Tahun 2022, bukan menjadi tahun yang mudah untuk di jalani. Tantangan bahkan kesulitan selalu ada dan setiap hari kita selalu berjuang untuk bertahan. Mungkin kita mengharapkan lebih sedikit kesulitan dan air mata di tahun yang baru. Namun, tidak ada jaminan juga tahun 2023 akan menjadi tahun yang lebih mudah. Kondisi dan situasi seringkali tidak menentu. Pandemi masih belum dituntas, sudah muncul isu resesi yang menambah kegelisahan hati. Entah dimana fase kita berada saat ini, namun kita masih bisa selalu berpegang pada satu pengharapan yang pasti.
Alkitab pun diisi dengan kisah orang-orang yang mengalami rasa sakit, penderitaan, kesulitan, bahkan kehilangan yang luar biasa. Mereka tetap bertahan karena mengetahui bahwa Allah selalu memegang janji-Nya. Ibrani 11 telah memberikan kita rekam jejak para saksi iman yang mendorong kita untuk bertahan bahkan maju bukan untuk berhenti atau menyerah. Kita perlu bertahan dalam iman kepada Yesus Kristus, bahwa sekalipun ada rasa sakit, kesedihan, kekecewaan, Tuhan dapat mengubahkan menjadi suatu kebaikan.
Sekarang pertanyaannya, bagaimana agar bisa bertahan?
Belajar dari Abraham: Ketaatan Tanpa Kompromi
Kita dapat belajar sperti Abraham yang taat ketika Tuhan memintanya untuk pergi tanpa ia tahu tujuannya. Tidak sampai disitu, Abraham juga memilih untuk percaya ketika Tuhan berjanji akan memberikan banyak keturunan walau sudah menua. Bayangkan apa yang Abraham pikirkan ketika suatu hari Tuhan memintanya untuk mempersembahkan putra yang telah dia nantikan selama bertahun-tahun sebagai korban. Namun, Abraham tetap taat bahkan percaya bahwa Tuhan akan menyediakan seekor anak domba pengganti.
Terkadang, kita cenderung memilih untuk meratapi dan mengasihani diri ketika menghadapi sebuah kondisi. Tak jarang pula kita ragu-ragu dan takut melangkah. Kita memerlukan iman yang beresiko seperti Abraham. Iman sekalipun tidak ada dasar atau bukti kasat mata dari kisah sebelumnya tentang kebangkitan orang mati. Abraham tetap taat dan bersiap untuk menyembelih Ishak. Pada akhirnya Tuhan memang menyelamatkan Ishak dan menyediakan anak domba sebagai gantinya. Tuhan menginginkan ketaatan penuh Abraham.
Iman Abraham adalah iman yang tidak menyerah, berani mengambil tindakan, dan bergerak maju. Iman karena sungguh-sungguh percaya kepada janji Tuhan. Iman yang membuahkan ketaatan tanpa kompromi.
Belajar dari Yusuf: Tidak Berhenti Percaya
Yusuf merupakan anak kesayangan Yakub dan anak satu-satunya yang diberikan jubah indah. Namun kemudian, berturut-turut Yusuf mengalami kepahitan dan kekecewaan oleh orang disekelilingnya. Dia di jual, menjadi budak di Mesir, difitnah, dikhianati, bahkan dipenjara. Tetapi, tidak peduli apa yang dia alami, Yusuf tidak pernah berhenti mempercayai Tuhan dan Tuhan tidak pernah berhenti menunjukkan kebaikan dan cinta kepadanya. Yusuf pun mendapat promosi jabatan di Mesir dan pada akhirnya, dia menyelamatkan ribuan orang dari kelaparan selama tujuh tahun, termasuk saudara-saudaranya. Setiap pengalaman menyakitkan dari masa lalu Yusuf, mempersiapkan dia untuk tujuan masa depan yang akan berdampak pada kehidupan banyak orang.
Setiap fase hidup kita ini hanyalah kepingan puzzle. Kita tidak bisa melihat gambaran utuh, kita bahkan tidak bisa tahu apa rencana Tuhan berikut. Beberapa pengalaman hidup Yusuf mungkin pernah kita alami. Dikhianati oleh seorang yang dipercaya atau mungkin kita bertanya-tanya mengapa hidup kita dipenuhi dengan kekecewaan dan kesulitan.
Apa pun yang kita hadapi, Tuhan tidak pernah berhenti bekerja dalam hidup kita untuk mendatangkan kebaikan. Kita tidak bisa melihat dengan jelas apa yang ada di depan, tetapi kita bisa berjalan selangkah demi selangkah bersama Firman Tuhan yang menjadi pelita kaki kita. Sesulit apa pun yang akan kita hadapi, Tuhan akan terus menunjukkan kebaikan dan kasih sayang saat kita terus berjalan bersama-Nya. Taat dan percaya adalah kunci untuk kita bertahan.
Belajar dari Daud: Jujur Kepada Tuhan
Daud menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk melarikan diri dari Saul yang berulang kali mencoba membunuhnya. Selama waktu ini, Daud meratap kepada Tuhan: dia berbicara jujur tentang situasinya sambil berpegang pada harapan bahwa Tuhan akan memulihkannya.
Ketika kita mulai merasa terjebak dalam situasi sulit, bersedih hati atau berduka, mulailah untuk mengakui dan mengungkapkan semua kepada Tuhan. Seperti Daud yang mengungkapkan kesedihannya, disitulah Daud menemukan kesetiaan Tuhan. Berfokus pada kesetiaan Tuhan mengingatkan Daud akan karakter Tuhan, dan mengetahui karakter Tuhan membantunya berpegang pada harapan. Tuhan yang sama yang menolong Daud, juga akan menolong kita. Pengalaman Daud menjadi seorang buronan sebenarnya melatihnya untuk menjadi pemimpin dan pejuang yang dibutuhkan Israel. Kemunduran yang dialaminya memperkuat karakternya. Itulah sebabnya, apa pun yang dihadapi, berpegang lah pada harapan ini: Yesus dapat mengubah kemunduran dan kesedihan kita menjadi kebaikan untuk kemuliaan-Nya.
Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Roma 8:28 (TB)
Akhir kata, tetap lah jaga perspektif kita. Jangan menyerah. Jalani selangkah demi selangkah. Buanglah mentalitas korban yang selalu menggerutu dan mengeluh. Lihatlah hal yang bisa kita syukuri, dan seperti ayat dalam FIlipi 4 “…semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” Bertahan, jangan kasih kendor! Cukuplah kasih karunia itu buat kita. Pilihannya ada pada kita, mau ditaklukan atau menaklukan kesulitan? Selamat memasuki tahun yang baru!
*Penulis bekerja dalam bidang manajemen di salah satu grup rumah sakit swasta
/stl
Comments