top of page
Subscribe
Instagram
Facebook
Donation

Komunitas Perjamuan Makan


ree

Mari kita mengingat, kapan terakhir kita duduk makan bersama teman-teman alumni, gereja atau sesama dokter Kristen? Makan sambil berbagi cerita, beban, pergumulan, firman Tuhan, atau hal apa saja. 


Sesungguhnya hidup dalam persekutuan komunitas umat Allah merupakan ciri khas orang Kristen. Bahkan sejak di Perjanjian Lama, perayaan-perayaan bangsa Israel dikenal dengan perayaan yang sarat dengan acara makan bersama. Sebut saja perayaan Paskah, perayaan Pondok Daun dan lainnya. Bagi orang Yahudi makan bersama semeja adalah tanda persekutuan. 


Yesus, selama tahun pelayanan-Nya, sangat sering melakukan perjamuan makan bersama, baik dengan murid-murid-Nya, sahabat-sahabat-Nya dan orang-orang yang dilayani-Nya (Matius 9:10-11). Perjamuan makan bersama keduabelas murid dilakukan-Nya menjelang kematian-Nya di salib. Ketika Yesus menampakkan diri pada murid-murid-Nya di Emaus dan di tepi Danau Tiberias, juga, Yesus lakukan dengan makan bersama.

 

Jika kita melihat Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, kita akan melihat betapa Allah sangat memandang penting persekutuan umat-Nya, kebersamaan yang ditandai dengan perjamuan makan bersama. Persekutuan dengan hidangan makanan (memecah-mecahkan roti) menjadi gaya hidup jemaat mula-mula (lihat Kis. 2:41-47).


Lukas mengisahkan gaya hidup jemaat masa itu yang hidup sebagai keluarga besar, berkumpul, berbagi, makan bersama, beribadah, dan Tuhan membuat mereka bertambah-tambah. Tuhan berkenan dengan gaya hidup mereka.


Cara hidup tetap dalam persekutuan seperti ini terus dilakukan sampai berabad-abad berikutnya dan merupakan rahasia kekuatan jemaat abad pertama di tengah penganiayaan. Seperti yang diceritakan oleh beberapa surat ini.


  1. Surat kepada Diognetus, suatu surat yang berisikan apologetik terhadap gereja abad 1-2.

…Mereka bernikah dan mempunyai anak seperti orang lain; tapi mereka tidak membunuh bayi yang tidak direncanakan. Mereka membagi meja makan tapi tidak membagi tempat tidur. Mereka hadir di dalam daging tapi tidak hidup menurut daging. Mereka melewati hari-hari mereka di bumi tapi mereka rakyat surgawi. Mereka menaati hukum dan bahkan melampaui hukum di dalam kehidupan mereka.
  1. Surat bernada sama juga ditulis oleh C. Plinius Caecilus Secundus, seorang negarawan yang diutus oleh Kaisar Trayan tahun 111 untuk menyelidiki kehidupan orang Kristen masa itu. Saat itu terjadi berbagai tuduhan palsu  terhadap ajaran Kristen dan penganiayaan pada Gereja. Plinius, antara lain menulis demikian dalam laporannya kepada kaisar:

Namun demikian, waktu hamba meneliti dengan seksama tentang kesalahan dan kesesatan yang diakui mereka pada masa lampau itu, ternyata mereka hanya menjawab sebagai berikut: Bahwa kebiasaan mereka ialah berkumpul sebelum fajar menyingsing pada suatu hari yang ditentukan, dan bernyanyi dengan nyanyian rohani kepada Kristus sebagai dewa; bahwa mereka mengucapkan sumpah tetapi bukan sumpah untuk berbuat jahat. Justru sebaliknya, mereka bersumpah untuk tidak mencuri, tidak menyamun, tidak melanggar janjinya, tidak menolak untuk mengembalikan gadai jika diminta. Sesudah itu biasanya  mereka bubar, lalu bertemu kembali untuk makan bersama , tetapi dengan memakan hanya makanan yang biasa dan tidak berbahaya. (dikutip dari Semakin Dibabat Semakin Merambat;  C Ira, 2001).

Gaya hidup dalam suatu komunitas bersama: berkumpul, beribadah, dan makan bersama secara rutin menjadi karakteristik mereka dan menarik perhatian banyak orang kala itu. Persekutuan dalam komunitas bersama ini merupakan hal yang tidak saja menguatkan mereka menghadapi penderitaan dalam masa penganiayaan, namun juga menjadi kesaksian bagi orang lain.


Sayangnya, gaya hidup bersama seperti ini mulai ditinggalkan (tidak tahu sejak kapan) dan hanya sesekali dilakukan oleh komunitas gereja modern saat ini. Seberapa penting gaya hidup persekutuan dalam komunitas bagi hidup kristiani kita? Banyak dari kita saat ini menganggapnya tidak lagi penting dan bahkan sebagai sesuatu yang merugikan waktu tenaga dan dana saja. 


Beberapa tahun lalu ketika saya mengunjungi seorang teman di Belanda, saya cukup terkejut ketika dia menjawab pertanyaan saya di mana dia bergereja, “Saya lebih sering gereja online, dok”. Saat itu, gereja online sudah mulai bermunculan, bahkan ketika taksi online belum marak.

Firman Tuhan dan sejarah gereja sudah menjadi saksi bagaimana hidup dalam persekutuan komunitas orang Kristen merupakan gaya hidup yang Allah rancangkan bagi umat-Nya. Bukan hanya itu, persekutuan umat Allah yang ditandai dengan makan bersama merupakan masa depan kita kelak dalam kekekalan, seperti apa yang dinubuatkan oleh Yesaya:

“TUHAN semesta alam akan menyediakan di gunung Sion ini bagi segala bangsa-bangsa suatu perjamuan dengan masakan yang bergemuk, suatu perjamuan dengan anggur yang tua benar, masakan yang bergemuk dan bersumsum, anggur yang tua yang disaring endapannya.”(Yesaya 25:6)

Yesus di Injil Lukas juga menjanjikan, “bahwa kamu akan makan dan minum semeja 

dengan Aku di dalam Kerajaan-Ku”. (Lukas 22:30a)


Karena itu, mari kita hidupkan kembali gaya hidup umat Allah yang Allah inginkan terjadi. Gaya hidup dalam komunitas kebersamaan: berkumpul, beribadah dan makan bersama. Saya menantikan undangan Saudara!


/kb


 







  


Comments


Hubungi Kami

Dapatkan update artikel SAMARITAN terbaru yang dikirimkan langsung ke email Anda.

Daftar menjadi Samareaders sekarang!

Instagram
Facebook
Media Samaritan
Media Samaritan

 Media Samaritan 2022

bottom of page