Ilmu parenting begitu mudah ditemukan saat ini, mulai dari yang formal hingga melalui konten populer sosial media. Ilmu tentang pola asuh memang begitu menarik, apalagi bagi kita yang baru mulai menjadi orang tua. Selain karena urusan sehari-hari, tidak dipungkiri juga, pola asuh memberikan dampak yang signifikan pada kehidupan anak. Begitu besar pengaruhnya, hingga seringkali permasalahan yang terjadi pada anak adalah refleksi dari pola asuh dan kehidupan orang tua yang bermasalah. Bahkan banyak perilaku dan karakteristik orang tua diturunkan kepada keturunannya melalui pola asuh.
Tipe pola asuh authoritative populer di kalangan orang tua karena berkaitan dengan well-being anak secara keseluruhan. Pola asuh ini dianggap sebagai gaya pengasuhan yang paling diinginkan dan ideal dengan memadukan responsiveness (kehangatan) dan demandingness (tuntutan) orang tua. Orang tua bersikap tegas dan konsisten. Mereka mengontrol dan memberikan standar yang jelas, namun juga mahir menunjukkan kehangatan.
Ilustrasi macam-macam tipe pola asuh
Walaupun begitu, dalam penerapan sehari-hari tidaklah semudah ilmunya. Tidak mudah bagi orang tua untuk mengaplikasikannya dalam berbagai macam situasi dan berdasarkan tahapan perkembangan anak. Ada juga banyak hal lain yang turut mempengaruhi keberhasilan parenting, mulai dari karekteristik anak, lingkungan, kepribadian dan isu-isu orang tua itu sendiri.
Lebih jauh lagi, orang tua saat ini ditantang dengan postmodernisme yang antiotoritas dan relatif terhadap standar kebenaran. Apalagi dengan kemajuan digital age, berbagai worldview semakin luas bertebaran melalui sosial media. Anak, terutama pada masa remaja, juga semakin kehilangan jati diri karena larut dalam sosial media yang cenderung tidak jujur menampilkan identitas diri seutuhnnya.
Tantangan-tantangan ini semakin meyakinkan kita, bahwa anak tidak sekedar membutuhkan parenting yang baik, mereka membutuhkan Tuhan dan kebenaran-Nya. Sebagaimana pola asuh authoritative yang menyeimbangkan antara responsiveness dan demandingness, marilah kita juga mengintegrasikan dan mempertajamnya melalui kacamata injil. Kita meyakini Firman Tuhan cukup dan memberikan prinsip yang tetap relevan sepanjang jaman.
1. Responsiveness sebagai bentuk Kasih
Begitu pentingnya kasih sehingga tanpanya semua usaha parenting akan percuma. Berbagai studi menujukkan, banyak dampak buruk yang timbul akibat kurangnya kasih sayang orang tua.seperti perilaku agresif, anti-sosial dan self-esteem rendah.
Namun, orang tua bukan sembarangan mengasihi. Di era postmodern ini, kasih orang tua bisa semakin relatif mengikuti apa yang masyarakat anggap benar. Contohnya, saat ini, orang tua bisa dianggap tidak mengasihi anak jika membatasi preferensi seksual anak. Orang tua tidak sekedar menerima, tapi justru diharapkan dapat mendorong anak untuk bebas menentukannya sendiri. Kasih yang sejati tidak bisa terlepas dari kebenaran, dan kebenaran kita berdasar pada Firman Tuhan.
Sebagai orang tua kita pun bertidak sebagai wakil Allah untuk menyatakan kasih Allah kepada mereka. Kita perlu menunjukkan kasih Allah yang suci dan benar. Kasih Allah yang lebih dahulu mengasihi bahkan ketika masih berdosa. Kasih yang mau menerima anak kita apa adanya, namun terus mengarahkannya untuk menjadi pribadi yang semakin berkenan.
Melalui 1 Korintus 13:4-7 kita dapat juga belajar menerapkan bentuk kasih secara nyata dalam pola asuh. Parenting menguji seluruh bentuk kasih kita hingga pada batasnya. Menantang kesabaran kita, menuntut pengorbanan kita, merendahkan hati kita, memaksa kita melepaskan pengampunan lagi dan lagi dan masih banyak dalam hal lainnya. Selain itu, orang tua perlu mengingat bahwa kita pernah menjadi anak, maka seharusnya dapat lebih mengerti bagaimana mengasihi layaknya seorang anak perlu dikasihi. Mengasihi anak bisa saja melelahkan, apalagi jika secara tidak sadar menjadikan anak untuk mengisi kekosongan hati kita. Karena itu, cukupkanlah kita di dalam kasih Allah sehingga kita dapat memancarkan kasih Allah, bahkan di saat-saat sulit.
