Pentingnya Komunitas dari Sudut Pandang Berbagai Generasi
- dr. Finish Fernando, Sp.OG
- Sep 24
- 4 min read

Dari generasi ke generasi, komunitas yang baik esensial untuk bertahan di tengah perbedaan zaman.
Para pembaca Samaritan yang terkasih dalam Tuhan Yesus, sebagai seorang pengikut Kristus kita pasti sudah tidak asing dengan istilah komunitas. Komunitas sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) didefinisikan sebagai kelompok organisme (orang dan sebagainya) yang hidup dan saling berinteraksi di dalam daerah tertentu.
Komunitas secara umum telah dipercaya menjadi hal yang bisa menguatkan seseorang mengatasi tantangan dalam hidup, khususnya tantangan dari luar. Hal ini dapat terlihat dari sejarah peradaban mula-mula, di mana orang tergabung dalam komunitas untuk menghadapi bahaya yang tidak bisa dihadapi bila berjuang sendiri (seperti bahaya binatang liar dan sebagainya). Lebih lanjut, kepentingan komunitas juga tercermin dalam peribahasa yang umum dipahami di Indonesia, seperti bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.
Di dalam Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, banyak mencontohkan pentingnya komunitas untuk menghadapi tantangan dari luar di tengah perbedaan zaman.
Di Perjanjian Lama, kisah tentang Sadrakh, Mesakh, dan Abednego merupakan salah satu contoh kekuatan komunitas. Kisah mereka dapat kita temukan di Daniel 3, ketika Sadrakh, Mesakh, dan Abednego dihadapkan pada sebuah pilihan: tunduk kepada patung emas yang dibuat Raja Nebukadnezar atau terbakar habis dalam perapian yang menyala-nyala. Pernyataan iman mereka dalam ayat 17–18 sangat menguatkan:
“Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja, tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.”
Kita sudah mengetahui akhir dari cerita ini: alih-alih terbakar, Raja Nebukadnezar melihat empat orang yang berjalan dalam api, dan ketika mereka keluar, mereka tidak terikat dan tidak terluka. Melalui kekuatan komunitas yang berdiri bersama di dalam api, pada akhirnya raja Nebukadnezar mengakui Allah Sadrakh, Mesakh, dan Abednego (ayat 29), karena tidak ada allah lain yang dapat melepaskan secara demikian itu.
Di Perjanjian Baru, pentingnya komunitas dapat kita lihat dari cara hidup jemaat mula-mula sebagaimana tergambar dalam Kisah Para Rasul 2:41–47, di mana melalui komunitas tersebut nama Kristus semakin tersebar, sebagaimana tercantum dalam ayat 47: “Dan mereka disukai semua orang.” Dari contoh Alkitab di atas dapat kita lihat bahwa, walaupun generasi berbeda, komunitas tetap merupakan hal yang penting untuk bertahan di tengah perbedaan zaman.
Untuk mengetahui apakah kebenaran yang ada di dalam Alkitab ini juga masih diimani di masa sekarang, penulis mengadakan sebuah survei sederhana. Survei ini penulis lakukan di komunitas Saline Serukam Trainer yang terdiri dari berbagai generasi. Komunitas ini juga dipilih karena di Saline Process sangat ditekankan tentang pentingnya komunitas, di mana hal yang mendasarinya adalah bahwa Tuhan menghendaki kita menjadi saksi-Nya sebagai bagian dari komunitas. Sehingga menjadi bagian dari komunitas lokal dan global merupakan hal yang selalu digaungkan, misalnya melalui komunitas Saline Online dan lain sebagainya.
Survei diadakan melalui tautan Google Form. Dari 24 trainer yang diberikan kuesioner, terkumpul 20 responden (83,3%).
Berdasarkan profesi, responden terbanyak adalah perawat (8 orang/40%), disusul penginjil (4 orang/20%), dokter (3 orang/15%), apoteker (2 orang/10%), serta masing-masing 1 orang (5%) untuk administrasi, elektromedis, dan fisioterapis.
