top of page
Triawan Wicaksono

Kristus, Tuhan yang Tersalib dan Penderitaan Kita - Eksposisi Filipi



Ketuhanan Kristus adalah salah satu pengajaran yang sangat penting dalam Alkitab. Yesus Kristus adalah Tuhan yang berkuasa dan berdaulat atas alam semesta. Dia ada sebelum segala ciptaan dan segala sesuatu diciptakan di dalam Dia. Di dalam Dia, kita hidup, bergerak dan ada. Kita tidak mungkin hidup di luar Dia.


Yang menarik, Alkitab juga mengklaim bahwa Yesus bukan hanya pencipta, Tuhan di atas segala tuhan dan Raja di atas segala raja. Dia bukan hanya Allah yang transenden, tetapi Ia juga adalah Tuhan atau Allah yang imanen, yang berinkarnasi menjadi manusia. Ia rela merendahkan diri begitu rendah sehingga Ia bisa merasakan penderitaan kita.


Dalam Filipi 2:6-8 jelas dituliskan bagaimana Yesus merendahkan diri. Hal ini dinyatakan secara negatif (apa yang tidak dilakukan, ayat 6) maupun positif (apa yang dilakukan, ayat 7-8). Secara negatif pada ayat 6 di jelaskan bahwa Yesus yang walaupun dalam rupa Allah, atau adalah Allah itu sendiri, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan. Yesus kemudian secara positif, mengosongkan diri dan mengambil rupa hamba dan menjadi sama dengan manusia. Yesus merendahkan diri dengan menjadi manusia dan hamba. Ia bukan hanya datang menjadi manusia, tetapi Ia datang menjadi hamba/pelayan, seperti tertulis dalam Matius 20:28, “sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang”.


Yesus merendahkan diri sampai sebegitu rendah karena Ia datang untuk melayani manusia bahkan sampai mati di kayu salib. Kematian di kayu salib bukan hanya kematian yang rendah, melainkah kematian yang begitu hina dan merupakan aib yang sangat besar karena itu berarti terkutuk (Galatia 3:13). Dalam budaya Yunani-Romawi, kematian di kayu salib adalah kematian yang sangat mengerikan. Akibatnya anak-anak kecil dilarang untuk membicarakan tentang hal ini karena dianggap tabu dan tidak pantas. Ada sadisme yang berlebihan dan kesakitan yang tak terkatakan dalam penyaliban.


Sikap Kristus yang tidak mau mempertahankan semua keistimewaan-Nya sebagai Allah merupakan wujud kerendahan hati yang luar biasa. Dia melepaskan hak-hak prerogatif-Nya sebagai Allah. Dia menjadikan diri-Nya terbatas dalam banyak hal (misalnya, Ia bisa lelah, haus) bahkan Ia mengizinkan diri-Nya untuk dikhianati, disangkali, diludahi, ditampar, dipukuli, hingga disalibkan.


Dia menjadikan diri-Nya bergantung total pada Bapa walaupun Dia sendiri sebenarnya sempurna dan setara dengan Bapa. Tidak sampai di situ saja. Dia bahkan rela menjadi hamba yang merengkuh penderitaan dan kematian paling merendahkan dan menyakitkan. Semua ini Dia lakukan demi kita, orang-orang yang hina dan berdosa.


Allah yang begitu agung dan mulia, yang jauh dari penderitaan, menjadi mungkin menderita, bahkan telah mengalami penderitaan yang sangat hebat karena rela menjadi manusia dan terpaku di kayu salib. Dia mengalami penderitaan bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara psikologis, emosional, sosial, politik yang spiritual.


Apa yang kita bisa pelajari dari fakta bahwa Yesus yang walaupun adalah Tuhan di atas segala tuhan, tetapi telah rela merendahkan diri hingga mati di kayu salib untuk menggantikan kita? Apa hubungan perendahan diri Kristus, salib, dan penderitaan yang begitu besar, dengan segala hal yang terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia? Kekristenan tidak menjawab pertanyaan itu. Tuhan memberikan – bukan jawaban atas dilema intelektual – tetapi penyelesaian atas masalah tersebut melalui Kristus yagn walaupun Tuhan yang secara logika tidak mungkin menderita, rela datang ke dunia merendahkan diri menjadi hamba dan memikul penderitaan yang begitu hebat di salib.


Di tengah penderitaan dunia (seperti perang di Ukraina yang sudah menelan banyak korban, bencana alam, kemiskinan, dan penindasan), kita melihat TUhan bersama kita dan percaya bahwa Dia mampu menanggung beban kita dan membebaskan kita dari keputusasaan. Mengapa? Karena Dia tidak jauh dari rasa sakit kita, dari penderitaan kita, dari air mata dan dukacita kita. Dia memahami penderitaan kita karena Yesus Kristus – Allah dalam rupa manusia – menderita di kayu salib.

Karena salib, kita tahu bahwa Tuhan tidak pernah absen dari penderitaan dan rasa sakit kita. Karena saliblah, kita dapat mengalami pengampunan dan rekonsiliasi dan perdamaian dengan Allah. Karena salib, kita mempunyai pengharapan yang kokoh bahwa Allah adalah sungguh Immanuel.


Saat kita menyaksikan kejahatan dan penderitaan di dunia ini, kita mungkin berteriak ”Dimana Allah? Mengapa Tuhan ijinkan ini terjadi?” Tuhan tidak memberi kita penjelasan. Dia memberi kita Anak-Nya yang Tunggal yang telah merendahkan diri menjadi manusia, menjadi hamba dan mati di kayu salib. Salib adalah jawaban Allah atas seruan kita.


/stl

*Penulis saat ini melayani di OMF Indonesia.



45 views0 comments

Recent Posts

See All

Commentaires


Hubungi Kami
bottom of page