagi orang disekitar kita Peduli terhadap ciptaan ( melalui melalui penggunaan yang benar atas sumber daya melalui aksi dan kepedulian) , memenuhi misi Allah yang pertama kali diberikan pada manusia pada kejadian 1 dan 2. Dengan demikian misi gereja yang diemban haruslah bersifat multisegi dan melibatkan semua komponen natur manusia, dan juga misi yang harus bergantung pada misi Allah yang meliputi seluruh ciptaan dan keseluruhan hidup manusia. Misi yang berorientasi pada kepuasan pemenuhan kebutuhan manusia, termasuk didalamnya kebutuhan akan Tuhan, kebutuhan akan makanan, cinta, rumah, pakaian dan kesehatan mental. PENUTUP Misi integral berarti memahami, memproklamirkan, dan menghidupi kebenaran alkitabiah bahwa Injil adalah Kabar Baik Allah, melalui salib dan kebangkitan Yesus Kristus, untuk individu, komunitas , dan untuk ciptaan yang telah rusak dan menderita karena dosa. Ketiganya tercakup dalam kasih penebusan dan misi Allah, ketiganya harus menjadi bagian dari misi komprehensif umat Allah. Misi integral adalah proklamasi dan demonstrasi Injil. Sebagai bagian dari penginjilan , tujuan proklamasi Kabar Baik tentang Yesus Kristus bukanlah merubah seseorang menjadi soerang individual yang religius yang memisahkan diri dari dunia dalam rangka menikmati keselamatan, tetapi malah sebaliknya tujuan penginjilan adalah mengangkat komunitas komunitas orang percaya untuk hidup dalam terang. Komunitas yang tidak hanya berbicara tentang kasih Tuhan tetapi juga mendemonstrasikanya dalam bentuk yang konkrit, dengan cara melakukan pekerjaan baik yang telah Tuhan sediakan bagi mereka (lih. Efesus 2: 10) dengan penekanan pada perubahan hidup manusia dalam semua dimensinya menurut rencana Tuhan dan memampukan manusia menikmati kelimpahan hidup yang Tuhan ingin berikan dan Tuhan Yesus bagikan pada mereka. Apa yang dialami oleh Manju (artikel bagian 1) dapat menjadi teladan pelayanan kesehatan di tempat kita bekerja, sebagai klinisi, manajemen atau pembawa kebijakan untuk dapat menolong orang yang datang kepada kita bukan saja menolong fisiknya yang sakit tetapi juga dapat menyembuhkan kondisi sosial ataupun ekonomi dan terutama spiritualnya. Berjumpa dengan Tuhan melalui penyembuhan sakit dan pemulihan sosial serta ekonominya - itulah misi integral. *Penulis melayani sebagai neurolog di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta /stl Referensi: Lausanne Movement. Integral Mission is defined as to the poor and oppressed. https://lausanne.org/networks/issues/integral-mission Sherman AL.2011 Kingdom Calling, Penatalaksanaan Vokasi Untuk Kebaikan Bersama. Literatur Perkantas, Jakarta Stot.J. 1994 Isu Isu Global Menantang Kepemimpinan Kristiani Yayasan Komunikasi Bina Kasih. Jakarta The Micah Declaration on Integral Mission in Tim Chester (ed) Justice , Mercy and Humility. Integral Mission and the poor. Charlisle, UK. Paternoster.2002.p.19 Vinot.R. What is Integral Mission.www.alnation.ac.uk Wright.C. Integral Mission and The Great Commision. https://www.loimission.net/wp-content/uploads/2014/03/f
- Misi Integral: Yang Sering Luput dalam Pelayanan Misi (bagian 1)
Istilah misi integral bukanlah suatu kata yang umum didengar dikalangan orang orang Kristen bahkan dikalangan aktivis gereja sekalipun. Padahal, topik misi integral harusnya memiliki porsi yang lebih besar terutama saat kita membicarakan tentang misi. Micah Declaration (2001) mendefiniskan misi integral sebagai suatu proklamasi dan demonstrasi gereja, proklamasi yang kita nyatakan memiliki konsekuensi sosial sedangkan keterlibatan sosial yang dilakukan memiliki konsekuensi evangelistik. Deklarasi tersebut menunjukan penegasan bahwa tidak ada dikotomi alkitabiah antara tanggungjawab penginjilan dan sosial dalam pelayanan pengabaran Injil. Kisah seorang penderita kelumpuhan yang ditulis dalam Interseve International berikut ini mungkin dapat menolong untuk dapat memahami misi integral dalam aplikasi dan konteks medis.Manju berusia 19 tahun, cantik dan cerdas, sedang mempersiapkan studi untuk menjadi perawat. Melihat kondisi negara tempat dia tinggal dan dia bisa memilih profesi perawat, dapat disimpulkan bahwa dia tidak memiliki masalah ekonomi. Sampai suatu pagi dia terbangun dalam kondisi lumpuh pada kedua kakinya dan terdiagnosa sebagai myelitis transversa. Suatu kondisi yang jarang ditemukan dan sangat sulit untuk pulih sempurna. Dia hanya bisa terbaring di tempat tidur dan tidak dapat mengontrol miksi maupun defekasi. Setelah terdiagnosa keluarganya membawanya ke ibukota Kathmandu hingga akhirnya ke rumah sakit di India. Setelah menjalani pengobatan selama berminggu-minggu, kondisi kelumpuhan tidak mengalami perbaikan hingga akhirnya keluarga memutuskan membawanya ke dukun. Karena tidak ada perubahan, keluarga Manju menyerah dan Manju dibawa pulang. Dia telah putus asa untuk sembuh dan dapat berjalan seperti sediakala, tetapi masih memiliki tekad untuk berjalan dengan mengandalakn furnitur sederhana di rumah dan dinding untuk setidaknya mengelilingi rumahnya. Setelah satu setengah tahun menjalani kelumpuhannya, Manju semakin tertekan dan depresi. Ia kehilangan harapan untuk berjalan, menikah atau bekerja, dan pada masa depresi itu dia bertemu dengan seorang perawat di Pokhara dan mengajurkannya untuk berobat ke RS tempat dia bekerja. Segera setelah dia datang ke RS tersebut, para dokter yang memeriksa dan mengobatinya melihat tekadnya yang keras untuk ’bangkit kembali’. Manju bekerja keras untuk menggunakan otot yang lemah akibat penyakitnya dan belajar dengan cepat dengan cara terbaik untuk mengoptimalkan semua otot yang lemah tersebut. Dengan belat kaki dan kruk dia mulai berjalan di sekitar rumah sakit, menolak bantuan ketika dia jatuh, belajar mengendalikan usus dan kandung kemihnya. Tetapi hal lain yang penting di RS itu dia mendengar tentang Yesus, dan pada akhirnya menjadikanNya Tuhan atas hidupnya. Para dokter menantikan apa yang Tuhan mau dalam hidupnya, mereka juga mengatur agar dia mengikuti kursus untuk mempelajari keterampilan kantor, dan sungguh menyenangkan bertemu dengannya dari waktu ke waktu, tumbuh secara spiritual dan berkembang sebagai pribadi yang dewasa. Dari perubahan-perubahan yang terjadi pada Manju, perubahan manakah dalam hidupnya yang lebih penting? Apakah perubahan fisiknya yang sudah lebih baik dan mampu berjalan, atau secara sosial, dimana dia yang tadinya sangat bergantung pada keluarganya, saat ini telah menjadi mandiri, atau transformasi spiritualnya dimana dia telah menemukan kedamaian, kebahagiaan dan jaminan keselamatan hanya ditemukan di dalam Yesus Kristus. Ketiga perubahan yang terjadi pada dia adalah penting bagi setiap orang yang Tuhan kasihi. Terfokus hanya pada satu area perubahan saja dan mengesampingkan yang lain akan membuat dia menjadi suatu pribadi yang tidak utuh. Terpusat pada sisi kemajuan rehabilitasi fisik dan sosial dan mengabaikan perubahan spiritualnya akan membuatnya menjadi monumen kebanggaan manusia tanpa mengakui Tuhan yang menciptakan dan menyembuhkan. Sedangkan terfokus dan sosialnya akan membuatnya percaya pada Tuhan tetapi tetap dalam situasi putus asa. Seringkali konteks misi integral menjadi tidak jelas saat dilakukan di banyak tempat dan kesempatan seperti misalnya pada banyak proyek pengembangan masyarakat miskin yang dilakukan oleh orang orang Kristen atau ternyata hanya didonasi orang Kristen. Kegiatan tersebut kerap digaungkan sebagai misi integral, mereka menyebutnya sebagai “pekerjaan baik yang dilakukan oleh orang baik”. Dalam kondisi seperti itu aroma “Tuhan Yang Hidup” sulit untuk dirasakan. Misi dengan cara seperti itu bisa saja dapat dilakukan oleh hanya agensi atau kelompok orang-orang belum mengenal Kristus. Dalam konteks pelayanan medis, sebagai contoh sederhana, kita menemukan banyak kegiatan bakti sosial dan kesehatan masyarakat marginal di daerah rural yang diselenggarakan atas nama lembaga Kristen atau gereja, ternyata pelaku kegiatan tersebut banyak dikerjakan oleh tenaga kesehatan yang belum mengenal Kristus. Setelah acara selesa, tidak ada kelanjutan terhadap kondisi kerohanian masyarakat yang dilayani. Hal ini tentu saja bertentangan dengan apa yang Alkitab tegaskan bahwa manusia tanpa Kristus akan lenyap. Memberi pelayanan kesehatan adalah sangat baik tapi mengingkari perlunya Kabar Baik disampaikan adalah juga mengingkari hakekat manusia yang sakit dan miskin juga memerlukan tabib untuk keselamatan hidupnya. Menolak untuk menyatakan Kabar Baik tentang kasih anugerah Tuhan yang menyelamatkan, akan membuat kita sudah gagal menjalankan mandat yang disampaikan oleh Alkitab. Kontras dengan kondisi di atas, adalah pelayanan misi evangelikal yang ekslusif yang mengabaikan kondisi fisik dan sosial manusia yang dilayani. Yang penting adalah menerima Injil, karena kehidupan kekal lebih utama dan mengabaikan bahwa mereka tetap miskin, tetap sakit dan tetap tidak berdaya. Bila kita membaca 1 Yohanes 3 : 17, “Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimana kasih Allah dapat tetap dalam dirinya?”. Demikian juga saat Yesus mengilustrasikan tentang siapakah sesamamu manusia dalam Lukas 10 : 27 untuk mempertegas “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan segenap akal budimu”, Yesus mencontohkan perumpamaan orang Samaria yang baik hati. Yakobus menyimpulkannya dengan jelas di Yakobus 2: 14, berbicara tentang iman tanpa bukti praktis dari iman itu dalam tindakan kasih untuk orang lain adalah sia-sia. Misi integral adalah tentang melakukan transformasi total dalam kehidupan setiap manusia, merupakan suatu bentuk perubahan radikal yang dibawa oleh Yesus dan para pengikutnya. Yesus tidak hanya berkata: “Sembuhlah”, tetapi juga, “Dosamu sudah diampuni”, dengan kedua aspek disatukan dalam pernyataan sederhana, “imanmu telah menyembuhkanmu”. Melakukan misi integral berarti mengasihi pribadi manusia seutuhnya melalui transformasi dan penyembuhan Tuhan yang bekerja di semua bagian kehidupan manusia. Misi yang menjawab keinginan seseorang untuk dapat berjalan lagi, untuk dapat bekerja lagi, untuk bebas dari kecanduan narkoba, dan pada saat yang sama ingin melihat orang yang sama diubah menjadi anak Tuhan dengan harapan bukan hanya untuk masa depan mereka di bumi, tetapi juga untuk masa depan kekal mereka. Titik awal memahami misi integral adalah dengan memahami rencana Allah yang melibatkan seluruh ciptaan. Alkitab secara tegas menyatakan bahwa penyelamatan yang Allah lakukan adalah melibatkan “surga dan bumi yang baru” dan ini berarti bahwa kita tidak dapat memandang keselamatan sebagai bagian yang terpisah dengan proses penciptaan. Rencana keselamatan tidak semata mata pada kehidupan individu di surga tetapi melibatkan transformasi total dari ciptaan termasuk di dalamnya manusia. Itulah misi Allah. *Penulis melayani sebagai neurolog di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta /stl
- Hari Tuberkulosis Sedunia 2023: Kita Akhiri TBC, Indonesia Bisa!
