Sedang bingung menentukan pilihan hidup selepas lulus kuliah? Anda tak sendiri! Ketika kita sudah menyelesaikan masa studi, kita diperhadapkan dengan berbagai pilihan. Kita bisa memilih: apakah melanjutkan studi, menjadi peneliti, bekerja di kota atau pedalaman, bekerja di bagian fungsional atau struktural, dan pilihan lainnya. Keputusan yang kita ambil itu, dipengaruhi harapan dari keluarga, kondisi ekonomi, pasangan hidup, atau situasi lainnya yang tentu akan berbeda antara satu orang dengan yang lain. Kalau ditanya oleh teman atau keluarga tentang apa langkah selanjutnya yang akan diambil, mungkin kita familiar dengan jawaban, “sedang menggumulkan”.
Pertanyaannya, ke manakah kecenderungan hati kita, saat bergumul mengenai pilihan hidup kita? Apakah kepada pilihan yang lebih menguntungkan karir kita, zona nyaman kita, atau kepada ketaatan kita untuk menjalankan kehendak Allah dalam hidup kita, karena kita mengasihi Dia dan umat-Nya?
Ketika memasuki dunia pekerjaan, kita diperhadapkan dengan berbagai pandangan dunia melalui orang-orang di sekitar kita. Tak dimungkiri, lingkungan kerja dan rutinitas dapat mempengaruhi cara pandang kita juga, termasuk cara pandang terhadap pekerjaan kita. Kita bisa terjebak melihat pekerjaan atau yang kita lakukan saat ini sebagai batu loncatan untuk mencapai ambisi pribadi kita, sehingga jatuh ke dalam kompromi untuk mencapai tujuan pribadi.
Di sisi lain, kita akan menjumpai tantangan dalam pilihan yang sedang kita jalani, seperti kendala dalam studi, tempat praktik yang tidak ideal, merasa mengerjakan hal yang tidak sesuai dengan passion, berbenturan dengan rekan kerja atau regulasi di tempat kita bekerja, situasi yang berlawanan dengan hati nurani, berkurangnya waktu untuk beribadah, dan tantangan lainnya. Kesulitan yang kita hadapi membuat kita berpikir apakah langkah yang kita ambil adalah benar atau sebuah kesalahan, sehingga kita tergoda untuk berhenti berjuang. Kita menjadi lupa akan peran kita sebagai saksi Allah untuk menyatakan kasih-Nya di tengah dunia ini.
Mungkinkah tantangan tersebut merupakan cara Allah untuk menguji kembali motivasi kita, dalam mengambil pilihan dalam hidup dan bagaimana kita menjalaninya? Apakah rutinitas, kesibukan, dan ambisi mengalahkan kasih kita kepada Allah dan sesama kita? Padahal. kasih kepada Allah dan sesama merupakan hukum yang terutama yang Tuhan Yesus ajarkan (Matius 22:34-40).
Yesus sendiri telah memberikan teladan bagaimana ditengah kesibukan-Nya mengajar di berbagai tempat, Ia mau melihat dan hati-Nya tergerak oleh belas kasihan untuk menolong orang-orang yang terlantar, orang-orang buta, orang sakit kusta, dan janda. Namun, lebih daripada itu, karena ketaatan-Nya terhadap kehendak Bapa dan kasih kepada manusia, Ia memberikan diri-Nya untuk menebus kita dengan mati di atas kayu salib.
Bagaimana dengan kita? Apakah kita juga mau taat kepada kehendak Allah, melihat apa yang menjadi kebutuhan sekitar kita, dan tergerak oleh belas kasih untuk menolong? Apakah pilihan-pilihan yang kita ambil dalam hidup yang singkat ini telah digerakkan oleh kasih ataukah oleh ambisi pribadi kita?
Kiranya kasih yang sudah kita terima dari Allah, terus menggerakan kita untuk semakin mengasihi Dia dan yang dikasihi-Nya.
*Penulis saat ini bekerja di sebuah rumah sakit swasta di Bandung
/stl
Comentários