
Sejatinya setiap orang yang mengaku pengikut Kristus adalah murid-Nya. Itu sebabnya jika kita mengaku orang Kristen, orang yang percaya kepada-Nya, dan mengikut-Nya, berarti kita adalah murid-Nya. MURID adalah identitas kita. Menyatu dengan kita, tidak terpisah dan tidak berhenti.
Benarkah kita murid-Nya? Yesus memberi kriteria atau syarat yang ketat jika ingin menjadi murid-Nya. Salah satu ayat yang singkat namun padat sebagaimana tertulis dalam Lukas 9:23. Kata-Nya kepada mereka semua:
"Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku".
Dari perikop ini paling tidak kita dapat melihat ada tiga syarat menjadi murid-Nya. Yang pertama, kita harus menyangkal diri. Menyangkal diri tidak sama dengan menyiksa diri. Menyangkal diri berarti mengatakan ‘tidak’ pada diri sendiri dan ‘ya’ kepada Tuhan. Fokusnya adalah Tuhan dan kehendak-Nya bukan diri kita atau keinginan kita. Kedua, memikul salibnya setiap hari. Setiap hari adalah hari untuk siap sedia menanggung penderitaan karena kita mengikut Kristus. Penderitaan karena kita melakukan kebaikan. Penderitaan karena menyatakan kebenaran. Ini adalah harga yang harus dibayar oleh seorang murid. Penderitaan yang tidak harus dia tanggung; meneladani Kristus Sang Guru (1 Petrus 2:19-22). Bukan penderitaan karena kesalahannya. Ketiga, mengikut Dia. Kita mengikuti Dia. Kita meneladani Dia. Semakin hari kita semakin serupa dengan-Nya. Yesus menjadi teladan dan role model kita dalam seluruh aspek hidup kita (1 Yohanes. 2:6). Itu sebabnya sebagai murid seharusnya kita terus bertumbuh dan diubahkan. Bill Hull menyampaikan ada enam aspek yang diubahkan jika kita menjadi murid yang bertumbuh. Pertama, pikiran yang diubahkan, pembaharuan akal budi (Roma 12:2). Kedua watak yang diubahkan. Watak yang teruji dengan godaan (Matius 4:1-10). Ketiga, hubungan yang diubahkan. Mengasihi sebagaimana Yesus mengasihi (Yohanes 13:34-35). Keempat, kebiasaan-kebiasaan yang diubahakan; seperti kebiasaan berdiam diri, ketundukan, kesiapan berkorban, hemat dan lain-lain.Kelima, pelayanan yang diubahkan. Melayani bukan dilayani. Keenam, pengaruh yang diubahkan. Memimpin sebagaimana Yesus memimpin. Memimpin dengan kerendahan hati, bukan dengan tangan besi dan kekuasaan (Filipi 2:5-7).
Sebagai pribadi dan komunitas orang percaya - baik gereja atau persekutuan, kita perlu terus mengevaluasi dan mengantisipasi agar tetap pada agenda yang diamanatkan Yesus kepada kita, yaitu: memuridkan. Bagi Yesus pemuridan itu sangat penting. Yesus memulai pelayanan-Nya dengan memanggil para murid dan memuridkan mereka, lalu pada akhir pelayanan-Nya di dunia sebelum Dia naik ke surga Dia mengutus murid-murid-Nya agar memuridkan dan menjadikan semua bangsa murid-Nya (Matius 28:18-20). Dari perikop ini kita melihat ada empat kata kerja yang berbentuk perintah dalam ayat 19-20 : ‘pergilah’, ‘jadikanlah’, ‘baptislah’, ‘ajarlah’. Dalam perintah ini, ada satu kata kerja utama yang berbentuk perintah (menurut tata bahasa Yunani disebut aorist imperative), yaitu “matheiteusate” (jadikanlah murid/muridkanlah), sedangkan tiga kata kerja lainnya merupakan keterangan berbentuk aorist participle dan present participle yang berfungsi menjelaskan apa yang harus dilakukan untuk mewujudkan perintah utama tersebut: “poreuthentes” (pergilah), “baptizontes” (baptislah), dan “didaskontes” (ajarlah). Perintah “pergilah” tidak selalu bermakna geografis, melainkan menyiratkan suatu tindakan aktif. Artinya, untuk mengerjakan tugas memuridkan dituntut inisiatif kita untuk pergi memberitakan Firman Tuhan dan mencari jiwa-jiwa yang terhilang, bukan hanya sekedar pasif menunggu orang yang datang menyerahkan diri. Sedangkan dalam bahasa Inggris digunakan frase “as you go” yang bermakna kemana pun kita pergi, sejatinya memuridkan. Sedangkan arti kata “ajarlah” dalam perikop ini menjelaskan proses yang harus dijalani dalam membentuk seseorang menjadi murid Kristus. Ini merupakan proses panjang yang berkaitan dengan aspek kualitas. Langkah berikutnya adalah mengajar orang tersebut untuk “melakukan segala sesuatu” yang diperintahkan oleh Kristus untuk hidup dalam ketaatan total terhadap Firman Tuhan. Perintah ini bukan sesuatu yang mustahil karena yang dituntut bukanlah kesempurnaan tanpa cacat cela, melainkan karakter yang taat Firman Tuhan dalam segala hal. Bukan pula hanya terjadi sewaktu-waktu, atau disebabkan oleh ketakutan tertentu, ataupun karena mengharapkan sesuatu, melainkan menyatu dengan cara berpikir dan cara hidup sehari-hari. Dan pernyataan “Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman”, menyiratkan bahwa Amanat Agung tersebut tidak hanya ditujukan kepada sebelas murid yang hadir di Danau Galilea pada masa itu, melainkan juga ditujukan kepada murid-murid Kristus generasi selanjutnya hingga akhir zaman. Hal ini berarti bahwa Amanat Agung tersebut berlaku juga bagi setiap kita yang mengaku sebagai pengikut Kristus pada zaman ini. Kita perlu terus mengingat siapa yang menyertai kita adalah Yesus yang kepada-Nya telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi.
Jika Yesus menyertai kita, seharusnya tidak ada alasan untuk takut dan gentar. Sang Pribadi inilah yang membuat kita bisa tetap maju, aktif, tekun dan setia sampai akhir. Undangan dan panggilan menjadi murid-Nya sesungguhnya tidak berhenti pada diri kita tetapi juga berarti panggilan dan undangan untuk memuridkan. Memuridkan bukan sebatas program dan aktivitas melainkan menjadi teman untuk berjalan bersama dalam relasi kasih yang saling asah dan asih bertumbuh bersama, mengikuti Yesus, Tuhan kita, Sang Guru dan teladan kita (is)
Referensi:
Bill Hull, 2014. Panduan Lengkap Pemuridan, Yayasan Gloria- Katalis, Jogyakarta Indrawaty Sitepu dkk ,2023. Pendidik, Pengajar yang Belajar, Literatur Perkantas, Jakarta
Tim Staf Perkantas, 2013. Pemuridan Dinamis Membangun Bangsa, Literatur Perkantas, Jakarta
Comments