Tenaga kesehatan di Indonesia tentu tak asing dengan penyakit tuberkulosis atau dikenal dengan TB. Faktanya, tahun 2022 Indonesia dinobatkan sebagai negara dengan beban penyakit tuberkulosis tertinggi kedua di dunia (setelah India dan sebelum Cina). Penyakit ini masih menjadi beban kesehatan yang signifikan di Indonesia dengan estimasi insiden sebesar 969.000 kasus per tahun dan 354 Per 100.000 penduduk dengan mortalitas 144.000 per tahun. Per jam, 16 orang meninggal karena penyakit yang bisa dicegah dan disembuhkan ini. Belum lama ini kita memperingati Hari Tuberkulosis Sedunia (HTBS) yaitu tanggal 24 Maret. Tema global Hari TB Sedunia adalah “Yes! We can End TB" dan tema yang dipilih oleh Indonesia adalah tema yang berkaitan dengan kerja sama multipihak untuk mencapai eliminasi TB, yaitu “Ayo Bersama Akhiri TBC, Indonesia Bisa!”! Pertanyaannya, mampukah? Beberapa hal berikut diperlukan untuk dapat mewujudkan cita-cita bersama menuju eliminasi TB 2030 (insiden 65 per 100.000 penduduk dan kematian turun menjadi 6 per 100.000 penduduk), yaitu: Meningkatkan keterlibatan sector swasta sebanyak 90% untuk memberikan pelayanan TB sesuai standar Meningkatkan upaya modernisasi diagnosis TB dalam layanan pemerintah dan swasta sehingga 90% pasien yang bergejala TB bisa didiagnosis Percepatan upaya penemuan kasus aktif dan “demand generation” untuk menurunkan keterlambatan diagnosis sebesar 30% pada orang-orang yang bergejala TB Menemukan dan mengobati 30% TB sub-klinis sebelum bergejala Pemberian Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) kepada kontak serumah dan ODHIV (orang dengan HIV) Post exposure vaccine dengan efikasi sebesar 60% pada 65% populasi dengan ILTB (infeksi laten TB Apa itu TPT? Terapi pencegahan tuberkulosis (TPT) merupakan pengobatan yang ditawarkan kepada seseorang yang terinfeksi dengan kuman Mycobacterium tuberculosis dan berisiko sakit TB, oleh karenanya ini juga disebut sebagai pengobatan infeksi laten tuberkulosis atau terapi pencegahan TB. Tidak semua orang yang terinfeksi kuman tuberkulosis (TBC) akan berkembang menjadi TB aktif. Beberapa orang dengan kuman TBC dorman atau “tidur” akan berkembang menjadi TBC aktif ketika daya tahan tubuh melemah. Kondisi ini disebut Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTB), dan perlu diberikan terapi pencegahan tuberkulosis untuk mencegah seseorang berkembang menjadi TBC aktif. TPT menjadi penting untuk diberikan pada infeksi TBC, khususnya pada mereka yang berisiko tinggi untuk berkembang menjadi TBC aktif, serta untuk menghindari timbulnya beban ekonomi akibat berkembangnya TBC aktif. Apakah TPT Meningkatkan Risiko Resistansi Kuman TBC? Tidak. Anggapan bahwa TPT meningkatkan risiko resistansi adalah mitos yang menghambat program pencegahan TBC dan individu untuk mengakses TPT. Ada beberapa alasan mengapa berkembangnya resistansi sangat tidak mungkin: TPT diberikan pada mereka yang terbukti tidak memiliki TBC aktif TBC aktif dapat disingkirkan dengan cepat dan mudah menggunakan algoritma skrining sederhana Individu dengan infeksi TBC hanya memiliki bakteri dalam jumlah kecil yang bereplikasi secara lambat di dalam paru. Bakteri “tersembunyi” yang dalam jumlah kecil ini memiliki risiko yang kecil untuk menyebabkan terjadinya resistansi OAT Sebagian besar kasus resistansi OAT terjadi akibat pengobatan TBC aktif yang kurang optimal, oleh karena itu mencegah berkembangnya infeksi TBC menjadi TBC aktif dapat mencegah terjadinya resistansi OAT secara keseluruhan Studi-studi yang telah dilakukan tidak dapat menemukan bukti ilmiah yang berkaitan antara resistansi OAT dan penggunaan isoniazid atau golongan rifamisin Siapa saja yang perlu mendapatkan TPT? Kontak serumah: orang yang tinggal serumah minimal satu malam, atau sering tinggal serumah pada siang hari dengan kasus indeks dalam 3 bulan terakhir sebelum kasus indeks mulai mendapat obat anti tuberkulosis (OAT). Orang dengan HIV/AIDS (ODHIV) karena memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah. Kelompok risiko lainnya dengan HIV negatif yaitu: pasien immunokompremais lainnya (pasien yang menjalani pengobatan kanker, pasien yang mendapatkan perawatan dialisis, pasien yang mendapat kortikosteroid jangka panjang, dll), serta kelompok Warga Binaan Penjara (WBP), petugas kesehatan, sekolah berasrama, dll Apa saja paduan obat yang diberikan untuk TPT di Indonesia saat ini? Ada dua pilihan utama untuk TPT yaitu: paduan 6H (Isoniazid) dan 3HP (Isoniazid/Rifapentine). Paduan 6H adalah: paduan isoniazid (INH) yang diberikan selama 6 bulan dan dikonsumsi satu kali sehari. Paduan 3HP adalah: paduan TPT jangka pendek. Merupakan paduan kombinasi 2 jenis obat, rifapentine (P) dan isoniazid (H) yang dikonsumsi satu kali seminggu selama 3 bulan. Paduan 3HR: kombinasi isoniazid dan rifapimcin yang diminum setiap hari selama 3 bulan. 1 bulan = 28 hari, total 84 dosis 3HP, obat baru ya? Benar! 3HP adalah paduan Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) jangka pendek yang direkomendasikan oleh WHO. Paduan ini kombinasi dosis tinggi Isoniazid (H) dan dosis tinggi Rifapentine (P) seminggu sekali selama tiga bulan. Total dosis sebanyak 12 dosis. Jauh lebih sedikit dibandingkan dengan regimen lainnya. 3HP berkaitan dengan toksisitas hati yang lebih rendah dan tingkat penyelesaian pengobatan yang lebih tinggi dibandingkan regimen lain. Siapa yang Mendapat 3HP? Seseorang tanpa adanya TBC aktif dan tidak memiliki kontraindikasi berikut, dapat memulai TPT dengan 3HP: Umur < 2 tahun Hepatitis aktif (akut atau kronis) ALT/AST > 3x batas atas normal (terlepas dari gejala) Konsumsi lcohol rutin dan berat Neuropati Perifer Wanita usia subur yang tidak menggunakan kontrasepsi apapun Ibu hamil atau menyusui Sedang menjalani terapi antiretroviral (ART) berbasis protease inhibitor Individu yang berisiko mengalami neuropati perifer harus diberikan suplemen vitamin B6 (pyridoxine) bersamaan dengan 3HP. Namun jika tidak tersedia vitamin B6 seharusnya tidak menunda untuk memulai TPT dengan 3HP. Bagaimana Seharusnya 3HP Diberikan? Dokter harus memilih cara pemberian, baik diamati secara langsung atau dilakukan sendiri berdasarkan yang berlaku di daerah tersebut, karakteristik individu dan preferensi, serta pertimbangan lainnya. Termasuk risiko berkembang menjadi penyakit TBC aktif yang parah. Jika dalam proses konsumsi obat paduan 3HP, pasien mengalami kejadian tidak diharapkan. Maka dianjurkan untuk tidak melanjutkan pemakaian obat paduan 3HP lebih lanjut sampai adanya penilaian tingkat keparahan. Penanganan efek samping harus selalu berpedoman pada skrining TBC aktif. Riwayat pernah TBC aktif, Riwayat adanya efek samping, jenis permulaan dan durasi serta tingkat keparahan, dan pemeriksaan fisik yang relevan. Itulah paparan singkat mengenai tuberkulosis dan pengobatannya yang terkini. Mulai saat ini, setiap dokter yang bisa menemukan kasus TB aktif, juga diharapkan mampu menemukan TB sub klinis maupun TB laten. Dengan identifikasi kasus sedini mungkin dan pengobatan yang tepat, bukan tak mungkin cita-cita menuju eliminasi TB 2030 dapat dicapai. *Penulis bekerja di organisasi yang fokus dalam penanggulangan tuberkulosis /stl
- Keberanian Seorang Pemimpin: Refleksi Ester 7-10
Seorang dokter spesialis di sebuah rumah sakit milik pemerintah, melalui sebuah percakapan whatsapp bercerita sambil bercanda bahwa dia tidak tertarik menjadi pejabat di RS. Memang, harus diakui bahwa dalam sebuah jabatan akan ada banyak tanggung jawab, resiko, dan masalah yang harus dihadapi. Sebagai dokter yang terlibat di rumah sakit dengan bekerja maksimal dan baik menurutnya sudah cukup dan itulah bagian utama dari pengabdiannya, tanpa harus “njelimet “ dengan berbagai urusan yang membuatnya pusing kepala. Kita mungkin masih ingat slogan di waktu mahasiswa "Student today, Leader tomorrow" dalam banyak acara Perkantas. Visi pelayanan Perkantas adalah menghasilkan pemimpin-pemimpin yang membawa perubahan di berbagai bidang kehidupan. Namun, tantangan dalam hal kepemimpinan ini sangatlah berat. Sanggupkah alumni-alumni menjadi pemimpin sebagai garam dan terang di tengah dunia yang sudah rusak dan membusuk ini? Ada banyak permasalahan: korupsi di sana sini, berbagai kepentingan saling tarik menarik, cara-cara yang tidak sesuai dengan keyakinan iman kita, dan masih banyak lagi. Bahkan ketika seseorang sudah mengabdi memberikan yang terbaik, sering kali tidak ada penghargaan yang diberikan. Bukan hanya fisik yang lelah, hati kadang juga terluka karena kondisi kerja yang tidak kondusif. Bagaimana kita bisa memimpin dalam kondisi seperti ini? Di tengah kondisi dunia yang chaos ini, kehadiran para pemimpin yang berani membawa perubahan menjadi sebuah urgensi. Salah satu satu kualitas kepemimpinan yang saya angkat dalam tulisan ketiga tentang Ester adalah kepemimpinan yang berani. Kualitas ini bisa kita lihat dengan sangat jelas dalam diri Ester. Tanpa keberanian, tidak akan ada perubahan. Keberanian mengungkapkan permasalahan utama Ester dengan berani mengungkapkan permohonannya kepada raja Ahasyweros. Ia mengangkat titik permasalahan utama yang sedang dihadapinya: ia dan bangsanya menjadi target pemusnahan, pembunuhan dan pembinasaan. Dengan pendekatan mengadakan perjamuan bersama Raja, Ester mengajak bertemu langsung orang yang merencanakan pemusnahan itu. Ester dengan sangat berani berkonfrontasi langsung head to head dengan Haman. Tidak semua orang berani berkonfrontasi secara langsung dengan musuh. Dibalik kecantikan dan kelembutan hatinya, tampak bahwa Ester adalah seorang yang sangat pemberani. Mengapa