Berdasarkan jenis kelamin, survei didominasi perempuan (13 orang/65%) dibanding laki-laki (7 orang/35%).
Berdasarkan generasi, paling banyak adalah generasi milenial (kelahiran 1981–1996) sebanyak 15 orang (75%), disusul generasi X (1965–1980) sebanyak 3 orang (15%), dan generasi Z (1997–2012) sebanyak 2 orang (10%). Tidak ada responden dari generasi Baby Boomers (1946–1964) maupun generasi Alfa (2012–2025).
Di tengah keragaman profesi, jenis kelamin, dan generasi, ketika mereka ditanya:
“Apakah Anda setuju bahwa komunitas yang baik esensial (penting) untuk bertahan tetap teguh dengan iman dalam Tuhan di tengah perbedaan zaman?”
Hasilnya: 100% (20 responden) secara bulat menyatakan setuju.
Berikut beberapa kesaksian responden:
“Karena tujuan komunitas itu untuk membangun pengaruh hidup nyata kekristenan ke dunia yang belum mengenal Yesus Kristus sebagai Tuhan.” (dokter, laki-laki, generasi X)
“Tanpa dukungan komunitas, pelayanan sulit dilakukan.” (elektromedis, perempuan, generasi X)
“Tujuan kita adalah berjalan bersama tanpa melihat siapa yang lebih dulu sampai atau siapa yang mendapat penghargaan. Tetapi dalam kebersamaan kita menjadi satu tim yang menyelesaikan rintangan.” (fisioterapis, laki-laki, generasi milenial)
“Dukungan doa sebuah komunitas selalu menjadi penguat di dalam melewati situasi sulit, baik fisik maupun psikologis.” (perawat, perempuan, generasi milenial)
“Bisa saling menghargai pendapat dan argumentasi dalam komunitas.” (perawat, laki-laki, generasi Z)
“Saya beberapa kali sudah putus asa dan merasa ingin lari dari Tuhan, tapi karena doa dan tuntunan keluarga saya, saya bisa bertahan dan sekarang bisa melayani Tuhan sebagai dokter.” (dokter, perempuan, generasi Z)
Dari survei tersebut, penulis juga menanyakan hal-hal apa saja yang menggambarkan sebuah komunitas yang baik, sehingga seseorang bisa bertahan di dalamnya. Jawabannya beragam, tetapi secara garis besar adalah:
adanya persekutuan doa,
dukungan dan kerja sama,
berbagi pengetahuan dan ilmu dengan tetap sopan dan santun,
keterbukaan untuk berdiskusi dua arah dengan kejujuran,
saling membangun dan saling menjaga.
Semoga melalui artikel ini para pembaca Samaritan diingatkan kembali untuk aktif dalam komunitas Kristen dengan beragam aktivitasnya, sebagai sarana kita bisa bertumbuh dalam Tuhan. Sebagaimana firman Tuhan dalam Ibrani 10:25:
“Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang. Tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.”
Bagi pembaca Samaritan yang mungkin saat ini merasa jauh dari komunitas, semoga melalui artikel ini termotivasi untuk bergabung dalam komunitas Kristen terdekat. Minimal, carilah “Harun dan Hur” yang bisa menopang kita saat kita lelah, sebagaimana yang terjadi pada Musa di Keluaran 17:12:
“Maka penatlah tangan Musa; sebab itu mereka mengambil sebuah batu, diletakkanlah di bawahnya, supaya ia duduk di atasnya. Harun dan Hur menopang kedua belah tangannya, seorang di sisi yang satu, seorang di sisi yang lain.”
Tidak perlu jauh mencari, kiranya melalui Samaritan dapat terbentuk komunitas Kristen yang saling mendukung, demi Kerajaan Allah terus diberitakan di muka bumi, baik melalui para pembaca, para penulis, para editor, dan orang-orang lain yang berkontribusi dalam terbitnya artikel ini. Sehat selalu dan tetap semangat untuk kita semua. Tuhan Yesus memberkati. Amin.








Comments