Nehemia merupakan seseorang yang dipanggil menjadi pemimpin untuk menyuarakan kebenaran dan membawa perubahan. Ia pada awalnya adalah seorang juru minuman Raja Persia, Artahsasta I. Salah satu tugas juru minum raja adalah memilih minuman untuk raja dan memastikan bahwa minuman tersebut tidak berbahaya. Dalam sejarah, ayahanda dari Raja Artahsasta I dibunuh di tempat tidurnya oleh salah satu anggota istana. Dengan latar belakang itu, pastilah Nehemia adalah orang yang memenuhi kualitas yang sangat bisa dipercaya oleh raja Artahsasta. Nehemia memiliki arti nama “The LORD comforts”. Berikut beberapa karakter dan kemampuan seorang pemimpin yang dapat kita pelajari dari Nehemia.
Visi yang jelas.
Seseorang pernah berkata: “Leaders without vision are like guides without a map”. Pemimpin adalah seseorang yang memiliki gambar besar dan arah yang akan dituju. Karena itulah orang mengikuti mereka, karena mereka tahu arah yang akan dituju, hasil yang akan dicapai dan bagaimana cara untuk mencapainya. Nehemia memiliki visi yang jelas dalam menjalani panggilannya. Visi Nehemia adalah membangun kembali kota Yerusalem. Visi yang mulia ini lahir dari mendengar keadaan tanah air yang menyedihkan: runtuh dan hancur.
Terdapat waktu empat bulan (dari bulan Kislew ke Nisan) sejak Nehemia mendengar tentang kondisi kehancuran Yerusalem sebelum ia mengungkapkan isi hatinya kepada raja. Empat bulan yang cukup untuk Nehemia berdoa, berpikir, membuat tujuan dan perencanaan, mempertajam visi, mencari kemungkinan cara-cara penyelesaian, menghitung kemungkinan dukungan dan sumber daya yang dimiliki, dan seterusnya. Empat bulan yang mengubah sebuah keresahan hati menjadi sebuah rencana konkrit yang terukur untuk sebuah perubahan.
Permintaan Nehemia kepada raja adalah sangat spesifik dan mendetail (Neh.2:5-9) yaitu permintaan izin dengan durasi yang spesifik, permohonan surat dari raja untuk para bupati di daerah sungai Efrat dan bagi Asaf, pengawas taman raja, untuk memberikan bahan baku untuk pembangunan pintu-pintu gerbang di benteng Bait Suci, tembok kota dan untuk rumah yang didiaminya. Ia memiliki gambaran bagaimana cara mencapai visinya, dan komitmen untuk menyelesaikannya.
Keberanian mengambil resiko.
Keberanian adalah sebuah kualitas pikiran seseorang yang memampukannya menghadapi bahaya atau kesukaran dengan tegar dan kuat, tanpa roh ketakutan atau tertekan. Nehemia keluar dari kepompong ketakutan dan zona nyaman untuk mengambil inisiatif yang membawa perubahan bagi bangsanya.
Nehemia mengambil risiko yang sangat besar. Bagaimana kalau raja tidak memberi izin dan malah menghukumnya karena kelancangannya melakukan banyak permintaan? Bagaimana kalau sumber daya tidak cukup? Bagaimana bila ia tidak mampu menghadapi semua tantangan dan akhirnya gagal, berhenti dan tidak mampu? Pertimbangan-pertimbangan tersebut bisa saja membuatnya mundur dan melupakan panggilannya.
Salah satu kata kunci adalah: calculate the risk, manage the risk. Nehemia sebenarnya sangat takut terhadap raja (Nehemia 2:2). Tapi, ia berhasil mengalahkan ketakutannya dan melangkah maju mengambil resiko untuk menceritakan visinya kepada raja. Doa menjadi kekuatan pada saat-saat krusial yang sangat menentukan pilihan dan keputusannya (2:4). Keberanian menembus ketakutan itu juga didukung oleh perencanaan yang matang.
Problem Solver: Pengambilan keputusan secara tepat dengan timing yang tepat.
Kualitas lain yang tampak dalam diri Nehemia adalah problem solver. Ketika menjalani panggilan Tuhan, seringkali ketidakmampuan menyelesaikan masalah dengan tepat bisa memperburuk keadaan yang ada. Oleh sebab itu, dibutuhkan hikmat dalam menjalani panggilan-Nya. Nehemia ketika tiba di Yerusalem, tidak langsung bekerja membangun tembok setelah menginjakkan kakinya di Yerusalem. Tiga hari ia tinggal sebelum melakukan survei, mengenali, mendata, menguji, menginspeksi secara detail kondisi kerusakan, kehancuran tembok-tembok yang ada. Ia mencari realitas permasalahan, merenungkan solusi yang tepat atas realita tersebut.
Setelah menemukan perspektif yang tepat atas masalah yang ada, Nehemia mengumumkan kepada publik tentang rencana dan strategi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Permasalahan utama adalah Yerusalem dalam reruntuhan dan bangsa yang hidup dalam kondisi tercela! Ada banyak permasalahan yang ada, namun penting untuk melihat dari mana kita mulai untuk menyelesaikannya. Menemukan masalah utama adalah hal yang sangat penting dalam kepemimpinan; membuat kebijakan, keputusan yang tepat dan berhikmat terhadap masalah tersebut akan membawa kemajuan bagi orang-orang yang dipimpin. Pemimpin kemudian membuat alternatif-alternatif bagaimana menyelesaikan permasalahan utama tersebut.
Motivator: Kemampuan menyampaikan visi dan menggerakkan tim.
