top of page

Apakah Kamu Sungguh Sahabat Yesus?

Eksposisi Yohanes 15:1-17




Kita hidup dalam zaman di mana Facebook hadir dan memberikan kita keleluasaan untuk jadikan “friend”, siapapun, bahkan apapun, yang kita mau. Jauh sebelum Facebook hadir, dalam sebuah kesempatan, Dr. Howard Hendriks berkata kepada para mahasiswanya, “Two things will most influence where you’ll be at ten years out of seminary: the books you read and the friends you make. Choose them both very carefully!” Saya sependapat dengan wejangan itu, sebab para sahabat adalah bagian yang signifikan dan indah dalam kehidupan.


Lebih jauh lagi sebelum Horward Hendriks menyampaikan perkataan itu, Yesus telah jadikan murid-murid-Nya, yang berarti juga kita yang sunggguh adalah murid-Nya, sebagai “friend”-Nya. Dalam Yohanes 15:15, dicatat Ia berkata, “Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku.” Ia tidak lagi memandang kita yang adalah murid-murid-Nya sebagai seorang hamba belaka—meski demikian sebenarnya status kita, sebab Dia adalah Tuhan kita. Ia memandang kita sebagai sahabat, sebab Dia telah sampaikan kepada kita segala yang telah difirmankan Sang Bapa kepada-Nya, sehingga kita bisa tahu dan percaya apa yang Dia perbuat atas firman Bapa-Nya itu.Sang Maha Raja Semesta, mau memandang kita sebagai sahabat-Nya. Sungguh suatu hal signifikan dan indah bukan? Ini pantas membuat kita tersanjung serta terdukung dalam jalani hidup ini. Hidup ini kita jalani bersama seorang Sahabat, yang adalah Sang Maha Raja Semesta.


Tetapi jangan langsung merasa tersanjung terdukung saudaraku. Ada satu pertanyaan yang perlu kamu jawab: apakah kamu sungguh sahabat Yesus? Jika kamu tidak bisa, atau ragu menjawab, “Ya, aku sungguh sahabat Yesus”, maka belum dapat merasa tersanjung dan terdukung. Bila demikian adanya, apa yang kamu perlukan untuk bisa jawab, “Ya, aku sungguh sahabat Yesus”? Mari kita simak apa yang Yesus sampaikan.


Setelah Ia menjadikan kita sahabat-sahabat-Nya, Yesus lanjut berkata,”Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu”(Yoh. 15:16). Kita menerima status sebagai sahabat-sahabatnya itu karena Dia telah memilih kita jadi sahabat-sahabat-Nya, bukan sebaliknya. Adalah suatu anugerah kalau kita telah jadi sahabat-sahabat-Nya. Dan anugerah itu mesti kita responi. Berespon sebagaimana biasanya dan layaknya seseorang meresponi sahabatnya.


Lihat apa yang selanjutnya Yesus katakan, “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap” (Yoh 15:16). Bagi kita yang Yesus sudah jadikan sahabat-sahabat-Nya, telah diberikan suatu misi, yaitu menghasilkan buah. Melihat adanya kata “pergi”, maka buah-buah yang dimaksud bukanlah karakter-karakter seperti dalam surat Galatia, melainkan orang-orang yang jadi percaya kepada Yesus dan karya-Nya, jadi murid-murid-Nya, dan kemudian juga menghasilkan buah-buah bagi Dia. Yang berarti, kita mengerjakan misi Yesus, Sahabat kita itu. Inilah respon yang Dia inginkan dari kita yang sudah dipilih-Nya jadi sahabat-sahabatnya. Kita jalani keseluruhan hidup kita bersama Sahabat kita itu, mengerjakan misi-Nya. Bukankah selayaknya demikian? Masakan Sahabat kita sudah turun ke dunia ini dan jalani seluruh hidup-Nya untuk selamatkan manusia dan hadirkan Kerajaan-Nya, kita malah cari selamat sendiri dan bangun kerajaan pribadi? Nah saudaraku, ketika kamu pergi mengerjakan profesimu, apakah itu menghasilkan buah yang tetap bagi Dia yang telah menjadikan kamu sahabat-Nya?


Demikian respon pertama yang diminta dari kita. Cuma ini aja? Masih ada lagi beberapa respon lainnya yang diminta dari kita, dan semuanya terkait dengan respon pertama tadi. Tepatnya, bagaimana kita bisa pergi dan menghasilkan buah yang tetap itu bagi Yesus.