harus ada Haman dalam perjamuan itu? Mengapa ia tidak membicarakannya secara pribadi saja kepada raja? Apakah ia tidak takut kepada Haman yang sudah mempersiapkan tiang gantungan setinggi 75 kaki untuk Mordekhai? Menurut saya, ini adalah strategi politik Ester untuk menuntaskan permasalahan itu secara terbuka dan langsung. Hasilnya jelas saat itu juga, tidak ada penundaan menuju kondisi yang berbelit-belit. Ini menunjukkan kualitas keberanian yang luar biasa yang ada dalam diri Ester. Keberanian menyatakan argumen, kebijakan dan rancangan Keberanian Ester bukanlah tanpa langkah-langkah antisipasi yang sudah dipersiapkan. Ester kemudian memikirkan dan mengajukan satu permintaan yang jelas-jelas mustahil dihadapan raja. Ia memohon agar raja mengeluarkan titah untuk menarik surat yang sudah dibuat oleh Haman yang sudah disebarkan di seluruh provinsi tanah Persia. Sudah sangat jelas bagi Kerajaan Media Persia bahwa surat yang dimateraikan oleh cincin raja tidak mungkin ditarik kembali, bahkan oleh raja sendiri (hal yang sama dengan Daniel ketika harus dibuang ke gua singa). Saya melihat keberanian yang luar biasa dari Ester untuk meminta permohonan yang sulit ini. Usahanya membuahkan hasil, ia diberikan wewenang oleh raja untuk membuat kebijakan lain yang bisa meng-counter kebijakan sebelumnya yang sudah dibuat Haman. Ia diberikan hak untuk menulis apapun surat keputusan yang dipandang baik dengan cincin raja sebagai materai. Otoritas kepemimpinan bisa menjadi alat yang membawa bencana besar dikarenakan kebijakan yang salah dan merugikan. Bencana itu merusak apa yang baik yang sudah dibangun sebelumnya dengan jerih lelah. Namun, otoritas kepemimpinan sejatinya adalah alat yang sangat luar biasa untuk membawa perubahan yang berguna bagi banyak orang. Di tangan orang-orang yang tepat, orang-orang benar, seharusnya otoritas kepemimpinan akan membawa kesejahteraan "shalom" bagi semua orang yang menikmati keindahan hasil buah dari sebuah kepemimpinan yang baik. Keberanian mengambil keputusan dan bertindak secara tegas Mordekhai merancang sebuah surat baru dengan materai cincin raja untuk mengantisipasi kebijakan sebelumnya yang membawa bencana terhadap seluruh orang Yahudi di Kerajaan Persia. Sebuah kebijakan yang tepat waktu, disusun dengan baik dan memperhitungkan semua konsekuensi yang ada akan membawa keselamatan bagi orang Yahudi. Mereka berhasil mengantisipasi dan menangani dengan baik dan tuntas hingga hari-H pelaksanaan surat perintah raja. Bahkan Ester meminta satu hari tambahan untuk pembersihan musuh-musuh orang Yahudi yang ada di puri Susan. Selain keberanian, satu kualitas lagi yang tampak dalam diri Ester adalah ketegasan. Ia menyelesaikan dengan rapi dan tuntas, menghindari permasalahan yang bisa muncul di masa yang akan datang. Relevansi kisah Ester dengan kehidupan kita Kadang situasi dan kondisi tertentu membawa kita kepada jabatan kepemimpinan. Bahkan kadang hal yang tak terduga kita dipilih menjadi seorang pemimpin. Kepemimpinan adalah sebuah instrumen yang kuat untuk membawa perubahan, sekecil apapun cakupannya. Kemampuan Ester dalam mengatasi situasi yang sulit ditopang oleh keberanian dan ketegasan yang memampukannya menghadapi masalah yang ada di depannya. Tentunya dilandasi oleh kebergantungan dan pengharapan kepada Allah yang terlihat dari doa puasa yang dilakukannya. Ester berani mengambil kesempatan emas ditengah resiko yang sangat tinggi yaitu nyawanya sendiri. Ia berani berhadapan langsung (head to head) dengan Haman dan membuat pengaduan tentang Haman di hadapan raja. Ester berani mengajukan permintaan yang sulit yang mustahil kepada raja. Ester berani mengambil keputusan yang tegas demi sebuah keamanan dan tuntasnya sebuah masalah. Tampaknya kualitas dan potensi seperti ini agak sulit tampak jika seseorang tidak berproses dalam posisi kepemimpinan. Ada banyak karunia-karunia dan talenta yang tidak muncul dan hanya terpendam saja oleh seseorang ketika dia tidak bersedia ikut serta ambil bagian dalam kepemimpinan. Melalui tulisan ini, dari lubuk hati, saya memanggil para pembaca Samaritan untuk berani mengambil bagian dalam kepemimpinan sekecil apapun untuk ikut berkontribusi dalam transformasi bangsa ini. Resiko yang dihadapi pastinya akan besar, dan tantangan yang ada juga tidak mudah. Namun, kesempatan juga belum tentu selalu ada. Mari menerima anugerah kepemimpinan (sekecil apapun) dengan sukacita, bahwa kita diberi kesempatan untuk berkarya sesuai talenta dan kemampuan kita. Mari kita memberi yang terbaik dan yang terindah untuk kemuliaan Tuhan. /stl
- Ambisi dalam Profesi, Bolehkah?
”Dia sangat ambisius” atau ”Ambi banget sih” begitulah mungkin ungkapan yang sering terdengar saat membicarakan orang lain yang sangat bersungguh-sungguh meningkatkan dirinya dalam profesinya dan kerap kali diucapkan dengan nada negatif. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ambisi adalah keinginan (hasrat, nafsu) yang besar untuk menjadi (memperoleh, mencapai) sesuatu atau melakukan sesuatu. Jika kita menelaah kisah Lukas 5:17-19 - kisah seorang lumpuh yang digotong oleh empat temannya – terlihat contoh dari empat orang yang berupaya dengan penuh ambisi: sungguh-sungguh berkeinginan besar membawanya ke hadapan Yesus. Mereka tidak menyerah ketika ada rintangan, berani mengambil segala risiko, dan bersedia berkorban segala sesuatu untuk membawa si lumpuh tersebut memperoleh kesembuhan. Berkorban dengan tidak saja berlelah-lelah tetapi juga mengesampingkan keinginan mereka untuk turut bersama yang lain mendengarkan Yesus mengajar di rumah itu. Tanpa ambisi keempat orang ini, si lumpuh akan sulit bertemu Yesus dan memperoleh kesembuhan. Ambisi Menjadi yang Terbaik atau Melakukan yang Terbaik? Tidak bisa tidak, ketika merenungkan kisah ini membawa ingatan pada kisah bagaimana dr. Paul Brand berjuang untuk menghilangkan stigma pada penderita kusta di India. Ketika dr. Paul pertama bertugas di Velore, India, dia hanyalah dokter bedah biasa. Kala itu awal tahun 1900an penyakit kusta masih menjadi momok yang menakutkan, tidak saja bagi orang awam tapi juga bagi para petugas kesehatan. Penderita kusta diusir oleh keluarganya, dikeluarkan dari sekolah dan tempat kerjanya, hidup menggelandang dan mengemis dengan luka-luka di tangan dan kakinya. Bahkan tidak ada satu bis pun yang bersedia mengangkut penderita kusta. Begitu juga dengan rumah sakit, termasuk rumah sakit misi sekalipun ada keengganan untuk menerima penderita kusta karena takut rumah sakitnya akan dijauhi oleh masyarakat lain. Konon walaupun penderita kusta ini sudah memiliki sertifikat sembuh, tetap saja mereka tidak bisa kembeli ke komunitas semula karena penyakit ini meninggalkan cacat di wajah, tangan, dan kaki mereka. Apalagi kecacatan ini akan membuat mereka tidak mampu berkarya sebagai mana mestinya di masyarakat. Keprihatinan akan hal ini mendorong dr. Paul dan teman-temannya berjuang untuk meminta diberikan ruang perawatan khusus untuk penderita kusta di rumah sakit tempatnya melayani sebagai dokter misi. Mendapat pertentangan dari para dokter senior dan manajemen rumah sakit,t etapi berkat kegigihan mereka, akhirnya mereka pun diberi tempat di bagian belakang rumahs akit dengan nama ”Unit Penelitian Tangan”. Dia dan timnya melakukan penelitian lewat otopsi jenazah penderita kusta, yang bagi kepercayaan Hindu dan Muslim tidak diijinkan, sehingga sangat sulit mendapatkan jenazah untuk dipelajari dan diteliti. Meneliti patologi yang terjadi di tangan, kaki, dan wajah yang rusak karena kusta. Belajar dan mencoba teknik transfer tendon dan rekonstruksi tangan pada jenazah di ruang jenazah setiap sore sebelum jenazah tersebut dimakamkan. Melatih dan mencoba berulang-ulang berbagai teknik operasi korektif untuk kecacatan yang ditimbulkan kusta. Membuat sepatu khusus bagi penderita kusta yang berulang-ulang, berhari-hari selama bertahun-tahun diujicoba dan sampai akhirnya menjadi bentuk yang lebih sempurna. Belajar dna mendatangi para ahli bedah tangan, ahli patologi, dan ahli neurologi di Amerika dan Inggris untuk mendapatkan teknik dan ilmu yang lebih baik lagi. Hasil ketekunan mereka menghasilkan ribuan penderita kusta yang dapat kembali ke masyarakat dan berkarya seperti semula. Ribuan penderita kusta berhasil mengalahkan stigma yang puluhan tahun mereka sandang. Hidup tidak saja terlepas dari kusta tetapi kembali menemukan citra dirinya semula dan beberapa mereka dapat bertemu dengan Kristus. Ambisi dr. Paul Brand tidak pada keinginan untuk dikenal sebagai ahli bedah terbaik atau dokter terpandang. Ambisinya bukan untuk mendapai berbagai gelar penghargaan, bukan juga untuk mendapatkan kelas tertinggi di dunia kedokteran, tetapi ambisinya semata hanya untuk melakukan panggilannya yaitu memperjuangkan penderita kusta untuk menghilangkan stigma dalam hidup mereka dan kembali bertemu dengan citra dirinya semula di hadapan Tuhan. Tetapi Allah akan Melihatnya Max Lucado mengisahkan tentang pemahat Michelangelo dalam bukunya Temukan Sweet Spot Anda. Michelangelo, seorang pemahat besar dan sangat terkenal di masanya bahkan sampai saat ini. Karya-karya besarnya dihasilkan justru pada usia yang relatif muda. Dia pernah diminta oleh Paul Julius II untuk melukis dua belas figure di langit-langit kapel Vatikan. Sebagai pemahat besar dan bukan pelukis, Michelangelo semula berniat untuk menolaknya, apalagi hanya untuk sebuah kapel bukan gedung pertemuan besar tetapi akhirnya dia menerima tawaran tersebut. Selama empat tahun dia mengerjaan ratusan karya lukisan di kapel tersebut. Dia tidak hanya membuat kapel