Taat dan Percaya
- dr. Yola Yuniaarti Herijanto, Sp.PD
- 1 day ago
- 2 min read

Misionaris.
Bermisi.
Dua kata yang terasa begitu asing. Tak pernah terbayang akan melayani di tempat yang berjarak 1.600 km dari kampung halaman. Hal yang tidak mungkin terpikirkan bagi saya yang baru terlibat aktif melayani di gereja di usia 15 tahun dan kemudian bergabung dengan Persekutuan Mahasiswa Kristen di bangku kuliah. Pengalaman ke daerah terpencil? Belum pernah. Pelayanan ke luar yang pernah dilakukan hanyalah sesekali ikut dalam pelayanan kesehatan ke panti asuhan atau panti jompo. Sehingga menjadi seorang dokter misi di daerah terpencil terasa sangat mustahil. Bahkan untuk sekadar mendoakannya pun, saya tidak berani. Alasan yang sering muncul: “Masih banyak hal yang bisa dikerjakan di sini.”
Tahun 2017 menjadi titik balik penting dalam perjalanan sebagai dokter. Masa internship baru saja selesai, dan pergumulan soal tempat kerja mulai muncul. Di tengah masa pencarian itu, seorang kakak KTB mengingatkan tentang Rumah Sakit Umum Bethesda Serukam—dan permintaan sederhana pun muncul: “Doakan, ya.” Meskipun hati dipenuhi rasa takut dan keraguan, doa itu pun dimulai dan dijawab dengan panggilan Tuhan untuk melangkah keluar dari zona nyaman: menjadi seorang dokter di Serukam, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Pada akhirnya, panggilan Tuhan ditaati.
Menjadi dokter umum di Serukam bukan perkara mudah. Banyak pasien datang dalam kondisi berat, sementara fasilitas sangat terbatas. Pekerjaan tak pernah habis: visite pasien di bangsal, siap sedia terhadap panggilan dari IGD, membantu di poliklinik, menjadi asisten operasi, bahkan sesekali mengajar di Akademi Keperawatan. Kadang dikirim melayani ke desa-desa terpencil bersama tim. Di tengah semua itu, persiapan akreditasi pun harus dilakukan—tak jarang malam dilalui di rumah sakit demi menyelesaikan pekerjaan.
Lelah? Sudah pasti. Doa penuh keluh pun sampai tak terhitung dinaikkan: “Tuhan, ini terlalu berat. Saya tidak sanggup.” Dan Tuhan menjawab melalui berbagai cara. Dia beranugerah dengan menyatakan kemahakuasaan-Nya melalui mukjizat. Pasien yang dirawat berbulan-bulan, akhirnya pulih dan pulang dengan senyum. Terkadang Tuhan juga menjawab lewat rekan-rekan kerja: “Terima kasih ya, sudah berjuang.” Kadang juga jawaban datang lewat teladan para konsulen: di tengah kesibukan, mereka selalu mengingatkan kami untuk mendoakan pasien. Bahkan keindahan langit saat pulang ke rumah menjadi hiburan dari-Nya—pengingat akan karya-Nya yang agung dan luar biasa.
Jawaban Tuhan datang dalam berbagai bentuk, namun pesannya tetap satu: “Ini bukan tentang kamu. Ini tentang Aku dan pekerjaan-Ku. Aku yang memanggil kamu, Aku pula yang akan menolongmu menyelesaikannya.”
Kini, setelah menyelesaikan pendidikan sebagai Spesialis Penyakit Dalam, pelayanan akan dilanjutkan kembali di Serukam—dengan tantangan yang mungkin lebih besar. Tapi satu hal pasti: Tuhan masih berkarya. Sungguh suatu kehormatan bila Tuhan masih berkenan memakai seorang pribadi yang penuh kelemahan dan menjadi bagian dari karya-Nya yang ajaib melalui pelayanan misi.
Syukur dan pujian hanya bagi Tuhan.
"Ia yang memanggil kamu adalah setia, Ia juga akan menggenapinya." — 1 Tesalonika 5:24
Comments