Respon yang kedua, bisa kita temukan di penghujung ayat 16, “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.” Yang Yesus hendak sampaikan di sini bukanlah semacam hadiah: bila kita sudah bersedia pergi dan kemudian berhasil menghasilkan buah yang tetap, maka doa kita akan dikabulkan. Tetapi yang hendak Dia sampaikan adalah keberhasilan kita dalam mengerjakan misi-Nya itu hanyalah lewat doa kita yang Allah Bapa kabulkan. Doa kita yang dikabulkan inilah satu-satunya jalan menuju keberhasilan misi itu. Dan hal ini sudah Yesus sampaikan sebelumnya ketika menyatakan bahwa kita murid-murid-Nya akan melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya lebih besar lagi. Dia berkata, “dan apapun juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak. Jika kamu meminta sesuatu dalam nama-Ku, aku akan melakukannya” (Yoh 14:13-14). Saudaraku, bila selama ini kamu memang sudah pergi untuk menghasilkan buah yang tetap bagi Sahabatmu, sudahkah doa jadi andalanmu, yang berarti kamu mengandalkan Dia yang mengutus kamu? Atau pengetahuan, keterampilan, pengalaman, serta peralatan dan tim yang tersedia, jadi andalanmu?


Sampai di sini, mungkin kita semua bertanya, bagaimana caranya memastikan bahwa doa-doa kita menjadi doa-doa yang Allah Bapa kabulkan, sehingga buah yang tetap bisa kita hasilkan? Saya melihat Yesus menjawab pertanyaan kita ini dalam Yohanes 15:7,8 dan 14. Dan jawaban ini merupakan respon ketiga yang Dia minta dari kita. Dia berkata,”Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. Dan dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku” (15:7-8). Dan kemudian Ia juga berkata, “Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang kuperintahkan kepadamu” (15:4).


Pertama-tama perhatikan apa yang saya garis bawahi, “mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya”, “jika kamu berbuah banyak”, dan “Kamu adalah sahabat-ku”. Tiga frasa ini adalah penghubung dengan status kita yang adalah sahabat-sahabat Yesus, respon kita pergi untuk menghasilkan buah yang tetap dan satu-satunya jalan untuk bisa menghasilkan buah itu yaitu doa yang dikabulkan Allah Bapa. Lalu, jawaban atas pertanyaan bagaimana caranya memastikan doa-doa kita menjadi doa-doa yang Allah Bapa kabulkan, sekaligus merupakan respon yang diminta dari kita yang telah Yesus pilih jadi sahabat-sahabatnya tampak dalam frase yang saya tebalkan, “Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu”, “jikalau kamu berbuat apa yang kuperintahkan kepadamu”. Seperti ranting-ranting yang hidupnya bergantung penuh pada pokok anggur agar bisa menghasilkan buah-buah anggur yang diharapkan sang pemiliki kebun anggur, demikianlah seharusnya kita hidup bergantung penuh kepada Yesus, agar bisa pergi dan menghasilkan buah yang tetap. Seperti ranting-ranting itu yang menerima nutrien yang diperlukan untuk hidup dan menghasilkan buah, demikian seharusnya kita menerima firman Yesus. Fiman-Nya itu akan masuk serta berakar dalam hati dan pikiran kita, hingga perkataan serta perbuatan kita menghasilkan buah-buah yang tetap bagi Allah Sang Pemiliki Kebun Anggur, dan Dia dipermuliakan.


Kemudian di ayat 14, tanpa metafora ranting dan pokok Anggur, Yesus menegaskan bahwa kita sungguh sahabat-sahabat-Nya bila kita menaati apa yang telah Dia firmankan. Mengapa demikian? Ingat yang Dia katakan di ayat 15 tadi, “… Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepadamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku” Kepada kita telah disampaikan firman-Nya. Kita sudah tahu firman-Nya. Maka kita harus taati firman-Nya. Ketaatan pada firman-Nya inilah yang membuat doa kita akan menjadi doa yang dikabulkan Allah.


Dalam pasal terakhir kitab Injilnya, yaitu pasal 21, Yohanes menampilkan narasi yang juga menyatakan kebenaran ini. Ketika Simon Petrus dan murid-murid lainnya kembali menangkap ikan di danau Tiberias (Galilea), mereka tidak dapat 1 ekor ikan pun setelah semalaman berupaya. Kemudian Yesus yang telah bangkit menampakkan diri kepada mereka (tapi tidak mereka kenali), lalu Ia memerintahkan mereka untuk tebarkan jala di sebelah kanan perahu. Mereka taati perintah itu, dan mereka mendapatkan 153 ekor ikan yang besar-besar. Saat perintah Yesus ditaati, hasil, bahkan hasil yang luar biasa, diperoleh. Nah, bagaimana dengan ini saudaraku? Sudahkah, atau masih teruskah kamu bergantung penuh pada Sahabat kita itu dan menerima firman-Nya, secara utuh dan kaya, masuk serta berakar di hati, di pikiran, lalu keluar dalam perkataanmu, perbuatanmu? Di tengah kesibukan kerja serta segala tuntutannya yang sepertinya tanpa henti, di tengah perjuangan untuk bisa rehat atau kerjakan hal-hal kegemaranmu, serta upaya keras beri waktu untuk orang-orang yang dikasihi, masihkah ada upaya untuk beri waktu mendengarkan Sahabat kita yang telah memberikan nyawa-Nya agar kita bisa jadi sahabat-sahabat-Nya?