itu menjadi indah tetapi melalui karya-karya lukisannya di kapel itu dia mengubah perjalanan gaya lukisan Eropa di masa itu. Sebagai pemahat, dia melakukan pekerjan melukis tidak dengan terpaksa tapi penuh gairah dan dengan segenap kekuatannya sampai-sampai dia merasa sangat lelah dan tua setelah empat tahun berlalu. Ketika seorang bertanya padanya mengapa dia menaruh perhatian khusus pada detil-detil di sudut kapel tersebut, dimana tidak seorang pun yang akan memperhatikannya, Michelangleo menjawab ”Allah akan melihatnya”. Ya, Allah melihatnya. Apa yang terjadi jika semangat ”Allah akan melihatnya” ini menjadi semangat setiap kita dalam berprofesi? Seorang perawat akan berusahan menyediakan cairan handsrub dan berulang-ulang mengigatkan dirinya dna teman-teman kerjanya untuk tidak lupa mencuci tangan ketika dia melihat angka infeksi nosokomial sangat tinggi di ruang perawatan tempatnya bekerja. Dia akan berusaha mencari dan menelaah jurnal yang membahas tentang pencegahan infeksi nosokomial. Sang perawat ini mungkin tidak akan pernah mendapat gelar tambahan untuk itu, mungkin pula tidak akan naik jabatannya karena tindakan ini, tapi jika ia melakukannya karena ia tau Allah akan melihatnya, ia akan tetap melakukannya dengan senang hati. Demikian pula bila seorang dokter dengan semangat meningkatkan kompetensi dirinya untuk terus dapat melayani pasien-pasiennya dengan baik. Dia akan membaca banyak jurnal, mengikuti pelatihan, berkonsultasi dengan para ahli, agar pasien-pasien yang dia layani dapat mendapat pengobatan yang terbaik. Bisa saja tidak ada gelar tambahan di belakang namanya yang dia dapatkan setelah segala usahanya. Dia tidak pula mendapatkan penghasilan tambahan, bahkan pengeluarannya mungkin meningkat. Mungkin namanya pun tidak akan semakin dikenal. Namun, lagi-lagi, dengan semangat ”Allah akan melihatnya”, ia akan bersungguh-sungguh mengerjakan panggilannya. Karena kita bekerja untuk Allah maka kita harus menjalankan profesi ini dengan ambisi melakukan yang terbaik. Ya, karena Allah, berambisilah! ”Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia dengan takut dan gentar, dan dengan tulus hati, sama seperti kamu taat kepada Kristus, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan hati orang, tetapi sebagai hamba-hamba Kristus yang dengan segenap hati melakukan kehendak Allah, dan yang dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia.” – Efesus 6:5-7 *)Penulis adalah seorang konsultan ginjal dan hipertensi di RSUD Tarakan, Jakarta Diadaptasi dari Majalah Cetak Samaritan Edisi I/2014 /stl
- Pada Dasarnya Baik
Judul Buku: Business for the Glory of God: The Bible’s Teaching on the Moral Goodness of Business Penulis: Wayne Grudem Halaman: 96 halaman Penerbit: Crossway, 2003 Pekerjaan adalah panggilan mungkin sudah cukup familiar bagi kita. Tidak ada dikotomi antara pelayanan gereja dengan pelayanan vokasi karena profesi kita adalah alat yang dapat memuliakan Allah. Buku ini menegaskan bahwa setiap komponen yang berhubungan dengan pekerjaan kita (dalam hal ini adalah bisnis) adalah baik. Kepemilikan, produktivitas, ketenagakerjaan, transaksi komersial, laba, uang, pinjam-meminjam, bahkan ketidakmerataan kepemilikan serta kompetisi, semuanya adalah baik. Dalam setiap bab yang membahas masing-masing elemen tersebut, Grudem selalu mengawali bahwa komponen tersebut pada dirinya sendiri bahkan tidaklah netral, melainkan pada dasarnya baik (fundamentally good). Cukup menarik membahas salah satu komponen tersebut. Mungkin mengejutkan ketika sekilas membaca bahwa kompetisi adalah baik. Kompetisi membawa banyak kesempatan untuk memuliakan Tuhan. Tentu ada pengecualian bagi mereka yang tidak dapat melakukan pekerjaan produktif karena disabilitas fisik/mental atau tanpa bantuan orang lain. Dalam mayoritas populasi, sistem kompetitif dapat menguji kemampuan kita dan melihat apakah kita melakukan sesuatu lebih baik dari orang lain. Sistem ini berjalan baik ketika kita mengganjar pekerjaan yang lebih baik dengan reward yang lebih baik pula tentunya. Dengan demikian kompetisi mendorong kita semakin baik dalam mengerjakan sesuatu. Grudem berpendapat bahwa Tuhan telah memberi kita hasrat berjuang untuk kesempurnaan (strive for excellence), sehingga kita sendiri pun semakin mendekati meniru Allah yang sempurna. Grudem menjelaskan ketika Salomo menulis: “Dan aku melihat bahwa segala jerih payah dan segala kecakapan dalam pekerjaan adalah iri hati seseorang terhadap yang lain…” (Pkh. 4:4, TB) Kata “iri” pada ayat tersebut berasal dari kata Ibrani qin’āh, yang dapat berarti baik maupun buruk, sama seperti “jealousy” dan “zeal” yang belum tentu bermakna buruk. Kata ini memiliki arti yaitu “memiliki jiwa kompetitif”. Kata pada ayat ini tidak bermakna baik atau buruk; intinya adalah bahwa hal ini terjadi. Lain halnya dengan kata “mengingini” pada salah satu Sepuluh Perintah Allah “Jangan mengingini…”. Kata chamād dalam “mengingini” di sana sudah pasti berkonotasi negatif. Dalam menafsirkan Pengkhotbah 4:4 tersebut Grudem menjelaskan bahwa orang melihat apa yang orang lain miliki, dan mereka memutuskan untuk bekerja lebih keras atau untuk memperoleh keterampilan yang lebih baik. Dalam hal ini kompetisi membuat orang bekerja lebih baik: mereka makmur, masyarakat pun makmur. Mekanisme kompetisi membuat orang menemukan peran yang sesuai talentanya, di mana dia dapat memberi kontribusi positif kepada masyarakat sehingga memuliakan Tuhan. Melalui kompetisi, kita dapat mendemonstrasikan keadilan dan kebajikan kepada orang lain, bahkan termasuk kepada kompetitor kita. Dalam dirinya sendiri yang baik, kompetisi juga dapat menjadi cobaan/godaan kita jatuh dalam dosa. Yang perlu diwaspadai adalah ketika kita menggunakan cara yang tidak baik dalam berkompetisi, misalnya kita mencelakakan orang lain dan menghambat mereka memperoleh nafkah. Tidak salah menjadi dokter yang berpraktik lebih baik dari dokter lainnya. Namun, sangat keliru jika kita berbohong mengenai dokter lain kepada pasien kita. Meski buku ini berbicara dalam konteks bisnis, tentu kita dapat tarik ke hal yang lebih luas ke dalam jenis profesi kita masing-masing. Apapun profesi kita, bagi yang mempekerjakan karyawan, kita diminta untuk berlaku adil dalam memperlakukan karyawan kita. Memperoleh laba juga memenuhi mandat Alkitab sepanjang tidak mengeksploitasi orang lain. Dalam ketidakmerataan kepemilikan harta, tidak pula kita perlu merasa bersalah ketika memiliki harta yang lebih banyak dari orang lain selama kita menatausahakannya untuk kemuliaan Allah dan berbagi kepada yang membutuhkan. Pada akhirnya, satu kutipan paragraf pada buku ini kiranya memotivasi kita dalam berbisnis/bekerja. Saya membiarkan mengutip dalam dalam bahasa aslinya demi membiarkannya bergaung maksimal bagi kita semua, termasuk penekanan oleh penulis berupa kata bercetak tebal. “If attitudes toward business change in the ways I have described, then who could resist being a God-pleasing subduer of the earth who uses materials from God’s good creation and works with the God-given gift of money to earn morally good profits, and shows love to his neighbors by giving them jobs and by producing material goods that overcome world poverty, goods that enable people to glorify God for his goodness, that sustain just and fair differences in possessions, and that encourage morally good and beneficial competition? What a great career that would be! What a great activity for governments to favor and encourage! What a solution to world poverty! What a great way to give glory to God!” Tuhan memberkati. /stl
- Alasan untuk Terus Berjuang: Eksposisi Yohanes 15:18-16:33
Yohanes 15:18-16:33 Dalam pertemuan KTB Pasutri yang saya pimpin, seorang anggota berbagi pergumulannya dalam mengembangkan pembinaan keluarga lewat Instagram. Dia sering kali dilanda kecemasan karena takut apa yang ditampilkan akan diresponi dengan hujatan-hujatan kejam dari para netizen. Ini hanyalah salah satu contoh “pertempuran-pertempuran” yang harus kita hadapi sebagai murid Kristus yang mau sungguh hidup mengerjakan misi-Nya. Lalu bagaimana kita harus harus menghadapinya? Pada Perang Dunia II, Jerman dapat dengan cepat menguasai Eropa barat dengan serangan-serangan menggunakan metode perang “Blitzkrieg”, perang kilat. Salah satunya adalah serangan terhadap kompleks perbentengan terkuat Belgia, yaitu Benteng Eben-Emael. Benteng ini diperkuat dengan begitu banyak kubah semi-otomatis yang diperlengkapi dengan banyak meriam besar, senjata anti tank dan senapan mesin. Jumlah total pasukan Belgia yang ditempatkan di benteng ini bisa mencapai 1200 orang. Berapa banyak pasukan Jerman yang tiba untuk menyerang benteng ini? Hanya 80 orang pasukan komando penerjun payung, Fallschirmjäger, yang mendarat di atas benteng Eben-Emael dengan pesawat glider (pesawat kayu tak bermesin, yang terbang ditarik oleh pesawat bermesin kemudian dilepaskan untuk melayang dan mendarat). Jumlah itu pun berkurang 8 orang, sebab 1 pesawat glider dilepaskan terlalu cepat, sehingga tidak bisa mencapai benteng Eben-Emael. Ketika pasukan komando Jerman itu mendarat di atas benteng Eben-Emael, mereka segera menyerang dan menghancurkan banyak pos pertahanan pasukan Belgia yang kaget dan bingung, karena sama sekali tidak menduga akan diserang dengan cara seperti itu. Tetapi kemudian pasukan Belgia, yang jumlahnya sepuluh kali lebih banyak, berhasil balik menyerang pasukan Jerman itu. Tetapi pasukan komando itu berhasil bertahan, bahkan kemudian menang. Sebanyak 780 orang pasukan Belgia berjalan keluar benteng mereka dengan kedua tangan