Perlu adanya transfer visi kepada orang lain. Yang dilakukan Nehemia selanjutnya adalah menjadikan visi itu sebagai milik bersama. Salah satu kelemahan banyak pemimpin adalah ketidakmampuan untuk menyampaikan dan menerjemahkan visi untuk dilakukan bersama-sama. Nehemia sudah memiliki alat dan bahan yang dibutuhkan untuk membangun. Tetapi, visi yang besar itu tidak mungkin terealisasi sendiri tanpa dukungan dari masyarakat Yerusalem.
Kemampuan membagi dan mendelegasikan tugas juga merupakan salah satu kemampuan kepemimpinan yang dimiliki oleh Nehemia. Ia mengumpulkan orang-orang dan membagi strategi untuk membangun tembok (2:17). Nehemia berhasil menggerakkan berbagai komponen masyarakat untuk bergandengan tangan membangun tembok itu. Dari imam besar, para imam, orang-orang Lewi, hingga berbagai lapisan masyarakat secara antusias ikut membangun. Ada keluarga tukang emas, juru campur rempah-rempah, anak-anak perempuan, serta para pedagang yang ikut turun tangan untuk bekerja berdampingan (3: 8, 12, 32). Namun, Nehemia tidak melakukan pendelegasian secara sembarangan. Ia memilih orang yang berkualitas dan tepat untuk pekerjaan tertentu (Neh. 7:2). Dan pada akhirnya, pekerjaan itu bisa selesai dalam waktu yang sangat cepat yaitu 52 hari.
Menghadapi kritik dan ancaman.
Salah satu hal yang pasti dihadapi dalam menghidupi panggilan Tuhan adalah adanya kritik dari oposisi yang dapat berujung pada penolakan, ancaman dan konfrontasi. Hal ini dialami oleh Nehemia sebagai seorang pemimpin. Pihak oposisinya adalah orang-orang yang terganggu dan terancam yang tidak ingin menerima perubahan yang baik (Neh. 2:10). Secara progresif oposisi ini meningkat menjadi iri hati, marah, dan sakit hati (Neh. 4:1), lalu menghina dan mencerca pekerjaan Nehemia (Neh. 4:2-4). Dari hinaan verbal berubah menjadi ancaman penyerangan dan kekacauan; hingga 10 kali ancaman datang ke orang-orang yang sedang membangun (4:8,12).
Oposisi adalah hal yang pasti akan dihadapi oleh para pemimpin. Nehemia memiliki daya tahan (resilience) yang tinggi sehingga tidak goyah akibat ancaman yang bisa menggerogoti visinya. Pernah, bangsa itu nyaris menyerah (Neh. 4:10) “Berkatalah orang Yehuda: “Kekuatan para pengangkat sudah merosot dan puing masih sangat banyak. Tak sanggup kami membangun kembali tembok ini.” Tetapi, Nehemia memberikan motivasi untuk ingat pada Tuhan yang besar dan dahsyat, dan mendorong rakyat untuk terus berjuang. Rakyat itu kembali berjuang dengan segenap tenaga.
Memperjuangkan orang yang miskin dan lemah.
Panggilan Tuhan salah satunya juga seringkali berkaitan dengan orang yang miskin dan lemah. Sebagai pemimpin, Nehemia juga memperjuangkan keadilan sosial dengan memperjuangkan keadilan bagi rakyat miskin yang diperas (Neh. 5). Rakyat kecil diperas secara ekonomi sehingga mereka harus menggadaikan hak milik mereka, membayar pajak yang tinggi, bahkan anak mereka masuk ke perbudakan akibat pemerasan yang terjadi oleh sesama anak bangsa. Nehemia sangat marah akibat ketidakadilan dan ketidakbenaran yang terjadi.
Kemarahan yang benar adalah salah satu ciri pemimpin yang sejati. Kemarahan yang lahir dari kepedihan atas kondisi ketidakadilan, kebobrokan dan ketidakbenaran yang terjadi. Kemarahan yang suci itu kemudian bertransformasi ke dalam kebijakan-kebijakan yang berani dan membawa perubahan yang sangat signifikan.
The Gracious Hand of God: Pentingnya doa.
Satu hal yang sangat penting untuk kita teladani dari Nehemia adalah kehidupan doanya. Nehemia menangis, berkabung, berpuasa dan berdoa ketika mendengar berita tentang Yerusalem (Neh. 1). Nehemia mengawali pergumulan ini dalam doa. Ia berdoa kepada Tuhan di sepanjang prosesnya (Neh. 2:4; 4:9). Ia melihat tangan Tuhan yang murah memberkati dan memimpin panggilannya. Doa menjadi salah satu yang sentral dalam kitab Nehemia. Di akhir kitab Nehemia, ia berdoa kepada Allah “Ya Allahku, ingatlah kepadaku, demi kesejahteraanku!”. Nehemia sadar, kemampuan, seluruh sumber daya dan hasil yang diterimanya tidak mungkin terjadi tanpa belas kasihan tangan Allah. Nehemia menjadi teladan pemimpin yang berdoa dan bergantung kepada Allah sebagai sumber segala sesuatu.
Penutup
Kiranya kita dapat belajar dari teladan Nehemia sebagai seorang pemimpin yang berkarakter. Apapun yang Tuhan percayakan kepada kita untuk kita kerjakan saat ini, biarlah kita bisa bersungguh hati menjalaninya. Biarlah kiranya semangat pemimpin Kristen yang terus menyuarakan kebenaran yang sejati terus menyala dalam diri kita. Kiranya melalui kita, nama Tuhan dimuliakan di seluruh bumi terutama di bangsa Indonesia, tempat di mana Tuhan tempatkan kita. Amin.
/knd-kb
Comments