top of page

Lewati Quarter Life Crisis Bersama Sang Guru



Quarter life crisis? Ya! Ini fenomena yang sangat dekat dengan kita orang muda. Entah kita sudah melewati, sedang mengalami, atau akan menjalaninya di kemudian hari. Quarter life crisis adalah krisis akibat rasa kuatir, kegelisahan, dan kebingungan mengenai arah dan tujuan hidup. Umumnya dialami pemuda usia 18-30 tahun mengenai persoalan karier, pasangan hidup, dan kehidupan sosial. Pemicunya bisa berasal dari internal diri kita sendiri, misal karena kita kuatir tentang masa depan yang sepertinya tidak jelas, sedangkan teman-teman sebaya sudah meraih mimpinya masing-masing. Bisa juga berasal dari eksternal, misalnya karena tuntutan orang tua, ataupun tekanan sosial dari teman serta kerabat.


Quarter life crisis ini bisa kita alami sejak masih kuliah, tetapi akan bertambah intensitasnya ketika sudah lulus. Ketika masih masa kuliah, kita masih memiliki satu goal yang jelas, yaitu lulus. Tetapi setelah lulus, apa goal selanjutnya? Buat yang sudah lulus jadi dokter, ada begitu banyak pilihan. Bekerja di mana? Sebagai klinisi atau peneliti? Atau opsi untuk jadi entrepreneur, sepertinya oke juga. Kalau mau lanjut sekolah juga ada banyak pilihan jurusan baik di dalam maupun di luar negeri. Ini baru masalah karir, belum lagi ada masalah percintaan dan keluarga. Kita dihadapkan dengan pertanyaan yang harus kita jawab: “Di mana posisi saya di dunia ini? Apa langkah yang harus saya ambil?”


Pertanyaan tersebut akan terus membingungkan bila kita melupakan identitas kita yang paling mendasar, yaitu identitas sebagai murid Kristus. Tanpa kesadaran ini, kita tidak akan memiliki tujuan hidup yang berkenan kepada Allah. Bila kita sadar bahwa kita murid Kristus, pertanyaan kita seharusnya: “Di mana Tuhan mau membentuk saya? Di mana Tuhan mau saya berkarya, menikmati, dan memuliakan-Nya?”


Pergumulan menjadi murid ini juga dialami oleh murid-murid Yesus di abad pertama. Mari kita melihat secara singkat bagaimana Yesus mendidik para murid-Nya.


Pertama, Yesus memanggil murid-Nya satu-persatu dan memberi mereka identitas yang baru. Mereka bukan lagi penjala ikan. Mereka bukan “orang Zelot” yang menentang keras penjajahan Romawi, dan mereka juga bukan pemungut cukai yang menjadi antek Romawi. Bukankah orang Zelot dan pemungut cukai tidak akan akur bila masih memegang identitas lama mereka? Kini mereka memiliki identitas yang sama, yaitu murid Yesus. Mereka adalah penjala manusia; garam dan terang dunia. Mereka adalah ranting-ranting yang perlu terus tinggal pada pokok anggur supaya dapat berbuah. Identitas inilah yang menjadi dasar bagaimana mereka harus hidup dan membuat keputusan.


Kedua, Yesus mendidik para murid-Nya melalui berbagai pengajaran dan perumpamaan mengenai Kerajaan Allah. Iman timbul dari pendengaran akan Firman. Apakah saat ini Anda merasa iman Anda sedang mandek bahkan merosot? Sangat mungkin salah satu penyebabnya kita tidak lagi menikmati merenungkan Firman Tuhan. Bila kita terlalu sibuk hingga “tak ada waktu” untuk merenungkan Alkitab, hati-hati, sudah pasti kesibukan Anda melampaui apa yang Tuhan kehendaki bagi Anda.


Ketiga, Yesus “membiarkan” murid-murid-Nya mengambil langkah yang salah. Yesus tidak menempatkan mereka di kondisi tanpa kebimbangan, di mana semua serba pasti hingga mereka tidak dapat berbuat salah. Sebaliknya para murid kerap salah dalam bertindak, mereka salah motivasi, mereka salah memahami arti Kerajaan Allah, mereka kurang iman dan meragukan Sang Guru. Namun Yesus terus mendidik mereka dengan teguran supaya mereka belajar mengenal kebenaran.