di atas. Sementara hanya 6 orang Fallschirmjäger yang tewas, dan 15 orang lainnya terluka. Apa yang membuat pasukan Fallschirmjäger itu dapat terus bertahan dan bahkan menang atas serangan balik pasukan Belgia yang jumlahnya 10 kali lebih banyak? Mereka memiliki jaminan, yaitu pasukan induk mereka, Pasukan Keenam Jerman, akan mengirimkan Divisi Panzer Keempat, yang kekuatan armada tank serta prajuritnya jauh lebih besar dari pasukan Belgia, akan datang mengalahkan pasukan Belgia yang melakukan serangan balik itu. Saudaraku, kita yang adalah murid-murid Kristus memiliki jaminan yang jauh lebih kuat, bahkan yang paling kuat yang bisa dimiliki manusia, dalam menghadapi “pertempuran-pertempuran” saat kerjakan misi yang Tuhan beri. Pada pasal 14 dan paruh pertama pasal 15 Injil Yohanes, kita bisa melihat Yesus telah menjanjikan Roh Kudus, yang akan menolong murid-murid-Nya melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pekerjaan-pekerjaan yang Ia lakukan. Ia juga mengutus mereka untuk mengerjakan misi menghasilkan buah-buah bagi-Nya. Lalu Ia membukakan kepada mereka, yang berarti juga kepada kita, bahwa sebagai murid-murid-Nya akan menghadapi pertempuran-pertempuran yang sengit, melawan dunia yang tidak mengenal Dia. Simak ayat-ayat di bawah ini: “Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu.” (Yohanes 15:18). “Ingatlah apa yang telah Kukatakan kepadamu: Seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya. Jikalau mereka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya kamu; jikalau mereka telah menuruti firman-Ku, mereka juga akan menuruti perkataanmu.” (Yohanes 15:20) “Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah.” (Yohanes 16:2) Jelas, Yesus menyatakan bahwa sebagai murid-murid-Nya, kita akan dibenci, dianiya, dikucilkan, bahkan dibunuh! Inilah pertempuran-pertempuran yang pasti setiap kita telah, sedang, atau pun akan hadapi, dalam beragam varian. Dan bisa saja Tuhan mengizinkan kita mengalami banyak ragam sekaligus. Seorang anak KTB saya sering mengalami kecemasan tingkat tinggi, yang membuat dia bisa tiba-tiba pingsan, mimpi buruk dan tidak bisa tidur, hingga ingin bunuh diri. Hal-hal itu disebabkan oleh saat kecil dia mengalami kekerasan dan pelecehan seksual, kini ia dituntut memberikan banyak hal dan dimusuhi oleh mertua, difitnah dan diskriminasi oleh rekan-rekan kerja, serta tuntutan tugas-tugas pekerjaan yang sangat tinggi dan hampir tak kenal kompromi. Saya sendiri harus menghadapi pertempuran-pertempuran berat dalam pelayanan sebagai staf mahasiswa PERKANTAS Jakarta, sebab persekutuan-persekutuan mahasiwa harus dibangun kembali setelah porak-poranda pasca pandemi Covid. Sementara saya juga harus mendukung isteri dan anak saya dalam pertempuran-pertempuran mereka di pekerjaan dan studi. Belum lagi saya juga harus hadapi pertempuran-pertempuran dengan kondisi fisik karena faktor usia yang sudah mencapai 50 tahun. Dan saya yakin, teman-teman sendiri, pasti juga menghadapi pertempuran-pertempuran yang sengit, entah yang serupa atau berbeda. Tetapi syukur kepada Allah, bila kita perhatikan bagian akhir pasal 16 Injil Yohanes, kita semua telah Dia berikan jaminan yang jauh lebih kuat dibanding yang dimiliki oleh pasukan Fallschirmjäger itu. Terkuat dari semua jaminan serupa, yang pernah atau pun yang akan bisa dimiliki manusia. Di ayat 33, Yesus berkata, “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia." Pertama-tama Yesus menyatakan bahwa semua yang telah Ia katakan di ayat-ayat sebelumnya, yaitu tentang kebencian, aniaya, pengucilan dan pembunuhan yang akan dialami oleh murid-murid-Nya dan petunjuk-petunjuk praktis bagaimana mereka harus menghadapinya, sengaja Ia beritahukan dengan tujuan murid-murid-Nya beroleh damai sejahtera di dalam Dia. Bagaimana bisa mendapatkan damai sejahtera bila nanti akan dibenci, dianiaya, dikucilkan dan dibunuh? Jawabannya ada di penghujung pernyataan berikutnya, “Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia”. Inilah jaminan yang lebih kuat dan sekaligus terkuat itu. Dunia yang sudah, sedang dan akan membenci, menganiaya, mengucilkan dan membunuh murid-murid Kristus, sudah Kristus kalahkan! Perhatikan baik-baik. Bukan akan dikalahkan nanti, tetapi sudah dikalahkan. Jadi berbeda dengan pasukan Induk dari pasukan Fallschirmjäger tadi, yang menjamin nanti akan datang membantu dan akan mengalahkan pasukan Belgia yang telah menyerang balik. Yesus sudah mengalahkan dunia! Saat itu, dan hingga kedatangan-Nya kembali, Yesus dan murid-murid-Nya sedang berperang dengan dunia yang tidak mengenal Bapa yang telah mengutus Yesus (Yohanes 15:21). Tetapi, secara prinsip dunia ini telah dikalahkan. Kedatangan Yesus, Sang Firman dan Sang Terang itu, telah menginagurasi kekalahan dunia. Yohanes menulis, “Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya” (lih. Yoh.1:5). Dan kemudian dunia ini secara total dikalahkan oleh kematian dan kebangkitan Yesus, yang akan terjadi beberapa waktu kemudian setelah percakapan Yesus dan murid-murid-Nya ini. Dan bila kita perhatikan teks bahasa aslinya, yaitu bahasa Yunani, kata “telah mengalahkan dunia” yang Yesus gunakan adalah νενίκηκα (nenikeka), bentuk perfect tense dari νικάω (nikao). Bentuk perfect tense ini menunjukkan bahwa itu adalah sebuah kemenangan abadi. Yesus telah mengalahkan dunia untuk selamanya. Dunia tidak lagi punya kesempatan untuk menyerang balik dan menang. Itulah sebabnya saya bilang ini adalah jaminan yang lebih kuat, bahkan paling kuat. Camkan benar-benar dan pegang erat-erat hal ini, saudara-saudaraku. Dan jangan lupa, Yesus tak hanya memberikan jaminan, melainkan Ia memerintahkan kita untuk memberikan sebuah respon, “…kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia”. Kata yunani yang diterjemahkan sebagai “kuatkanlah hatimu” itu adalah yang artinya, “jadilah berani”, “bergembiralah” . Demikianlah Tuhan Yesus menghendaki kita semua yang adalah murid-murid-Nya menghadapi “pertempuran-pertempuran” dalam jalani hidup kerjakan misi-Nya. Kita harus terus berjuang dengan berani, dan bahkan dengan gembira, karena Dia telah mengalahkan dunia secara total! Kemenangan sudah pasti dan terjamin abadi, meski masih banyak musuh menyerang dengan ganasnya, dan tampak seakan kita akan, atau bahkan sudah, kalah. Tapi bukan begitu fakta yang sebenarnya. Ingatlah dan pegang selalu, Dia telah mengalahkan dunia! Mungkin saudara bertanya, “Bagaimana jika kita sukar untuk berjuang dengan berani dan gembira?” Tuhan Yesus memberikan beberapa petunjuk praktis yang dapat membantu kita. Pertama, lihat di 16:3, Yesus berkata, “Tetapi semuanya ini Kukatakan kepadamu, supaya apabila datang saatnya kamu ingat, bahwa Aku telah mengatakannya kepadamu." Kita harus selalu siap hadapi pertempuran-pertempuran yang akan datang. Prajurit-prajurit yang tidak siap ketika serangan musuh datang, akan kaget dan mudah ditaklukkan. Kedua, simak 16:13, “Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang”. Seperti prajurit-prajurit di medan tempur perlu mengikuti arahan komandannya agar beroleh kemenangan, kita perlu tunduk kepada pimpinan Roh Kudus, menaati setiap kebenaran-kebenaran firman Tuhan yang dibukakan kepada kita. Ketiga, perhatikan 16:20, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya kamu akan menangis dan meratap, tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita.” Kita harus terus paham dan sadar bahwa pertempuran-pertempuran yang kita hadapi pasti menimbulkan kesulitan bahkan kerugian besar, yang menimbulkan dukacita bagi kita, dan dunia akan bergembira karena itu. Tetapi dukacita itu hanya sementara. Ada akhirnya. Karena akan diganti dengan sukacita, sebab kita sadar untuk siapa kita berperang, dan Dia, yang bagi-Nya kita telah berperang, adalah Sang Pemenang yang telah mengalahkan dunia. Keempat, tinjau 16:27, “sebab Bapa sendiri mengasihi kamu, karena kamu telah mengasihi Aku dan percaya, bahwa Aku datang dari Allah”. Tanamkan dalam-dalam di hati dan pikiran kita, bahwa kita dikasihi Bapa. Dia tidak akan membiarkan kita jadi bulan-bulanan dunia. Nah saudaraku, Kristus sudah membukakan segala yang kita perlukan untuk menghadapi pertempuran-pertempuran dalam jalani hidup kerjakan misi-Nya. Teruslah berjuang, sebab Dia sudah memenangkan peperangan. Terus berjuang dengan berani dan gembira, selama hayat dikandung badan, hingga kita semua nanti ikut dalam arak-arakan kemenangan-Nya dalam kekekalan nanti. *Penulis merupakan staf Perkantas Jakarta /stl
- Tuhan dan Isi Dompetku: Manajemen Keuangan bagi Tenaga Kesehatan