Sekarang simak respon keempat yang Yesus minta, yang tampak mengapit pernyataan-Nya bahwa Dia telah memandang kita sebagai sahabat-sahabat-Nya. “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu …Ini perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain” (Yoh 15:12,17). Yesus meminta kita yang adalah murid-murid-Nya saling mengasihi satu sama lain, setara dengan kasih-Nya kepada kita. Seperti apa itu persisnya, dinyatakan-Nya dalam ayat 13, “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanyauntuk sahabat-sahabat-Nya”. Ini merujuk kepada kasih Yesus yang ditunjukkan dengan menyerahkan nyawa-Nya agar kita bisa menjadi sahabat-sahabat-Nya. Tidak ada ekspresi kasih yang lebih besar dari ini. Dan inilah yang Yesus minta kita berikan kepada sesama murid-Nya. Sesama penerima misi-Nya untuk pergi dan menghasilkan buah yang tetap. Kita diminta untuk saling mengasihi hingga ekspresi yang tertinggi itu, agar bisa sama-sama bertumbuh kuat dan saling dukung kerjakan misi-Nya. Dan ini menuntut kita menerima maupun memberikan ekspresi kasih terbesar itu, dari atau kepada, sesama murid Kristus. Bagaimana dengan ini saudaraku? Sudahkah atau masihkan kamu mau menerima atau memberikan ekspresi kasih terbesar itu? Atau egomu membuat kamu enggan menerima atau memberikannya? Terimalah dan berikanlah ekspresi kasih terbesar itu.


Bila sampai di sini dirimu hendak ajukan pernyataan dan pertanyaan, “Semua respon itu sudah saya berikan, tetapi sepertinya tetap tidak ada buah yang bisa saya hasilkan. Bagaimana jika begini?”. Atau mungkin demikian,”Semua respon itu sudah saya berikan, dan buah-buah sudah dihasilkan. Tetapi kini seperti sulit untuk terus hasilkan buah. Jika begini, adakah solusi?”.


Respon terakhir yang diminta dari kita akan memberikan jawabannya, dan merupakan respon pamungkas. Mari perhatikan bagian awal perumpamaan pokok anggur dan rantingnya. Di situ Yesus berkata, "Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya. Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah. Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu. Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku (Yoh 15:1-4). Perhatikan juga awal dari bagian yang berisi pernyataan Yesus bahwa Ia menjadikan kita sahabat-sahabat-Nya, “Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu” (Yoh 15:9). Solusi bagi kita yang merasa gagal untuk menghasilkan atau untuk terus menghasilkan buah hanya satu saja: tinggal di dalam Yesus, di dalam kasih-Nya, di mana kita akan menikmati layanan Allah membersihkan kita, sehingga kita bisa menghasilkan buah, dan terus menghasilkannya, sesuai dengan rencana-Nya. Kata “tinggallah” diterjemahkan dari kata yunani “meno”, yang artinya tinggal, berdiam, secara permanen. Kata ini sering dipakai untuk tindakan seseorang memegang erat sesuatu sehingga orang itu tidak akan bisa dipindahkan atau digeser. Inilah respon pamungkas yang diminta dari kita. Karena itu marilah kita tinggal, berdiam, secara permanen di dalam Yesus, di dalam kasih-Nya yang telah diberikan dalam bentuk ekspresi kasih yang terbesar. Pegang erat-erat Dia dan kasih-Nya itu. Jangan mau berpindah atau digeser keluar dari Dia dan kasih-Nya, oleh siapa pun atau apapun, hingga buah-buah yang tetap engkau hasilkan, dan terus hasilkan, hingga Allah dipermuliakan.


Saudaraku, apakah kamu sungguh sahabat Yesus? Kiranya dengan anugerah-Nya, kamu bisa memberikan respon-respon yang Yesus minta itu, sehingga bisa terus bertumbuh jadi seorang yang sungguh sahabat Yesus.



*Penulis merupakan staf Perkantas Jakarta


/stl


73 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page