top of page

Modelling Grace in Workplace


Apakah kita membutuhkan kasih karunia dalam pekerjaan, apakah kasih karunia Allah cukup?

Jawabannya: Ya! Selama bekerja di RSU Bethesda Serukam, saya telah menikmati kasih karunia demi kasih karunia.


Bekerja di RS misi itu tidak hanya terpanggil, melainkan juga untuk mengalami kasih karunia. Panggilan Allah tentu penting karena menguatkan saat goyah dan sulit. Namun, kita juga melayani karena mengalami kasih karunia, penebusan dan pengampunan yang Tuhan berikan (Efesus 1:7) . Saya teringat, ketika Yesus menjelaskan kepada Simon orang Farisi mengapa dia tidak melayani atau memberi lebih dibandingkan seorang perempuan pendosa, karena sedikit yang dia rasakan akan arti pengampunan Allah (Lukas 7:36-50). Kalau kita memaknai pengampunan Allah, rasanya tidak ada yang terlalu mahal untuk diberikan atau ditinggalkan dalam melayani Tuhan.


Saat menjadi PPDS, saya belajar di berbagai rumah sakit besar rujukan nasional dengan alat yang bagus dan canggih. Namun, saat kembali ke Serukam, saya harus bekerja dengan alat yang tertinggal dan kebanyakan bekas pakai. Alat rontgen pun sumbangan yang sudah tidak diproduksi lagi. Kesulitan dalam kalibrasi dan kalau rusak sulit diperbaiki serta petugas kalibrasi kadang kesulitan menemukan spesifikasi alat di rumah sakit misi karena sudah kuno. Mereka pun rutin berdoa supaya Tuhan pelihara alat-alat yang sudah tua tersebut. Namun, dalam keterbatasan itu, Tuhan terus bekerja. Diagnosis yang sulit dapat dibuat dan kesembuhan hanya anugerah Tuhan karena pasien tidak mau dikirim ke RS yang lebih lengkap. Tuhan memberikan hikmat untuk bekerja dengan alat yang terbatas. Kondisi ini memaksa kami untuk bergantung, bekerja dan berdoa kepada Tuhan. Seperti Musa, melukiskan hidup manusia yang kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan, namun melihat jejak kemurahan Tuhan yang memelihara dan meneguhkan setiap pekerjaan yang dilakukan (Mazmur 90: 10, 17).


Seorang rekan kerja memberi alasan mengapa bekerja di Serukam, menurutnya, karena ingin mengalami hidup di dalam mujizat Allah. Mengalami hidup dalam kasih karunia Allah karena kesulitan membawa anak-anak-Nya meminta pada Bapa pemilik pelayanan. Pihak rumah sakit sendiri hampir jarang tanpa kesulitan operasional. Bahkan beberapa bulan ini tanpa spesialis anak dan interna, ada defisit yang besar tiap bulan, tetapi mengalami sukacita melihat pemeliharaan Allah sampai hari ini. Pernyataan Nabi Habakuk (Habakuk 3:17-19) mewakili perasaan dan iman kami untuk melihat masa depan dalam pergumulan masa kini RS misi dengan tantangan BPJS, era digital, serta kesulitan mendapatkan tenaga spesialis yang mau bekerja di pedalaman. Seorang hamba Tuhan mengatakan, rumah sakit misi Serukam tanpa orang-orang yang terpanggil suatu saat bisa menjadi monumen.


Alumni pelayanan kampus pasti merasakan pelayanan yang dinamis dan menantang di masa mahasiswa. Namun, melayani di kampung beda warna, terasa bergerak lambat dan berhadapan dengan sumber daya manusia yang serba kurang. Nakes yang menjadi dosen di pedalaman akan mengeluh saat mengajarkan mahasiswa untuk kembali pada hal-hal dasar. Dalam situasi ini, Tuhan mengajarkan untuk melambat, sabar menerima keterbatasan orang-orang yang bekerja bersama. Melalui Zefanya 3:19-20, Tuhan mengingatkan saya, bahwa Ia memperbaharui dan memakai yang lemah dan pincang. Kelemahan dan keterbatasan manusia di tangan Tuhan disempurnakan dan dipulihkan. Hidup dalam keterbatasan adalah cara yang efektif untuk menunjukan Allah yang tidak terbatas dan belajar kesabaran Allah menghadapi kelemahan kita sendiri.


Sebagai tenaga medis, pekerjaan rutin kita berhadapan dengan penderitaan dan kesakitan manusia. Kita butuh belas kasihan dan hati yang mengasihi. Rasanya tidak pernah berlayar di laut tenang, apalagi sambil menjaga hati tetap berbelas kasihan dan berbeban memberitakan Injil keselamatan. Ada Tuhan yang memulihkan dan menguatkan melalui kasih persaudaraan dan persahabatan. Kesatuan penting dalam pelayanan ini, seperti doa Kristus untuk murid-Nya agar menjadi satu supaya dunia percaya (Yohanes 17:21). Ternyata, bekerja jauh dari keluarga, mengajari saya, belajar membuka hati untuk melayani bersama keluarga dalam Kristus dan bertumbuh dalam kesatuan.


Bagaimana RS misi tanpa dokter misionaris asing dan di era sekarang?

Kadang masa keemasan generasi sebelumnya kita kenang dan banggakan. Rumah sakit misi Serukam pasti akan dibandingkan dan teringat jaman banyak dokter asing dulu bekerja. Selalu merasa kehilangan sosok dr. Wendell Geary yang menjadi teladan dan jejak pelayanan pada pasien-pasien maupun dokter yang pernah melayani bersama. Kita harus akui dari jaman ke jaman, terjadi banyak perbedaan dan kualitas pelayanan. Tampaknya tidak sebagus dan semegah dahulu. Saya belajar dari kitab Hagai, ketika Bait Allah dibangun zaman Salomo berbeda sekali hasil atau kualitas bangunan dengan pada zaman Zerubabel (Hagai 2:4). Namun, bukan pada hasil bangunannya, melainkan pada Allah yang sama yang memanggil, memberi mandat membangun, menyediakan segala sesuatunya, menguatkan dan yang menyertai. Ketaatan pada Tuhan dan mengerjakan segala sesuatu dalam pimpinan Tuhan serta standar-Nya, harus sama pada tiap generasi.


Akhirnya, saya rasa bukan kita ada di RS mana dan seperti apa fasilitasnya; kebutuhannya atau keahlian kita, namun karena ketaatan kita pada panggilan Allah dan mengikut Dia dengan setia di tempat kita masing-masing. Bekerja dengan penyertaan, penguatan dari Tuhan dan mengalami kasih karunia sehingga bisa mengabarkan dan menjadi saluran kasih karunia.


*Penulis bekerja sebagai dokter radiologi di RS Bethesda Serukam



123 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page