To study money is to study a very large part of what we are - Jacob Needleman Any amount of wealth is enough to destroy a family - Philip Marcovici “Punya banyak uang pusing, tidak punya uang apalagi”. Mungkin kita setuju dengan ungkapan ini, karena lebih baik pusing tapi punya uang daripada pusing karena tidak ada uang. Banyak alumni dokter atau dokter gigi yang pusing karena hal yang pertama (uang yang banyak), tak sedikit pula yang pusing dengan kondisi uang yang terbatas. Kepusingan itupun bertambah ketika kita dituntut untuk memberi perpuluhan, ”Kok rasanya banyak sekali”. Uang adalah masalah serius yang kerap dibicarakan dalam Alkitab. Ada lebih dari 2350 ayat yang bicara mengenai uang, jumlah yang lebih banyak dari ayat tentang kasih, dosa, keselamatan dan hal penting lainnya. Perumpamaan yang diucapkan Tuhan Yesus pun banyak bicara tentang keuangan. Cara kita menggunakan uang juga berhubungan dengan keselamatan. Ketika Zakheus akan menyerahkan setengah dari hartanya dan mengganti empat kali lipat kalau ada orang yang diperas, Tuhan Yesus berkata bahwa hari ini telah terjadi keselamatan (Lukas 19:8-9). Demikian juga dalam cerita seorang muda kaya yang pergi dengan sedih karena banyak hartanya, Tuhan Yesus pun berkata bahwa sukar sekali bagi orang kaya untuk masuk dalam kerajaan sorga (Matius 19:23). Orang yang punya uang tidak akan pernah puas dengan uangnya, ia akan terus mencari. Pengkhotbah 5:9 menegaskan bahwa siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Orang-orang yang memiliki uang hanya akan selalu mencari lebih banyak uang untuk memenuhi hasrat materi mereka, tetapi tak pernah benar-benar puas dengan jumlah yang mereka miliki. Padahal bagi orang Kristen menjadi kaya adalah anugerah dari Tuhan, susah payah tidak akan menambahinya (lih. Amsal 10:22). Jadi, berhubungan dengan uang memang bukan perkara mudah. Mengelola hati Pertanyaan ”Bagaimana sebaiknya kita mengelola uang?” sebenarnya adalah pertanyaan yang keliru. Seharusnya kita bertanya, bagaimana kita mengelola hati kita dalam hubungannya dengan uang. Kalau hati kita terpaut pada uang dan segala kenikmatan yang dapat diberikannya, maka kita akan terus tergoda untuk mencarinya dan melupakan hal lain yang sebenarnya lebih penting. Kita tidak mungkin mengabdi pada dua tuan (Mat. 6:24). Pengelolaan uang yang benar harus berdasarkan pengelolaan hati yang benar. Dalam hubungannya dengan persembahan perpuluhan, memang sangat ideal kalau kita memberi dengan sukacita perpuluhan dari apapun yang kita peroleh (bukan hanya gaji take home pay). Namun, kalau saat ini kita sudah punya banyak kewajiban sehingga memberi perpuluhan menjadi sulit, mulailah memberi secara bertahap sampai kita punya hati yang sejahtera memberikan perpuluhan, bahkan lebih dari itu. Sebagai orang Kristen sebaiknya kita menggunakan prinsip 10 – 50 – 20 – 20. Artinya 10% perpuluhan (disisihkan diawal, bukan sisanya), 50% untuk kebutuhan pokok, 20% untuk investasi dan 20% untuk keinginan pribadi. Kalau pendapatan pas-pasan pengeluaran untuk kebutuhan pokok mungkin lebih besar, tetapi ketika pendapatan meningkat, maka persembahan yang perlu ditingkatkan. Banyak dokter di Indonesia punya harta melimpah, tapi kurang memberi persembahan, khususnya perpuluhan. Setelah mengetahui betapa berbahayanya uang, kiranya hati kita makin terpaut pada Tuhan sehingga kita tidak ‘sayang’ memberi kepada Tuhan karena semua yang kita miliki adalah milik Tuhan. Ingatlah bahwa kekayaan kita itu dari Tuhan (Ulangan 8:18). Maria menuangkan minyak narwastu yang mahal di kaki Yesus (Markus 14:3), kiranya kita juga termotivasi untuk ‘boros’ bagi Tuhan. Di sisi lain, memiliki sedikit uang sebenarnya lebih aman bagi pertumbuhan rohani, karena kita dapat lebih banyak fokus pada hal-hal penting dan dapat menggunakan waktu kita lebih maksimal. Tantangan terbesar kalau kita punya uang banyak adalah bahwa kita harus menyediakan waktu untuk mengelolanya, dan tergoda untuk mempunyai lebih banyak lagi. Bagaimana dengan investasi? Apakah perlu menginvestasikan uang kita? Jelas perlu. Kita harus bertanggungjawab atas apa yang Tuhan percayakan pada kita. Bukan hanya uang tapi seluruh talenta yang Tuhan berikan. Kita harus mengembangkannya untuk menjadi manfaat bagi banyak orang, karena itulah yang Tuhan inginkan ketika kita diberikan talenta. Prinsip investasi yang penting adalah kita menginvestasikan harta kita pada aset yang yang kita mengerti dan dapat kita pertanggungjawabkan. Banyak orang ingin mendapatkan keuntungan besar dalam waktu singkat, akhirnya jatuh pada produk investasi bodong yang berakibat fatal. Dalam menatalayan materi yang Tuhan anugerahkan pada kita, kita perlu mengingat bahwa kita bukan sekedar belajar untuk mengatur keuangan dan memberi bagi Tuhan, tetapi lebih dari itu kita sedang belajar untuk mengasihi Tuhan dan memberi seluruhnya dari diri kita kepada Tuhan. Dalam upaya kita mengelola materi yang Tuhan berikan, ingatlah akan salib Kristus, dimana Dia sendiri sudah memberikan seluruh diriNya untuk menebus dan menyelamatkan kita. Kiranya Tuhan menolong kita untuk mempersembahkan hati kita seluruhnya pada Tuhan sehingga uang tidak menguasai kita. /stl
- Aku, Kamu, dan Kesalehan Kristus
“Saya tertarik kepada dia pertama-tama karena iman dan keseriusan spiritualitasnya yang tampak dari karakter, value, dan takut akan Tuhan yang jelas. Saya juga merasa Tuhan begitu murah hati memberikan pasangan yang menarik secara fisik”. Begitulah ungkapan salah seorang pembina pelayanan mahasiswa di kota Jakarta saat diwawancara terkait pasangan hidup. Melihat fenomena banyaknya anak muda Kristen yang tak kunjung berpasangan meski tampaknya dalam banyak sisi sudah cukup mapan, timbul pertanyaan: apakah muda-mudi Kristen tak lagi menarik bagi lawan jenisnya saat ini? Ketertarikan fisik = tidak rohani? Dari kutipan di atas, menarik untuk disorot bahwa ketertarikan fisik juga menjadi suatu hal yang penting dan hal ini wajar. Allah menciptakan manusia memiliki sex, laki-laki dan perempuan diciptakanNya mereka. Seksualitas pun diberikan sebagai anugerah yang baik di dalam pernikahan. Banyak orang yang mengklaim dirinya sebagai orang yang rohani, memiliki ketertarikan fisik pada lawan jenis seakan terasa tabu. Hal-hal yang berbau fisik dianggap seperti duniawi dan kurang mulia, bahkan ekstremnya dipandang sebagai dosa. Namun, sejatinya Allah menciptakan kita bukan hanya jiwa, tapi juga tubuh yang berdaging. Pandangan bahwa tubuh ini bagian dari keberdosaan, sedangkan jiwa adalah lebih mulia serta kekal. Seringkali, konsep ini dibumbui sedemikian rupa hingga terkesan rohani. Nyatanya, konsep ini sebenarnya salah dan bukan pengertian yang Alkitabiah. Lebih cocok dengan pandangan Plato, yang mengatakan bahwa tubuh adalah penjara jiwa. Sebaliknya di dalam kekristenan, pribadi Allah kedua berinkarnasi menjadi manusia yang berdaging. Dalam narasi besar Allah pun nantinya di dalam langit dan bumi yang baru, manusia pun diberikan tubuh yang baru. Bukan hanya fisik Ketertarikan fisik, meskipun punya andil dalam relasi, tentu bukanlah segalanya. Christ-like character menjadi daya tarik yang begitu kuat, suatu keindahan yang tidak dapat ditahan bahkan dengan menutup mata. Ribka tidak hanya elok parasnya, tapi juga memiliki karakter yang begitu menarik. Hati yang mudah digerakkan oleh belas kasihan, dan ditopang oleh kesungguhan menolong orang membuat Eliezer yakin untuk memilih Ribka bagi anak tuannya. Mengapa? Menimba air untuk 10 ekor unta minum bukan pekerjaan mudah. Satu unta diperkirakan dapat minum 30-50 galon air, atau setara dengan 115-200 liter air. Memberi minum 10 ekor unta jelas bukan pekerjaan mudah bagi seorang gadis muda seperti Ribka. Namun, seorang ramah, pekerja keras, tidak mudah mengeluh, tangan yang ringan membantu didorong oleh hati yang berbelas kasihan, itulah pesona utama Ribka. Tidak berbeda jauh dari deskripsi perempuan ideal menurut Amsal 31. Dalam berbagai interview dengan pembina-pembina persekutuan mahasiswa pun, banyak pria/suami yang mengaku bahwa ia sangat menghargai istrinya karena kebaikan hatinya, karena perjuangan sang istri di dalam keluarga. Nilai dari kebaikan hati seorang perempuan itu melebihi kecantikan parasnya. Petrus dalam suratnya yang pertama bagi orang-orang Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia kecil dan Bitinia juga mengajarkan bahwa perhiasan seorang perempuan janganlah hanya dari perhiasan lahiriah, tetapi hendaklah ia mempercantik dirinya secara batiniah juga, yaitu dengan roh yang lemah lembut dan tenteram, sebagai perhiasan yang sangat berharga di mata Allah. Dalam terjemahan bahasa Inggrisnya, kata yang dipakai adalah ”the unfading beauty of gentle and quiet spirit”. Quiet spirit bukan berarti seorang yang pendiam, namun seorang perempuan yang dapat mendengar. Kelembutan hati yang terpancar dari pribadi yang tidak mementingkan diri sendiri, namun di dalam kerendahan hati mau mendengar orang lain ketika berbeda pendapat, berbeda kepentingan, bahkan ketika dikoreksi. Dan hal yang paling ultimate dari gentle and quiet spirit ini adalah untuk dapat tenang, lembut hati, dan mau mendengar Allah. Kekuatan seorang perempuan ditemukan dalam kekuatannya untuk bergumul, bergelut bersama Allah dalam tenang dan anggunnya sikap hidupnya. Tidak dikuasai oleh kegelisahan hatinya, atau dorongan untuk mengontrol segala sesuatu, namun sikap yang mau berdiam, menunggu di kaki Allah, dan mengharapkan pertolonganNya. Dalam banyak masalah ia tidak menjadi kasar, but to wait upon the Lord, adalah kekuatan seorang perempuan yang mengagumkan bahkan untuk seorang laki-laki. Demikian juga halnya laki-laki yang memancarkan karakter Kristus menjadi begitu menarik bagi perempuan yang saleh. Seorang laki-laki yang bekerja keras, menyatakan kasih dalam sifat rela berkorban, rela memikul salib – bahkan demi pertumbuhan orang lain, bersabar dengan kelemahan orang lain, merupakan benih-benih dari karakter Kristus yang nampak dari sikap hidupnya sehari-hari. Lelaki yang demikian jauh lebih menarik, dibandingkan yang hanya menonjolkan rupa, harta, maupun tahta. Dalam naik turunnya badai pernikahan, banyak istri mengaku diyakinkan kembali akan cinta sang suami ketika melihat bukti nyata dalam ia menyangkal diri demi mengasihi istrinya. Bukankah ini adalah refleksi dari peristiwa salib? Ketika Kristus karena kasihNya akan gerejaNya, rela menempuh jalan salib demi menembus, dan memimpin GerejaNya kepada kekudusan. Bagi seorang perempuan yang sungguh-sungguh mencintai Kristus, ketika melihat bayang-bayang dari karakter Kristus dalam diri seorang manusia yang tidak sempurna