Mengikut Tuhan bukan berarti perjalanan hidup kita akan selalu lancar tanpa hambatan. Seringkali ada belokan di sana dan di sini. Kadang ada belokan yang diakibatkan kesalahan kita karena gagal memahami kehendak Allah. Namun yang lebih penting apakah kesalahan tersebut membentuk kita untuk lebih tangguh dan peka kehendak Allah atau tidak. Lebih dari itu, kadang ada hal yang kita sangka belokan ternyata bukan. Kadang kita ditempatkan di posisi yang tidak kita sukai sehingga kita merasa terjebak. Sangat mudah bagi kita untuk menganggapnya sebagai kesalahan dan berusaha untuk segera keluar. Namun bagaimana bila Tuhan memang ingin kita melayani di tempat itu? Sebab kehendak kita yang berdosa seringkali bertentangan dengan kehendak Allah. Hendaknya kita tidak buru-buru meninggalkannya sebelum kita berusaha menjalaninya dengan hati yang rela dan taat. Selanjutnya baru kita mempergumulkan kembali apakah memang melayani di posisi itu adalah kehendak Allah atau bukan.


Keempat, ada kalanya murid-murid kecewa dan kembali ke kehidupannya yang lama. Setelah Yesus ditangkap dan disalibkan, para murid tercerai-berai. Petrus kembali ke kehidupan lamanya sebagai nelayan. Namun setelah kebangkitan-Nya, Yesus sekali lagi memanggilnya untuk menggembalakan domba-domba-Nya (Yoh 21:1-19). Ada kalanya dalam perjalanan hidup, kita mengalami kekecewaan yang membuat kita terjatuh terlalu dalam. Namun seperti gembala yang mencari domba-Nya yang hilang, Tuhan juga akan menarik kita kembali untuk mengikut Dia.


Jadi, mungkinkahkita survive melalui quarter life crisis? Adalahsuatu hal yang wajar ketika kita memiliki kekuatiran akan masa kini maupun masa depan. Pertanyaan yang sesungguhnya adalah, bersama siapa kita menghadapi krisis kekuatiran tersebut? Berjalan bersama Tuhan bukan berarti semua jalan di depan akan menjadi jelas. Bukankah bila semuanya jelas, kita mudah untuk merasa tidak perlu Tuhan lagi? Mengikut Tuhan berarti berjalan selangkah-demi selangkah, setia mengerjakan apa yang ada di depan mata kita. Tidak perlu tengok kanan-kiri adu nasib dengan teman atau kerabat kita. Fokus mengerjakan apa yang Tuhan percayakan pada kita, di sini dan saat ini. Ketika Tuhan membuka satu langkah di depan dan kita taat, Dia akan membukakan langkah berikutnya. Berjalan menjadi murid Kristus merupakan perjalanan yang nyaman. Kita tidak tahu apa yang ada di depan, tetapi kita tahu bahwa masa depan kita berada dalam tangan Dia yang Pengasih.


Satu hal terakhir, bagaimana bila kita sudah berjalan menyimpang terlalu jauh dari jalan Tuhan? Bagaimana bila kita sudah terjerumus terlalu dalam?


Ingatlah bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan domba-Nya. Mungkin membaca artikel ini adalah cara Tuhan untuk mengingatkan Anda bahwa ada Tuhan yang penuh kasih yang menunggu Anda untuk kembali. Jangan biarkan iblis terus mendakwa nurani Anda bahwa tidak ada lagi harapan untuk kembali. Iblis memang terus berusaha mengintimidasi, membuat Anda merasa terlalu berdosa sehingga tidak mungkin diampuni. Bila Anda terus percaya kebohongan tersebut, selamanya Anda benar-benar tidak dapat kembali. Seperti anak bungsu yang hilang, bila dia tidak percaya bahwa bapa-nya penuh kasih, selamanya dia tidak akan berani kembali dan berakhir mati di kandang babi. Segera kembali, bertobatlah dan minta kepada Bapa untuk mengampuni dosa Anda. Memang untuk itulah Yesus Kristus mati di kayu salib. Supaya kita disucikan dan dapat kembali hidup mengikuti jalan-Nya.


Kiranya Roh Kudus boleh memberi penghiburan dalam perjalanan kita menjadi murid Kristus!


*)Penulis merupakan anggota tim redaksi Samaritan.

153 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page