Lalu Musa mencoba melunakkan hati TUHAN, Allahnya, dengan berkata: "Mengapakah, TUHAN, murka-Mu bangkit terhadap umat-Mu, yang telah Kaubawa keluar dari tanah Mesir dengan kekuatan yang besar dan dengan tangan yang kuat?”
(Keluaran 32:11)
Allah memperhatikan kesengsaraan umat-Nya. Karena itu, Allah mengutus Musa kepada Firaun untuk membawa umat-Nya, keluar dari Mesir. Memimpin dan membawa bangsa Israel keluar dari perbudakan Mesir menuju Tanah Perjanjian, bisa kita bayangkan pasti bukan perkara yang mudah. Mungkin karena itulah Musa berdalih dan mengajukan keberatan saat meresponi panggilan Allah ini. Menariknya, Allah menjawab, menyediakan, dan menantang Musa untuk setiap dalih dan keberatan yang diajukannya sebagaimana tertulis dalam kitab Keluaran 3-4.
Allah menepati janji-Nya. Allah yang memanggil dan mengutus, Dia pula lah yang menyertai. Dan oleh penyertaan Allah, Musa dimampukan menjadi pemimpin yang hadir bagi umat-Nya. Setidaknya ada tiga hal penting yang dapat kita pelajari dan teladani dari bagaimana Musa menekuni panggilan Tuhan dengan menjadi pemimpin yang hadir.
Pertama, Musa hadir dalam krisis kehidupan umat. Peristiwa di Masa dan di Meriba (Keluaran 17:1-7) mengingatkan kita akan hal itu. Pada waktu itu ada krisis di tengah-tengah bangsa Israel yaitu tidak ada air. Kita tahu air merupakan kebutuhan yang sangat penting. Alkitab mencatat tidak ada air untuk diminum bangsa itu. Bayangkan betapa sulitnya keadaan waktu itu. Orang Israel marah kepada Musa. “Sebentar lagi mereka akan melempari aku dengan batu,” kata Musa. Mereka mempertanyakan mengapa Musa membawa mereka keluar dari Mesir, mereka bahkan mencobai Tuhan. Kita perlu waspada dalam menghadapi krisis. Jika tidak dihadapi dengan tepat maka krisis dapat meluas. Krisis rentan dengan konflik seperti yang dialami oleh bangsa Israel dengan Musa. Dalam situasi yang tidak ideal ini Musa tidak berdiam diri apalagi melarikan diri dari krisis yang sedang dihadapi umat. Musa hadir, Musa berseru-seru kepada Allah. Allah mendengar seruan Musa. Dia tidak membiarkan Musa sendirian menghadapi krisis dan konflik tersebut. Allah hadir, berdiri bersama Musa. Musa juga menegur umat karena mencobai dan mempertanyakan kehadiran Tuhan. Musa hadir dengan berseru-seru kepada Tuhan untuk menjawab krisis yang sedang dihadapi umat dan Musa juga menegur umat atas kesalahannya. Musa tidak mendiamkan kesalahan umat.
Kedua, Musa hadir menolong umat menegakkan keadilan serta ketetapan dan keputusan Tuhan dalam permasalahan sehari-hari mereka. Kita mungkin masih ingat peristiwa Yitro mengunjungi Musa (Keluaran 18). Musa hadir setiap hari dari pagi sampai petang untuk mengadili, memberi ketetapan-ketetapan dan keputusan-keputusan Allah. Hal tersebut dilakukan Musa seorang diri. Melihat itu Yitro menegur dan memberi nasehat. Karena jika demikian maka baik Musa maupun umat akan kelelahan, oleh sebab itu Musa dinasehati oleh mertuanya agar membentuk tim yang terlatih dan dapat dipercaya. Musa menerima nasehat mertuanya agar kehadirannya menolong umat dalam mengatasi perkara-perkara mereka, mengadili, memberi ketetapan-ketetapan dan keputusan-keputusan Allah semakin efisien dan efektif. Lalu Musa mempersiapkan dan memilih serta menempatkan tim kerjanya sebagai pemimpin seribu orang, seratus orang, lima puluh orang, sepuluh orang. Dan hanya perkara-perkara yang sukar saja yang dihadapkan kepada Musa, tetapi perkara-perkara yang kecil mereka sendiri yang menyelesaikannya. Dengan demikian kehadiran Musa dalam menolong perkara umat dapat terlaksana dengan lebih optimal dan proporsional.
