top of page

Membangun Dunia yang Resilien Hadapi Pandemi


COVID-19 bukanlah yang terakhir. Permasalahannya, bukan jika pandemi akan datang kembali, namun ketika pandemi menerpa dunia lagi: apakah kita akan lebih siap?


Kemunculan penyakit menular baru (emerging infectious disesase/EID) meningkat signifikan setiap dekade sejak tahun 1940. Lebih dari 60% EID berasal dari hewan yang menular ke manusia (zoonosis), yang mana 7 dari 10 zoonosis berasal dari satwa liar. Rusaknya keanekaragaman hayati akibat aktivitas manusia diperkirakan sebagai mekanisme utama yang mendorong peningkatan terjadinya EID.


Mencegah pandemi. Kerugian akibat satu EID, yaitu COVID-19, diperkirakan mencapai 12,5 triliun USD. Nilai ini tak sebanding dengan upaya pencegahan pandemi yang diperkirakan hanya berkisar 20 milyar USD (0,16%) per tahunnya. Bukan hanya mencegah penyakit yang lebih baik dari pada mengobati, mencegah pandemi juga jauh lebih baik dari pada menghadapi pandemi.


Upaya pencegahan dapat difokuskan pada “titik temu” antara satwa liar dan manusia, yang memiliki risiko tinggi terjadinya EID. Peningkatan surveilans patogen pada lokasi berisiko tinggi, pengelolaan yang lebih baik pada aktivitas jual-beli satwa liar dan perburuan, serta menurunkan deforestasi adalah langkah-langkah utama yang direkomendasikan untuk mencegah pandemi.


Bersiap hadapi pandemi. COVID-19 telah mengajarkan kita, bahwa wabah itu universal. Baik negara maju maupun berkembang, orang kaya dan miskin, tua dan muda, hitam dan putih, semua terdampak. Oleh karena itu, kerja sama antar individu, institusi, daerah, negara di seluruh dunia, amat dibutuhkan untuk dapat menangani pandemi dengan lebih baik.


Salah satu bentuk kerja sama yang paling kritikal ialah, berbagi data patogen dengan cepat. Pada COVID-19, contohnya, vaksin Pfizer-BioNTech mulai dikembangkan oleh ilmuwan asal Jerman per 10 Januari 2020, di hari yang sama pihak Chinese Center for Disease Control and Prevention menyetor pertama kali data genomika virus SARS-CoV-2 di platform GISAID. Kurang dari setahun (tepatnya, 327 hari), vaksin tersebut selesai dikembangkan dan mendapatkan izin untuk digunakan pada umat manusia. Kecepatan Project Lightspeed pengembangan vaksin Pfizer-BioNTech ini tidak pernah ada di dalam sejarah vaksin sebelumnya, yang kemudian mampu menyelamatkan nyawa jutaan umat manusia dari salah satu wabah terburuk abad ini.


Berikutnya, negara-negara juga harus bekerja sama dalam pendanaan dan akses terhadap vaksin, terapeutik, serta diagnostik. Pendanaan global, khusus untuk pencegahan, kesiapsiagaan, respon terhadap pandemi, jelas dibutuhkan. Namun uang saja tidak cukup, dunia harus bekerja sama dalam hal akses terhadap countermeasures esensial untuk menghadapi patogen, antara lain vaksin, terapeutik, serta diagnostik. Masih segar di dalam ingatan kita, di awal pandemi COVID-19 masyarakat kesulitan mengakses masker atau ventilator (misalnya), walaupun kita punya uang untuk membelinya.


Kepemimpinan Indonesia dalam G20 tahun ini berhasil mendorong dunia untuk mengumpulkan dana khusus, untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respon pandemi di masa yang akan datang. Per 30 Juni 2022, lebih dari 1 milyar USD dana perantara (FIF) ini telah disahkan di World Bank, yang kemudian akan digunakan untuk penguatan kapasitas nasional, regional, dan global dengan fokus pada negara-negara berkembang, demi resiliensi hadapi pandemi di masa depan.


Berikutnya melalui G20, Indonesia juga mendorong pembangunan akses permanen terhadap vaksin, terapeutik, dan diagnostik (VTD) yang dapat cepat dikembangkan dan didistribusikan bagi daerah yang membutuhkan. Tanpa akses VTD yang cepat, patogen akan sulit dikendalikan, dan kerugian nyawa dan kesehatan akan semakin besar. Koordinasi pendanaan dan akses VTD di tingkat global menjadi dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan jika kita ingin lebih siap menghadapi krisis kesehatan.


Akhir kata, setiap krisis memberikan kita kesempatan untuk berbenah. Jangan sia-siakan momentum perubahan yang ada, saatnya kita ciptakan dunia yang lebih sehat, resilien hadapi pandemi di masa yang akan datang.


Jakarta, 5 Juli 2022


*Penulis adalah Tenaga Ahli Menteri Kesehatan Bidang Analisis dan Harmonisasi Program Kesehatan.


Jones KE, Patel NG, Levy MA, Storeygard A, Balk D, Gittleman JL, Daszak P. Global trends in emerging infectious diseases. Nature. 2008 Feb 21;451(7181):990-3. doi: 10.1038/nature06536.

Keesing F, Belden LK, Daszak P, Dobson A, Harvell CD, Holt RD, Hudson P, Jolles A, Jones KE, Mitchell CE, Myers SS, Bogich T, Ostfeld RS. Impacts of biodiversity on the emergence and transmission of infectious diseases. Nature. 2010 Dec 2;468(7324):647-52. doi: 10.1038/nature09575.

IMF, Oct 2021; WHO Global Pulse Survey Nov/Dec 2021; World Bank (estimate of school closures; Dec 2021); World Bank (Oct 2021); IMF WEO Apr 2022

Bernstein et al, 2022, The costs and benefits of primary prevention of zoonotic pandemics, DOI: 10.1126/sciadv.abl4183

World Bank Board Approves New Fund for Pandemic Prevention, Preparedness and Response (PPR)

38 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page