pun, menjadi daya tarik yang tidak dapat dipungkiri dan kunci dari kebertundukan diri. Ketika seseorang mengasihi Kristus sedalam hatinya, ketika ia sungguh-sungguh memiliki mata rohani yang memandang kepada keindahan yang sejati, maka kesalehan menjadi hal yang begitu menarik bagi hatinya. Godliness is attractive for Godly people. Jebakan bagi para kaum muda adalah sering kali menganggap kesalehan itu sebagai natur bawaan. Padahal kesalehan adalah perpaduan antara anugerah Allah yang disambut dengan ketaatan kita. Artinya, ada perjuangan melawan natur awal kita yang berdosa. Artinya, wajar jika kita maupun orang lain belum sempurna. Artinya, kita pun perlu bersabar akan proses pertumbuhan orang lain, sebagaimana kita juga telah menerima kesabaran demi kesempatan. Tidak ada kesalehan yang instan. Selain itu, kesalehan yang sejati tidak dapat dipalsukan. Tindak tanduk di luar tentu dapat dikondisikan, bahkan dalam jangka waktu yang cukup panjang. Tetapi kerinduan hati bagi Allah yang tidak dapat dipadamkan, air mata pertobatan, juga hati yang pedih ketika kita kembali jatuh dalam dosa, atau secara singkat - respon hati kita di hadapan kebenaran, bukanlah suatu hal yang dapat dibuat-buat. Lihatlah akan hal yang sedemikian dalam diri calon pasangan kita. Kapan dan dimana kutemukan pasangan hidup? Pertanyaan selanjutnya, kapankah kita menemukan orang yang sedemikian? Bukankah selama ini kita telah menanti, berdoa, berusaha, dan tidak menemukannya? Benar bahwa “kapan” menjadi pertanyaan yang lebih sulit dijawab. Namun, sebagai orang beriman kita percaya bahwa rencana Tuhan akan indah pada akhirnya. Sementara itu, pertanyaan “di mana” mungkin menjadi hal yang lebih dapat didiskusikan. Di manakah kita dapat menemukan orang yang tepat bagi kita? Belajar dari kisah-kisah Alkitab, ternyata sumur pada zaman perjanjian lama bukan hanya tempat menimba air, tapi juga pusat peradaban, tempat perkumpulan, tempat bertemu, berkenalan, bersosialisasi, bahkan tempat orang mencari jodoh. Ribka ditemukan bagi Yakub di sumur. Menarik garis merah sampai ke zaman ini, kita bisa menerapkan strategi yang sama. Jika kita ingin bertemu dengan orang lain, datanglah ke tempat di mana orang-orang berkumpul. Percakapan singkat dengan para pembina mahasiswa pun menyatakan hal yang serupa. Sebagian besar dari mereka bertemu pasangan hidupnya di gereja, retret, pelayanan kampus, atau ladang pelayanan lainnya. Di zaman sekarang ini, apakah “sumur” ini masih menjadi tempat orang-orang berkumpul? Apakah gereja, pelayanan mahasiswa, retret, dll masih menjadi prioritas bagi anak-anak Tuhan di zaman ini? Sangat memprihatinkan bila kita melihat gereja mulai kosong dan anak-anak muda justru ditemukan di club, bar, café, atau lapangan olah raga. Beberapa wejangan penting yang dapat diperhatikan adalah, pertama, it is okay to ask for help, it is okay to be helped. Kadang kita membutuhkan pertolongan orang lain dalam fase perkenalan, itu adalah suatu hal yang normal. Tidak perlu malu atau ragu. Fokuslah pada memperluas pergaulan, memperdalam relasi dalam komunitas dengan visi yang telah Tuhan nyatakan kepada setiap kita. Kadang kita ditolong orang lain, kadang kita menolong orang lain. Tidak ada yang salah ataupun aneh dengan itu. Kedua, kita hidup di jaman yang dipenuhi dengan cynicism and suspicion. Namun, kasih mengharapkan yang terbaik, kasih melihat yang terbaik dalam diri orang lain. Love sees the best in people. Sulit bagi kita untuk memulai relasi, ataupun menjalin relasi jangka panjang saat jiwa kita dipenuhi kecurigaan dan ketidak percayaan. Kita menjadi manusia yang sulit untuk dihadapi bagi orang lain, bahkan diri sendiri. Karenanya, kita perlu mengasah kasih dalam hidup sehari-hari, bahkan dalam internal practice di dalam komunikasi dengan diri. Mewarnai hati dan sudut pandang dengan kasih itu perlu terus dilakukan dari hari ke hari, hingga akhirnya kita sendiri semakin serupa Kristus yang penuh kasih. Banyak anak muda bergumul akan pasangan hidup, tetapi kiranya pergumulan ini diarahkan dan membawa kita kepada pertumbuhan yang benar. Jangan mencari jalan pintas yang akhirnya menghantar pada penyesalan. Dalam setiap langkah, isilah dengan komitmen untuk menghargai dan memuliakan Tuhan yang telah mati dan bangkit bagi kita. /stl
- Tuhan Tetap Memegang Kendali: Eksposisi Ester Bagian Kedua
Kepedihan atas vonis kematian Sebuah pesan di Whatsapp muncul dari seseorang yang pernah kami kunjungi. Pesannya singkat, “Kak, ibu saya masuk Rumah Sakit”. Beberapa waktu kemudian saya baru punya waktu berkunjung setelah ibu itu kembali dari RS. Kondisinya melemah, hanya bisa berbaring, dan tubuhnya sangat kurus berbalut tulang yang menyusut setiap harinya. Di rumah itu, suaminya juga terbaring di kamar yang lain, sambil terkadang berteriak-teriak kesakitan, karena sedang menderita sakit ginjal. Kondisi mereka tergolong tidak mampu. Anaknya bercerita, untuk membeli makanan saja mereka sangat kesulitan. Saya menitipkan beras dan sedikit bahan makanan untuk mereka, sembari memasukkan data mereka ke sebuah aplikasi bernama Jangkau yang digunakan untuk mengajukan permohonan kursi roda dan beras secara gratis. Seminggu kemudian, saya mendapat kabar ibu itu meninggal dunia. Ester 4-7 Kepedihan atas kematian adalah salah satu kepedihan yang tidak bisa terelakkan. Air mata menetes tak terbendung ketika orang yang kita kenal atau kasihi meninggal dunia. Kematian adalah sesuatu yang menakutkan. Dalam kitab Ester, ketakutan mencekam akan vonis kematian juga membayang-bayangi seluruh orang Yahudi di tanah Persia di zaman Ester. Haman, orang kedua setelah Raja Artahsasta di Kerajaan Persia memerintahkan untuk memusnahkan, membunuh, membinasakan semua orang Yahudi dari yang tua hingga yang muda, termasuk anak-anak dan perempuan, dalam satu hari saja di tanggal 13 bulan Adar. Seluruh harta benda mereka juga akan dirampas. Haman memberikan 10.000 telenta perak kepada raja untuk memuluskan rencananya. Mordekhai yang mendengar titah Raja itu, mengoyakkan pakaiannya, memakai kain kabung, keluar berjalan di tengah kota sambil melolong dengan suara nyaring dan pedih. Perintah raja yang disusun oleh Haman itu telah disahkan dengan cincin materai raja yang tidak bisa dibatalkan bahkan oleh raja sendiri. Kegemparan, kepedihan dan ketakutan terjadi di kalangan semua orang Yahudi di semua provinsi kerajaan Persia pada masa itu. Mereka berpuasa, berkabung, menangis dan meratap, ada yang mengenakan kain kabung dan abu. Redemptive Action Disisi yang lain, disinilah sebuah “puzzle” dalam hidup Ester perlahan mulai menampakkan bentuknya. Ester saat itu menjadi ratu di Persia, namun identitasnya sebagai orang Yahudi tersembunyi. Ada sebuah kesempatan untuk menolong, tetapi pintu kesempatan itu sangat sempit dan mungkin harus dibayar mahal dengan nyawanya sendiri. Ester bersedia maju untuk menyelamatkan orang Yahudi. Aksi Ester ini bisa termasuk dalam aksi redemptive yang didefinisikan oleh Praxis Lab sebagai “Wherever there is loss, brokenness, unfairness, injustice, waste, or harm—and someone willingly enters into the situation by bearing a cost or taking a risk to help the person, resource, or system to be restored or repaired—that’s redemptive action.”1 Banyak orang yang bertanya: “Mengapa saya ada di dunia ini?”, “Apa tujuan hidup saya?”. Belajar dari kitab Ester ini, yang dikenang pada diri Ester bukanlah statusnya sebagai ratu Persia dengan segala kemewahannya. Yang dikenang dalam diri Ester adalah keberanian dan pengorbanannya untuk menyelamatkan bangsa Israel dari sebuah genosida pemusnahan. Saya yakin, salah satu hal yang dikenang dalam hidup seseorang setelah ia mati adalah tindakan Redemptive yang dia lakukan selama hidup, bagaimana ia berkorban untuk menolong orang lain. Kita juga menarik refleksi kita kepada klimaks pelayanan Kristus di bumi melalui pengorbananNya di atas kayu salib untuk menebus orang berdosa, mengangkat kita dari kuasa maut dan membawa kita kepada hidup yang kekal. Karya penebusan-Nya (Redemptive work) adalah menebus kita menjadi anak-Nya, memulihkan kita dari kondisi yang mati dan rusak, menjadi ciptaan yang baru dan terluput dari kematian dan kengerian kekal. Dari sinilah kita bisa berefleksi tentang apa makna dari hidup. Doa puasa dan komunitas Di dalam kitab Ester, tidak ada nama Tuhan Allah disebut. Dalam kitab ini, kita juga tidak menemukan malaikat Tuhan yang membawa pesan atau Allah yang berfirman secara langsung. Tuhan tampaknya absen. Tetapi dalam kitab ini kita melihat Allah yang mengatur dan memegang kendali atas umat-Nya. Kondisi seperti ini juga bisa terjadi dihidup kita. Tetapi jika kita renungkan, ada banyak pekerjaan dan pimpinan Tuhan yang terjadi dalam hidup kita di tengah kondisi yang tampaknya Tuhan tidak hadir. Tuhan tetaplah memegang kendali. Cobalah mengambil waktu untuk mengingat kasih dan tuntunan Tuhan itu di masa-masa krisis anda itu! Di masa krisis, Ester meminta kepada Mordekhai agar semua orang Yahudi di puri Susa berpuasa tiga hari lamanya untuknya. Berpuasa bersama, berdoa dan meminta kepada Allah. Tiga hari yang cukup untuk berdoa, berkabung, tetapi juga untuk memikirkan langkah-langkah yang harus dilakukan. Bagaimana menyelesaikan sebuah yang permasalahan rumit ini? Tentu membutuhkan sebuah rencana, strategi yang hati-hati namun tepat. Bagaimana cara Ester menyampaikan kepada raja kondisi yang sesungguhnya? Menyelesaikan masalah dengan cara yang bijak Ester menunda hingga 3 kali perihal menyampaikan permohonannya kepada raja. Dia tidak tergesa-gesa, namun menunggu momentum yang tepat. Hingga