Ketiga, Musa hadir dalam menengahi pertikaian umat yang berdosa dengan Tuhan Allah. Musa hadir sebagai perantara umat dengan Allah. Dalam peristiwa anak lembu emas (Keluaran 32), kita melihat umat tidak sabar menunggu Musa turun dari gunung Sinai, lalu mereka membuat anak lembu emas di bawah kepemimpinan Harun. Mereka mengatakan anak lembu emas itulah allah yang telah membawa mereka keluar dari tanah Mesir, mereka bersukaria, makan, minum, mempersembahkan korban. Allah sangat marah dan menyuruh Musa segera turun menjumpai bangsa Israel. Allah mengatakan bangsa itu adalah bangsa yang tegar tengkuk. Jika pada waktu Allah mengutus Musa, Dia menyebut bangsa Israel dengan sebutan “Umat-KU” (Keluaran 3:10) tapi pada peristiwa dosa besar ini, Allah mengatakan kepada Musa “bangsamu” telah rusak lakunya (Keluaran 32:7). Bangsa Israel ‘bertikai’ dengan Allah. Situasi yang sangat menegangkan. Situasi yang sangat menyedihkan. Musa hadir dalam peristiwa pertikaian tersebut. Musa cepat tanggap melihat situasi. Umat Israel yang telah melakukan dosa besar kepada Allah ditegur dan dihukum dengan tegas oleh Musa. Musa menempatkan dirinya menjadi perantara antara bangsa Israel dan Allah. Keesokan harinya berkatalah Musa kepada bangsa itu: "Kamu ini telah berbuat dosa besar, tetapi sekarang aku akan naik menghadap TUHAN, mungkin aku akan dapat mengadakan pendamaian karena dosamu itu." Lalu kembalilah Musa menghadap TUHAN dan berkata: "Ah, bangsa ini telah berbuat dosa besar, sebab mereka telah membuat allah emas bagi mereka. Tetapi sekarang, kiranya Engkau mengampuni dosa mereka itu-dan jika tidak, hapuskanlah kiranya namaku dari dalam kitab yang telah Kautulis (Keluaran 32:30-32). Sangat terharu dan menggetarkan. Jikalau sebelumnya Musa mengingatkan Tuhan bahwa mereka yang mau dimurkai-Nya itu adalah umat-Nya, yang membawa nama-Nya untuk menjadi kesaksian bagi bangsa-bangsa lain, kali ini Musa seolah sedang berkata, bila mereka semua harus dimusnahkan, biarlah aku turut musnah bersama mereka dan tidak memperoleh tanah Kanaan. Jika segenap Israel harus binasa, aku rela turut binasa bersama mereka. Janganlah kiranya tanah perjanjian menjadi milikku seorang diri. Kasih dan kebesaran hati Musa ini kita lihat juga dalam ungkapan Paulus dalam Roma 9:3, Bahkan aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara saudariku, kaum sebangsaku secara jasmani. Betapa indahnya pemimpin yang memiliki hati sedemikian besar kepada umat yang dipercayakan-Nya kepadanya. Alkitab mencatat, dan menyesallah Tuhan karena malapetaka yang dirancangkan-Nya atas umat-Nya (Keluaran 32:14). Jelas, Tuhan bertindak adil, yang bersalah saja yang akan dihukum dan Ia tetap menepati janji-Nya untuk menuntun umat-Nya.
Dalam setiap zaman Tuhan memanggil dan mengutus orang yang dipilih-Nya menjadi pemimpin yang hadir mewakili kehadiran-Nya untuk mewujudkan rencana-Nya yang agung. Dan saat ini, Tuhan sedang memanggil dan mau mengutus kita menjadi pemimpin yang hadir. Bersediakah kita? Mari kita responi dan terima dengan syukur karena sesungguhnya Dia yang memanggil dan mengutus, Dia juga yang menyertai dan memampukan sebagaimana yang dilakukan-Nya kepada Musa. Mari kita belajar dari Musa, menjadi pemimpin yang hadir. Mari kita memimpin dengan hadir dalam krisis kehidupan yang dihadapi umat antara lain krisis pasca pandemi Covid-19 serta dampaknya. Mari kita hadir menolong umat menegakkan keadilan dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin kita perlu mendengar masukan dari ‘Yitro’ agar pelayanan dan pekerjaan kita lebih optimal menjangkau umat. Mari kita memimpin dengan hadir dalam menengahi pertikaian umat yang berdosa dengan Tuhan Allah. Mari berdoa mohon ampun atas dosa-dosa umat dan mohon keselamatan bagi umat.
Setiap kita pasti ada yang bisa kita lakukan sesuai dengan karunia dan bagian kita masing-masing. Tuhan yang memanggil dan mengutus Musa sebagai pemimpin. Tuhan yang menyertai dan memampukan Musa, Tuhan yang sama, Tuhan yang kita sembah, Dia jugalah yang memanggil, mengutus, dan menyertai serta memampukan kita menjalani agenda Tuhan dalam hidup kita. Amin.
コメント