2. Demandingness sebagai bentuk Mendidik
Kasih harus disertai dengan didikan. Tanpanya, bukanlah suatu bentuk kasih dan justru menghancurkan anak. Mendidik anak adalah perintah Tuhan bagi orang tua, karena itu orang tua perlu bertanggung jawab menjadi figur yang paling berinisiatif untuk mendidik anak.
Pendidikan diawali dari membawa anak takut akan Tuhan (Amsal 1:7, Ul 6:6-7). Lindsay Bell mengatakan “The goal of parenting isn't to create perfect kids. It's to point them towards a perfect God.” Parenting yang baik mungkin dapat menghasilkan anak yang secara moralitas dan well-being baik. Namun hal itu pun sia-sia tanpa disertai pengenalan akan Allah. Justru di tengah jaman postmodern ini, kita semakin sadar bahwa anak kita tidak sekedar butuh orang tua yang baik, tapi mereka perlu orang tua yang beriman yang mengarahkan mereka kepada Tuhan dan kebenaran-Nya.
Orang tua jangan saja berhenti pada didikan yang menghasilkan perilaku yang baik, karena mungkin saja hal itu tidak benar-benar terjadi. Alkitab terutama berfokus pada transformasi individu di dalam Kristus. Kita harus menyadari ada batasan peran sebagai orang tua, dan hanya Tuhan yang dapat bekerja. Di sisi lain, transformasi bukan saja pada anak, tetapi seharusnya dimulai dari orang tua itu sendiri. Buah parenting yang baik berasal dari orang tua yang diubahkan.
Lebih dari sekedar pola asuh, pendidikan anak berbicara mengenai value apa yang ditanamkan. Orang tua perlu peka dengan worldview dunia yang “memukau” namun “kosong”. Bagaimana bisa orang tua menuntut anak tidak terbawa jaman, jika kita pun goyah dengan didikan kita. Bisa jadi tanpa sadar worldview dunia yang tertanam pada anak justru berasal dari kita sendiri yang tercemar di jaman postmodern ini. Orang tua perlu lebih dahulu beriman teguh kepada Firman Tuhan bahwa kebenaran Allah itu sempurna dan baik adanya. Dengan demikian anak-anak dapat melihat langsung teladan orang tua dalam menghidupinya. Seperti contoh, anak akan sulit memprioritaskan Allah, jika nilai yang orang tua hargai adalah materi. Hasil bukan karakter. Pencapaian bukan tanggungjawab.
Kesulitan lain dalam mendidik adalah ketika orang tua harus memberikan disiplin saat mendidik anak. Dalam Efesus 6:4, bahkan dinyatakan secara khusus bagi Ayah agar berhati-hati dalam mendidik. Seringkali cara yang salah membuat pendidikan tidak efektif. Intensi baik saja seringkali disalahartikan apalagi yang ceroboh hingga membangkitkan amarah yang memahitkan. Bereskanlah isu-isu pribadi kita agar tidak kita lanjutkan pada anak.
Memang tidak mudah. Jika jujur berkaca, rasanya kita tidak pernah akan cukup baik menjadi orang tua di tengah jaman ini. Banyak isu-isu pribadi, karakter dan banyak hal lain yang menghambat kita menjadi orang tua yang efektif. Namun, it’s okay, kita memang tidak sempurna. Oleh karena itu kita perlu membesarkan anak di dalam anugerah Tuhan sebagaimana mereka pun adalah anugerah dari Tuhan. Bertanggungjawablah sebaik-baiknya dengan terus memperlengkapi diri, namun jangan lupa untuk bersandar pada anugerah kekuatan dan hikmat dari Tuhan. Inilah teladan terbaik, ketika kita menjadi orang tua yang bersandar dan berharap kepada Tuhan.
Ingatlah, peran kita sebagai orang tua akan semakin berkurang seiring waktu. Nikmatilah waktu-waktu ini. Parenting bukanlah perlombaan, melainkan suatu perjalanan pribadi yang bukan saja untuk mendewasakan mereka, tetapi mendewasakan kita di hadapan Tuhan.
*Penulis saat ini melayani di Bandung.
/stl
Comments