pertanyaan ketiga kalinya, baru Ester menyampaikan isi hatinya. Kehati-hatian Ester dalam menyelesaikan masalah ini adalah hal yang penting, ia mengeksekusi apa yang sudah ia rencanakan dengan hati-hati. Poin yang penting dari permintaan Ester kepada raja adalah ia meminta perlindungan atas nyawanya, setelah itu ia meminta perlindungan atas bangsanya. Ester menyuarakan kebenaran atas apa yang sedang terjadi. Ia berdiri membela dan melindungi bangsanya. Tentulah raja tidak mau kehilangan permaisuri untuk keduakalinya karena sebuah “kesalahan” kebijakan yang ia buat sendiri. Ini akan membahayakan kerajaannya. Di saat itu raja meninggalkan anggurnya dan pergi ke taman untuk menenangkan hatinya. Dari kitab ini setidaknya kita belajar, serumit-rumitnya masalah, kita masih bisa mencari jalan keluar. Mungkin kita bisa ambil waktu seperti Ester untuk berpuasa dan berdoa, bersama orang percaya lainnya, untuk mencari penyelesaian atas masalah kita. Memang sangat penting bagi kita untuk mengambil waktu berdiam, berpuasa, berdoa, berefleksi dan mencari jalan keluar untuk permasalahan-permasalahan rumit yang sedang kita hadapi. Terlebih ketika kita ada di tengah dunia yang tidak mengenal Allah, ada banyak permasalahan yang muncul yang diluar kendali kita. Mungkin ada upaya-upaya yang berusaha untuk menekan bahkan menjatuhkan kita. Kita melihat Ester menggunakan cara pendekatan yang lembut, dialog, negosiasi untuk mempengaruhi sebuah kebijakan yang tidak bisa dirubah. Dia tidak menggunakan cara kekerasan, tetapi dia menggunakan seluruh potensi yang ada pada dirinya secara tepat. Penutup Tenaga medis adalah salah satu pekerjaan yang selalu diperhadapkan dengan situasi sulit antara hidup dan mati, sembuh dan sakit. Saya teringat sharing seorang adik dokter yang waktu itu baru masuk ke spesialis jantung bertahun-tahun yang lalu. Saya mengenalnya sebagai seorang yang sangat cerdas dan nilainya tertinggi di antara teman-temannya. Dia menceritakan bagaimana dia harus belajar membuat keputusan yang cepat ditengah emergency, padahal butuh waktu untuk menganalisis dengan hati-hati. Dan ini membutuhkan hikmat dan latihan. Salah satu dosen saya di Fuller Seminary, Michaella O’ Donnell, dalam bukunya menuliskan tentang pentingnya “action and reflection”. Ia mengatakan “the only way to keep moving forward is to reflect on where you’ve been.”2 Karena itu ia menekankan pentingnya ritme “action, reflection, action”.3 Di tengah kondisi yang sangat kacau setiap harinya kita tetap membutuhkan ritme untuk bekerja, beristirahat, waktu tenang, refleksi dan aksi agar kondisi kerohanian dan jiwa kita tetap terjaga. Selain itu, tetap penting bagi kita alumni untuk punya komunitas orang percaya yang ikut menjaga kita. Di tengah tantangan di kehidupan dunia sekuler yang kejam ini, kiranya kita bisa tetap mengambil peran menjadi pemimpin-pemimpin yang mengubah keadaan, ikut menjadi solusi atas berbagai permasalahan, dan membawa semakin banyak orang mengenal Tuhan lewat kesaksian dan pelayanan kita. /stl Referensi: Praxis, https://www.praxislabs.org/redemptive-entrepreneurship Michaela O'Donnell. Make Work Matter: Your Guide to Meaningful Work in a Changing World, (Grand Rapids: Baker Books, 2021), 113 Ibid, 114
- RUU Kesehatan Omnibus Law: For Better or Worse
Dunia ini bersama-sama mengalami pandemi COVID-19 selama lebih dari tiga tahun. Kesehatan dan ekonomi merupakan dua sektor yang menjadi perhatian pemerintah dalam menentukan kebijakan di tengah pandemi. Pada akhir tahun 2020 pemerintah Indonesia telah menerbitkan Omnibus Law Cipta Kerja untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menciptakan iklim investasi yang baik. Saat ini ketika kita memasuki era post pandemi, pemerintah sedang fokus membahas Omnibus Law di bidang Kesehatan. Omnibus Law merupakan metode pembuatan regulasi yang menghimpun sejumlah aturan dengan substansi yang berbeda-beda dalam satu paket hukum. Diharapkan produk yang dihasilkan dapat memberikan pengaturan yang lebih baik dan tidak bertentangan satu dengan yang lain. Proses pembentukan Omnibus Law Cipta Kerja maupun Omnibus Law Kesehatan tidak lepas dari gejolak di berbagai lapisan masyarakat yang saat ini memiliki interkonektivitas yang baik. Kedua hal tersebut memiliki tujuan yang baik; Omnibus Law Cipta Kerja menciptakan iklim investasi yang kondusif, sementara Omnibus Law Kesehatan berusaha menciptakan pemenuhan hak atas kesehatan yang merata di seluruh wilayah Indonesia. Seorang penulis dari Inggris, Arnold Bennett, mengungkapkan sebuah kalimat yang menjadi prinsip dasar konflik dalam perubahan, “Any change, even a change for the better, is always accompanied by discomforts.” Artikel ini berfokus pada Omnibus Law Kesehatan. Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, khususnya di bidang kesehatan, tentu kita semua merasa berkepentingan terhadap terbitnya Omnibus Law Kesehatan. Aturan ini akan menjadi dasar bagi kita untuk bertindak, memberikan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan, dan mengatur kehidupan profesi kita. Sebagai negara hukum dapat dikatakan bahwa Omnibus Law Kesehatan akan menjadi dasar kehidupan setiap profesi di bidang kesehatan dan payung bagi masyarakat Indonesia untuk mewujudkan hak atas kesehatannya. Saat ini dengan keyakinan penuh bahkan tanpa data kuantitatif, kita pasti sepakat bahwa kondisi berikut terjadi di Indonesia: 1) Distribusi sumber daya kesehatan, khususnya sumber daya manusia, tidak merata dan terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Bali serta kota-kota besar seperti ibu kota Provinsi; 2) Tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu di bidang kesehatan, baik pada jenjang sarjana, profesi, spesialis, maupun subspesialis; 3) Aturan hukum dan substansi yang seringkali tidak selaras di bidang yang berbeda; 4) Feodalisme, tribal culture, dan diskriminasi masih terjadi dalam bidang kesehatan. Tidak semua orang mendapatkan perlakuan yang sama dan adil dalam hal akses kesehatan maupun pendidikan kesehatan. Bila kita yakin dan sepakat terhadap permasalahan tersebut, maka kita juga harus meyakini bahwa pemerintah, organisasi profesi, dan masyarakat juga memiliki harapan untuk menciptakan ekosistem kesehatan yang lebih baik. Apa yang menjadi isu penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Kesehatan? Menyatukan perbedaan pendapat dari berbagai golongan masyarakat, organisasi profesi, dan pemerintah bukanlah hal yang mudah. Pada 28 November 2022 lima organisasi profesi yang terdiri dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Peratuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengajukan beberapa tuntutan: 1) menolak liberalisasi dan kapitalisasi di bidang kesehatan; 2) mendesak agar RUU tersebut dikeluarkan dari program legislasi nasional prioritas dan menolak adanya RUU Kesehatan; 3) menolak penghilangan dan pelemahan peran organisasi profesi yang ada. Dengan mengesampingkan ego setiap pihak, politik kepentingan, perebutan kekuasan, dan dampak finansial pribadi atau organisasi, maka apapun latar belakang kita seharusnya kita memiliki visi yang sama untuk perbaikan di bidang kesehatan. Dalam teori manajemen perubahan terdapat empat langkah yang perlu dilakukan untuk menginisiasi sebuah perubahan yang berhasil: 1) Meningkatkan keadaan yang mendesak (urgency), pada bagian sebelumnya kita telah mengetahui bahwa ada permasalahan besar di bidang kesehatan yang perlu segera diatasi; 2) Membangun tim pemandu (guiding coalition), artinya setiap pihak harus dapat berkolaborasi dengan baik dan adanya transparansi; 3) Mengembangkan visi, kepentingan dan keahlian setiap kelompok perlu diarahkan pada satu tujuan akhir yang memberikan manfaat terbaik bagi masyarakat; dan 4) Komunikasi untuk dukungan (buy-in), perlunya komunikasi yang baik khususnya di era interkonektivitas yang tinggi. Bagaimana sikap kita sebagai anak Tuhan dalam menanggapi isu tersebut? Kita perlu mengetahui bahwa setiap orang dan setiap kelompok memiliki kepentingan politik tertentu yang berguna untuk kebaikan bersama (political interests can never be separated in the long run for moral right- Thomas Jefferson). Atas dasar hal tersebut, maka sebelum menentukan posisi politik atau pendapat yang kita yakini, kita perlu mempelajari dan mengetahui dengan jelas latar belakang serta dampak dari pilihan yang kita ambil. Dalam dunia sekuler Plato pernah menyampaikan, “if you do not take an interest in the affairs of your government, then you are doomed to live under the rule of fools.” Bila kita tidak ikut ambil bagian dalam pembentukan regulasi yang ada, maka kita akan hidup dalam regulasi dan pimpinan orang bodoh. Mungkin saja kita tidak terlibat langsung dalam politik praktis, tetapi kita masih dapat berperan dalam memberikan opini, argumentasi, pendapat melalui media sosial, forum diskusi, maupun berbagai saluran lainnya. Tidak semua orang memiliki kesempatan untuk berkecimpung langsung dalam bidang politik dan pembentukan regulasi seperti Yusuf dan Daniel. Namun, setiap kita dapat menjadi orang yang mengambil bagian dalam menentukan keputusan Pilatus seperti saat kita memilih untuk membebaskan Barabas dan menyalibkan Yesus. Apakah kita tahu siapa Barabas dan Yesus? Apakah kita tahu konsekuensi dari pilihan kita? Sejak jaman Adam dan Hawa manusia telah diberikan kesempatan untuk memilih dengan bebas, kiranya Roh Kudus senantiasa menyertai kita dalam menentukan pilihan, khususnya dalam pembentukan regulasi yang mendasar bagi bidang kesehatan di Indonesia. *)Penulis saat ini bekerja sebagai dokter manajerial di RS UKRIDA /stl